Floresa merupakan media independen berbasis di Flores, NTT. Baca selengkapnya tentang kami dengan klik di sini!

Dukung kerja-kerja jurnalistik kami untuk terus melayani kepentingan publik
ReportasePeristiwaTiga Pekan Pasca Longsor, Warga di Mabar Masih Trauma dan Butuh Bantuan

Tiga Pekan Pasca Longsor, Warga di Mabar Masih Trauma dan Butuh Bantuan

Floresa.co – Hampir tiga pekan setelah bencana longsor melanda sejumlah wilayah di Manggarai Barat (Mabar), beberapa suster mengunjungi warga korban bencana alam tersebut.

Pada Selasa, 26 Maret 2019, dua orang SSpS di Labuan Bajo mengunjungi Kampung Nobo, Desa Tondong Belang, Kecamatan Mbeliling, salah satu wilayah yang kondisinya parah setelah dihantam longsor pada 7 Maret lalu.

Ikut menemani mereka adalah Pastor Marsel Agot SVD.

Sr Maria Yosephina Pahlawati SSpS, yang dikenal sebagai aktivis pejuang hak-hak perempuan dan anak mengisahkan, mereka harus berjalan kaki sekitar satu kilometer di atas lahan bekas longsor.

Di Kampung Nobo, jelasnya, memang tidak ada korban jiwa, tapi akses jalan masuk kampung kini menjadi sulit setelah jalan dipenuhi tumpukan material bekas longsor.

“Lahan pertanian warga juga rusak. Ada beberapa rumah yang masih tertimbun tanah,” kata Sr Yosephin kepada floresa.co.

Dalam kunjungan itu, mereka membawa serta bantuan logistik, termasuk beras, minyak, mie, telur, sabun dan pakaian.

Ia menjelaskan, kondisi warga saat ini masih trauma, sedih dan bingung karena kehilangan mata pencaharian.

Sejumlah rumah warga di Kampung Nobo tertimbun longsor. (Foto: Sr Yosephin)

“Mereka belum bisa beraktivitas seperti biasa karena selalu waspada. Setiap hari curah hujan cukup tinggi,” jelasnya.

Ia menjelaskan, mereka masih membutuhkan banyak bantuan.

“Yang mendesak saat ini adalah sembako dan untuk anak-anak sekolah adalah pakaian seragam, tas sekolah dan buku,” katanya.

Sr Yosephin mengatakan, pihaknya bersedia menyalurkan bantuan dari donatur kepada para korban, jika ada yang tergerak untuk membantu.

Bencana longsor tahun ini di wilayah Mabar menjadi yang terparah, setidaknya selama beberapa dekade terakhir.

Delapan orang, semuanya di Kampung Culu, Kecamatan Mbeliling tewas setelah tertimbun lonsor,

Luapan air di sejumlah kali, termasuk di Wae Mese menggenangi sawah yang hampir panen di Satar Walang dan Merombok. 

Pemukiman warga di Gorontalo, Nanga Nae, dan Weor ikutan teredam banjir yang memaksa warga mengungsi.

Sejumlah lembaga saat ini, termasuk dari Gereja sedang turun tangan membantu para korban.

ARL/Floresa

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA