BerandaREPORTASEPERISTIWAKejaksaan Sedang Usut Dugaan...

Kejaksaan Sedang Usut Dugaan Korupsi Proyek Air Minum Bersih di Manggarai Timur

Menelan dana lebih dari lima miliar rupiah, proyek air di Desa Rana Masak itu mubazir, yang membuat warga terpaksa memanfaatkan air keruh.

Floresa.co — Kejaksaan sedang mengusut kasus dugaan korupsi dalam proyek air minum bersih di sebuah desa di  Kabupaten Manggarai Timur.

Proyek air di Desa Rana Masak, Kecamatan Borong itu menelan dana lebih dari lima miliar rupiah, namun gagal mengatasi masalah krisis air yang dialami warga.

Rizky Romadho, Kasi Intel Kejari Manggarai mengatakan, mereka masih mengusut kasus tersebut, namun belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut.

“Mohon waktu ya,” katanya kepada Floresa pada Rabu pagi, 19 Juli 2023, “nanti kami undang untuk rilis resminya.”

Ia menambahkan, “yang pasti nanti kami [beri] info lengkap.”

Rizky menjawab pertanyaan Floresa terkait informasi dari sumber di internal lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur yang mengatakan bahwa sejumlah pejabat dan staf di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR] kabupaten itu sudah dipanggil pihak Kejaksaan terkait proyek air itu.

“Memang tahun lalu itu ada pejabat dan staf dari Dinas PUPR yang dipanggil oleh Kejaksaan untuk memberikan keterangan,” kata sumber itu yang meminta namanya tidak ditulis.

“Saya belum tahu perkembangannya sekarang,” tambahnya.

Dikerjakan Beberapa Tahun, Dana Miliaran

Dikutip dari laman  Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Manggarai Timur, proyek air di Desa Rana Masak tersebut dianggarkan antara 2018-2021, yang totalnya lebih dari Rp5 miliar rupiah. 

Pada 2018, Dinas PUPR mengucurkan dana Rp905.819.607 yang dikerjakan oleh CV Dian Jaya. Tahun 2019, dana senilai Rp1.186.008.500 dialokasikan kembali  untuk proyek yang sama, dengan kontraktor CV Bakti Putra Persada.

Pada 2020, pemerintah kembali menganggarkan Rp2.705.550.000, yang dikerjakan oleh PT Arison Karya Sejahtera.

Pemerintah kembali mengucurkan dana senilai Rp204 juta pada 2021 untuk pemeliharaan proyek itu. Pengerjaan secara swakelola oleh Dinas PUPR.

Meski telah mengucurkan dana demikian, hingga kini, warga tiga kampung di wilayah Desa Rana Masak belum menikmati air bersih.

Dalam sebuah laporan Floresa pada 7 Juli, warga di Kampung Maro, Golo Borong, dan Metuk mengatakan,  sejak proyek itu selesai dikerjakan, mereka tidak pernah menimba air dari kran-kran yang dipasang di rumah-rumah mereka.

“Sejak selesai dipasang, airnya tidak pernah keluar dari kran,” kata Genoveva Mamus [52], warga Kampung Maro.

“Kami sempat timba air itu dari pipa [jaringan utama] yang bocor,” tambahnya.

Yohanes Gajeng [45], warga Kampung Golo Borong mengatakan, air memang sempat keluar dari kran yang dipasang di rumahnya.

Namun, itu hanya terjadi sekali setelah proyek itu selesai dikerjakan.

“Air yang keluar itu juga sangat kotor dan keluarnya tidak lama. Mungkin tidak sampai satu menit,” ceritanya.

Yohanes menunjukkan angka kubikasi pada meteran air yang berada di samping rumahnya, di mana tertulis 0.0005 meter kubik.

Sementara Theresia [45] mengatakan air dari pipa-pipa proyek itu tidak pernah mengalir hingga ke Metuk, kampung di ujung barat Desa Rana Masak.

“Pokoknya sejak selesai pasang ini meteran [meter air], air tidak pernah keluar,” katanya.

Pada angka kubikasi yang tercantum di meter air keluarga Theresia, tertulis 0.0001 meter kubik.

“Dari awal pasang ini meteran, angkanya begitu,” ujarnya.

Karena tidak ada air bersih, warga di tiga kampung itu terpaksa menggunakan air keruh.

Ivan Mbula, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR sempat membantah pernyataan warga, mengklaim bahwa air dari pipa-pipa proyek tersebut mengalir hingga ke Kampung Metuk.

“Dari awal, air itu jalan [mengalir],” katanya kepada Floresa, Selasa, 3 Juli.

Ia menuding pemicu air yang mengalir tidak stabil karena ada yang melubangi pipa.

Pernyataan Ivan dibantah Genoveva yang kembali dimintai pendapatnya oleh Floresa.

Menurutnya, hanya warga dua kampung di desa itu yaitu Lewe dan Melur, yang selama ini memang menikmati air proyek pemerintah itu.

“Kami di Maro tidak pernah rasakan timba air di kran yang dipasang di rumah-rumah kami,” katanya.

Diklaim Sudah Diserahkan ke BLUD SPAM

Dalam wawancara dengan Floresa pada awal Juli, Ivan mengklaim bahwa pengelolaan air bersih di Desa Rana Masak sudah diserahkan kepada Badan Layanan Umum Daerah Sistem Penyediaan Air Minum [BLUD SPAM] Manggarai Timur.

“Istilahnya secara administrasi sudah diserahkan,” katanya.

Namun, kata dia, pihak BLUD SPAM, belum mengelola air bersih di desa itu karena belum ada petugas, juga perhitungan gajinya, yang amat tergantung pada jumlah penerimaan BLUD SPAM.

“Mereka lagi hitung-hitungan karena disana itu jaringannya panjang. Nanti tiga [petugas]. Satu di sumber, satu di tengah,  satu di bak di desa itu untuk mengatur [air],” tambahnya.

Sementara Fransiskus Y. Aga , Kepala BLUD SPAM Manggarai Timur yang dimintai tanggapannya baru-baru ini meminta Floresa untuk mengonfirmasi kembali pernyataan Ivan tersebut.

“Minta maaf untuk terkait serah terima bisa dikonfirmasi kembali dengan PUPR. Untuk saat ini kami belum ada aktivitas pelayanan di Rana Masak,” katanya.

Ketika Floresa meminta tanggapan Fransiskus terkait pernyataan Ivan yang menyebut alasan BLUD SPAM belum memberi pelayanan di Rana Masak karena belum ada petugas untuk ditempatkan di desa tersebut, ia mengatakan, “belum bisa memberikan pendapat terkait hal ini.”

“Saya hanya bisa menyampaikan bahwa saat ini kami belum melakukan pelayanan di sana,” ujarnya.

Kendati Fransiskus tidak secara gamblang menyampaikan alasan pihaknya tidak memberi pelayanan di Desa Rana Masak, namun seorang sumber internal BLUD SPAM Manggarai Timur  mengatakan  kepada Floresa bahwa mereka belum menangani air bersih di desa tersebut karena masih ada persoalan.

“Kami tidak mungkin kelola kalau airnya tidak keluar,” ujarnya.

“Kami tidak berani. Kami ambil dana dari mana untuk lakukan perbaikan. Kami akan kelola jika airnya keluar,” kata sumber tersebut.

Sumber itu mengatakan, air tidak mengalir di pipa-pipa proyek APBD II Manggarai Timur itu diduga karena kesalahan teknis.

“Itu kan sumber airnya di dataran tinggi. Kalau debit airnya besar dan tidak ada kesalahan teknis di instalasi pipa, tidak mungkin air itu tidak sampai [ke rumah-rumah warga],” ujarnya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga