Floresa.co – Dua pemuda asal Poco Leok, Kabupaten Manggarai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus kerusakan pagar kantor bupati saat unjuk rasa tolak geotermal beberapa waktu lalu.
Keduanya, Kristianus ‘Tino’ Jaret dan Maksimilianus ‘Milin’ Neter, adalah koordinator lapangan saat aksi di Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai pada 3 Maret.
Mereka menjalani pemeriksaan pada hari ini, 17 Maret, selama sekitar empat jam di Ruang Bareskrim Polres Manggarai oleh dua penyidik, Stanislaus Dea, Kepala Unit Pidana Umum dan Patric Y. H. Kono.
Dalam keterangan pers usai pemeriksaan, Valens Dulmin, salah satu kuasa hukum dari Koalisi Advokasi Poco Leok berkata, Tino dan Milin ditanyai seputar aksi unjuk rasa dan peristiwa jatuhnya pagar kantor bupati pada saat-saat akhir aksi tersebut.
“Mereka dipanggil sebagai saksi dalam kejadian tersebut, dan dimintai keterangan, termasuk ditanyai terkait keterlibatan pihak-pihak yang mengikuti aksi,” kata Valens.
Tino dan Milin dipanggil pada 14 Maret melalui surat bernomor S.Pgl/101/III/2025/Satuan Reskrim, yang ditandatangani Kepala Satuan Reskrim, Robbianly Dewa Putra.
Sebelumnya, pada 13 Maret, Polres Manggarai melakukan gelar perkara peningkatan status proses hukum kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Sebagaimana disitir Petanttnews.com, Robbianly menjelaskan pelaku pengrusakan pagar kantor Bupati Manggarai terancam hukuman pidana dengan pasal Pasal 170 ayat (1) KUHP Sub Pasal 406 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Ancaman pidananya penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Proses hukum kasus tersebut bermula dari laporan yang diajukan Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Manggarai, Fransiskus Makarius Beka selang beberapa jam usai aksi unjuk rasa ratusan massa dari Koalisi Pemuda Poco Leok.
Langkah Fransiskus menyusul perintah Bupati Herybertus G. L. Nabit kepada Sekretaris Daerah, Fansy Aldus Jahang untuk melaporkan pengrusakan pagar itu kepada polisi.
Merespons laporan tersebut, polisi langsung melakukan penyelidikan, termasuk memasang garis polisi di lokasi kejadian.
Maximilianus Herson Loi, kuasa hukum lainnya yang turut mendampingi Tino dan Milin berkata, terdapat 32 pengacara dari berbagai wilayah dan lembaga yang siap mendampingi warga.
“Kehadiran dua saksi hari ini menunjukkan sikap kooperatif untuk menghargai proses hukum yang sedang berjalan,” kata Herson pada 17 Maret.
Ia berharap “polisi dapat bersikap objektif dan profesional dalam menangani kasus ini.”
Herson menambahkan, setelah pemeriksaan terhadap Tino dan Milin, polisi juga mengeluarkan surat panggilan yang sama kepada tiga pengunjuk rasa lainnya, yakni Servasius Masyudi Onggal, Ferdiandus Parles dan Anus Sandur.
Pemeriksaan terhadap tiga pemuda itu dijadwalkan pada Kamis, 20 Maret.
Aksi unjuk rasa ratusan massa dari Koalisi Pemuda Poco Leok pada 3 Maret menuntut Nabit mencabut Surat Keputusan Penetapan Lokasi [Penlok] proyek geotermal Poco Leok yang ditekennya pada Desember 2022.
Aksi tersebut, yang berlangsung sehari setelah Nabit pulang dari acara pelantikan dan ret-ret kepala daerah di Magelang, juga menyasar Kantor DPRD.
Kedatangan ke DPRD, kata Tino, adalah untuk “menyuarakan bahwa kami tetap satu suara, kami tetap solid, dan kami pemuda Poco Leok tidak akan pernah melepaskan ruang hidup kami.”
Sementara itu, dalam audiensi di kantor bupati, Nabit berkata “tidak ada niat dari pemerintah untuk merusak lingkungan atau mengabaikan budaya lokal.”
Ia juga menegaskan pentingnya geotermal Poco Leok, termasuk untuk kepentingan investor pariwisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Nabit juga meminta perwakilan warga untuk memahami situasinya, mengingat kepala daerah yang tidak mendukung proyek strategis nasional dapat diberhentikan.
Sementara desakan untuk mencabut SK Penlok ditolak Nabit, perwakilan warga yang mengikuti audiensi itu melakukan walk out.
Mereka lalu menyampaikan sikap Nabit, hal yang memicu protes yang lebih besar dari ratusan massa yang tengah menunggu di depan gedung itu.
Editor: Anno Susabun