Kejaksaan Usut Kasus Tempat Olah Limbah B3 Mubazir yang Dibangun KLHK di Labuan Bajo

Habiskan dana Rp6,9 miliar, tempat olah limba itu tidak difungsikan sejak selesai dibangun pada 2021

Floresa.co – Kejaksaan sedang mendalami dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan insenerator atau tempat olah limbah bahan bahaya beracun [B3] milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] yang mubazir di Labuan Bajo.

Tempat yang berlokasi di Desa Nggorang, Kecamatan Komodo itu dibangun dengan anggaran Rp 6,9 miliar pada 2020 dan direncanakan untuk menangani limba B3 di wilayah Flores hingga Lembata.

Tony, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Manggarai Barat mengatakan, saat ini pihaknya masih dalam proses penyelidikan terkait beberapa barang penting dan penunjang yang hilang dan rusak sehingga tempat tersebut tidak bisa berfungsi.

“Kami baru mau mendalami, memang kami sudah dapat keterangan bahwa ada beberapa barang yang hilang. Indikasi kerugian negara ada,” katanya, Kamis, 27 Juli 2023.

Ia menjelaskan, belum bisa memastikan jumlah kerugian karena bukan kewenangan pihaknya.

“Nanti ada tim ahlinya yang akan menghitung itu atau auditornya,” katanya.

Terkait dengan hilangnya beberapa barang, kata dia, “entah karena pencurian atau kesengajaan, kita belum dalami.”

Tony menjelaskan  pengadaan mesin insenerator dan tempat pengolahan itu dilakukan oleh pemerintah pusat, mulai dari proses tender hingga serah terima.

Ia menjelaskan, tempat itu pernah diuji coba saat pandemi, mengolah limba Covid-19.

Tetapi setelah itu, kata dia, tidak berfungsi lagi karena tidak ada tenaga yang mengelolanya.

Tempat itu dibangun oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya [Ditjen PSLB3] KLHK pada 2020 dan selesai pada 2021.

Luas wilayah untuk pengolahan limbah itu mencakup 2,65 hektar yang berada di Satar Kodi, wilayah dalam kawasan Hutan RTK 108 Nggorang Bowosie, di pinggiran kota Labuan Bajo.

Namun, lebih dari dua tahun setelah diresmikan dan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi NTT pada 21 Mei 2021 untuk dikelola, kondisi tempat itu sudah tidak lagi terawat.

Pantauan Floresa saat meninjaunya, jalan masuk menuju bangunan insinerator itu telah ditumbuhi semak belukar. Rumput liar juga menjalar di sebagian tembok bangunan.

Sementara jendela kaca di samping pintu sudah pecah, beberapa bagian temboknya juga terlihat mulai retak.

Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan saat peresmiannya bahwa kehadiran insinerator pertama di kota pariwisata Labuan Bajo itu memberi pesan penting bagi para wisatawan terkait pengelolaan limba B3.

Para wisatawan, kata dia, tidak perlu ragu lagi “bahwa limbah B3 di Labuan Bajo dimanajemen secara baik sehingga tidak boleh takut ke Labuan Bajo dan Flores pada umumnya.”

Sementara menurut Ondy Christian Siagian, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT, dalam pernyataannya kala itu, tempat itu ditargetkan bisa menjadi lokasi pembakaran semua limbah medis dari fasilitas kesehatan sedaratan Flores dan Lembata, yang menurut data tahun 2020, volume limbah B3 medisnya sekitar 1.104,31 kilogram per hari.

Limbah itu berasal dari 15 rumah sakit sedaratan Flores dan Lembata.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA