BerandaREPORTASEPERISTIWAMahasiswa di Kupang Unjuk...

Mahasiswa di Kupang Unjuk Rasa Terkait Kasus Terminal Kembur, Soroti Berbagai Kejanggalan dalam Proses Hukum

Mereka menyebut ada indikasi permufakatan jahat dan tebang pilih dalam kasus ini sehingga yang diseret ke jeruji besi hanya warga biasa dan staf bawahan di dinas terkait.

Floresa.co –  Aktivis mahasiswa di Kupang menggelar aksi unjuk rasa pada Jumat, 16 Juni 2023 terkait kasus Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur, di mana mereka menyebut ada indikasi pemufakatan jahat dalam proses hukum yang telah menjebloskan dua orang ke balik jeruji besi.

Para mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Manggarai Raya (Ammara) – gabungan dari beberapa organisasi mahasiswa – itu melakukan aksi protes di Kantor Kejaksaan Tinggi [Kejati] NTT.

Dalam pernyataan yang dikirim ke Floresa, mereka menyatakan mosi tidak percaya serta “mengecam keras dan mengutuk para penegak hukum atas matinya nurani” dalam menangani kasus ini.

“Ammara Kupang menilai adanya indikasi permufakatan jahat  dan tebang pilih sejak penetapan tersangka sampai pada putusan PN Tipikor Kupang hingga putusan tingkat banding,” kata mereka.

Mereka mempertanyakan langkah penegak hukum yang memenjarakan warga pemilik lahan, Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa, staf bawahan di dinas terkait pembangunan terminal, sementara pimpinan dinas dibiarkan bebas.

Sesuai putusan banding di Pengadilan Tinggi NTT, Gregorius divonis 4,6 tahun dan diwajibkan membayar denda 200 juta rupiah serta membayar ganti kerugian negara 402 juta rupiah, sesuai harga tanahnya yang dijual kepada pemerintah untuk pembangunan terminal. Sementara Aristo divonis 1,6 tahun penjara dan membayar denda sebesar 100 juta rupiah.

Gregorius divonis bersalah karena menjual tanahnya yang belum bersertifikat, hanya menggunakan Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan [SPT PBB] sebagai alas hak. Sementara Aristo yang berperan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dinyatakan bersalah karena tidak meneliti status hukum tanah itu.

Dalam aksi itu, mereka tidak berhasil menemui Kepala Kejati NTT yang sedang berada di Labuan Bajo menerima kunjungan kerja Komisi III DPR RI. Mereka ditemui oleh pimpinan yang membawahi urusan ideologi, politik, pertahanan dan keamanan.

Berbagai Kejanggalan

Di hadapan pimpinan Kejati NTT, Ammara menyatakan proses hukum kasus ini merupakan “peradilan sesat” karena menilai terdapat sejumlah kejanggalan.

Mereka antara lain merujuk pada langkah Badan Pertanahan Nasional [BPN] yang telah menerbitkan sertifkat hak pakai atas nama Pemerintah Manggarai Timur terhadap lahan Terminal Kembur dan telah terdaftar dalam laporan aset tanah dinas terkait sejak 2012.

Hal tersebut, kata Ammara, membuktikan bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan Terminal Kembur sudah final melalui prosedur yang formal dan legal.

Karena itu, menurut mereka proses hukum terhadap Gregorius dan Aristo “keliru dan penuh dengan unsur politis.”

Ammara menyatakan, penegakan hukum seharusnya fokus pada pembangunan terminal yang tidak pernah digunakan sejak selesai dibangun pada 2015 dan kini bangunannya rusak.

“Pilihan mengabaikan penyidikan terhadap pembangunan fisik tentu menimbulkan kecurigaan yang besar bagi masyarakat bahwa Kejaksaan Negeri Manggarai telah berselingkuh dengan beberapa pihak sehingga kasus pembangunan fisik ditutup rapat,” kata Ammara.

“Dari proses penyelidikan, penyidikan dan penetapan tersangka dapat disimpulkan bahwa tidak adanya kesesuaian antara fakta hasil penyelidikan dengan ditetapkanya tersangka.”

Ammara juga menyoroti kerugian total atau total loss sesuai hasil perhitungan Inspektorat NTT dan menyebut perhitungan itu tidak logis karena tanah itu betul milik Gregorius yang diakui baik oleh hukum adat maupun oleh BPN.

“Kami berpandangan bahwa dikatakan sebagai total loss apabila Gregorius menjual tanah yang bukan miliknya, sementara faktanya dia menjual tanah miliknya sendiri yang diakui secara hukum adat Manggarai,” kata mereka.

Mereka mengingatkan bahwa Gregorius telah menguasai tanah itu sejak 1980-an dan hal itu diakui oleh tu’a golo [tua adat] Kembur.

Dan, jelas mereka, merujuk pada pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria yang menegaskan bahwa seseorang yang menguasai tanah selama 20 tahun atau lebih secara terus menerus, jujur dan tidak dipersengketakan, maka Gregorius adalah orang yang memiliki hak untuk memperoleh hak atas tanah tersebut.

“Artinya, negara sudah mengatur sedemikian rupa tentang hukum adat yang kemudian dijadikan sebagai landasan tentang keberadaan tanah yang ada di Indonesia umumnya dan Manggarai pada khususnya,” kata mereka.

“Tetapi itu diabaikan oleh Kejaksaan Negeri Manggarai, Pengadilan Negeri Tipikor Kupang dan Pengadilan Tinggi NTT.”

Pengakuan secara hukum adat, kata mereka, juga dikuatkan oleh Undang Undang Dasar 1945 setelah amandemen kedua pada tahun 2000, khususnya dalam pasal 18B bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

Mengacu pada hal itu, bagi mereka, langkah Kejaksaan Negeri Manggarai menjerat Gregorius dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang tidak mengakui SPT PBB sebagai alas hak/bukti kepemilikan tanah adalah keliru mengingat dalam hirarki peraturan perundang-undangan, PP tidak bisa melangkahi hukum tertinggi yakni UUD 1945.

Dengan demikian, kata mereka, putusan penegak hukum “melawan perintah UUD 1945,” di samping  “mengabaikan hukum adat.”

Peserta aksi unjuk rasa Ammara Kupang, Jumat, 16 Juni 2023. (Dokumentasi Himpunan Mahasiswa Manggarai Timur di Kupang)

Sikap dan Tuntutan

Dengan sejumlah alasan itu, Ammara menyatakan mosi tidak percaya kepada Kejaksaan Negeri Manggarai ”karena mengabaikan fakta hasil penyelidikan dan berupaya membelokan kasus korupsi pembangunan Terminal Kembur” dan “tebang pilih dalam proses penyelidikan dan penetapan tersangka.”

“Ammara juga menyatakan mosi tidak percaya kepada PN Tipikor Kupang karena tidak mempertimbangkan kearifan lokal, di mana tanah yang telah dibangun Terminal Kembur diakui oleh tokoh adat dan masyarakat Kembur bahwa itu betul milik Gregorius,” kata mereka.

Selain itu, mereka juga menyatakan mosi tidak percaya kepada DPRD Kabupaten Manggarai Timur karena tidak menggunakan fungsi pengawasannya dalam kasus mangkraknya pembangunan terminal.

Ammara juga menyampaikan tuntutan kepada Kejaksaan Agung untuk mencopot Kejari Manggarai, “karena tidak profesional dalam menjalankan tugas” dan serta mendesak Komisi Yudisial untuk mengevaluasi kinerja PN Tipikor Kupang.

Mereka juga mendesak Kejati NTT untuk mengambil alih pengusutan kasus ini dan  “menuntut agar Gregorius dan Aristo dibebaskan karena  putusan hukuman terhadap keduanya tidak tepat.”

Sementara kepada Pemda Manggarai Timur, mereka mendesak untuk ikut bertanggung jawab dan tidak mencuci tangan terhadap kasus ini.

Ammara menyatakan, untuk Kejati NTT, mereka memberi tenggat waktu satu pekan untuk mengindahkan tuntutan-tuntutan mereka.

“[Kami] menegaskan bila tuntutan kami tidak direspon, kami akan menggelar aksi berikutnya dengan massa yang lebih banyak dan memblokade kantor Kejati NTT,” kata mereka.

Konteks Kasus

Kasus Terminal Kembur mulai diselidiki Kejaksaan Negeri Manggarai pada awal 2021, setelah ramainya pemberitaan media massa terkait kondisi bangunan yang rusak dan tidak difungsikan.

Dalam penyelidikan itu, jaksa memeriksa 25 orang saksi, termasuk Fansi Jahang dan Gaspar Nanggar, dua orang yang menjabat sebagai Kepala Dinas dan Kepala Bidang Angkutan Darat pada Dinas Perhubungan dan Informatika Manggarai Timur saat pembangunan terminal tersebut.

Selain itu, mantan Bupati Yoseph Tote serta kontraktor yang mengerjakan terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E Go.

Jaksa kemudian hanya mengusut terkait pengadaan lahan, sementara terkait pembangunan fisik terminal belum tersentuh sampai saat ini.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga