Kejati NTT Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Proyek Sekolah di Kupang, Kerugian Negara Capai Rp5,8 Miliar

Dugaan korupsi terjadi pada dua unit proyek

Floresa.co – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada dua unit proyek rehabilitasi dan renovasi prasarana sekolah di wilayah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. 

Kedua proyek tersebut merupakan bagian dari program “rehabilitasi pasca bencana dan infrastruktur dasar di sektor pendidikan” yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Pengerjaannya dikelola Balai Prasarana Permukiman Wilayah NTT, Satuan Kerja Pelaksana Prasarana Permukiman Wilayah I Provinsi NTT.

Dalam keterangan melalui laman resminya, Kejati NTT menyebut penetapan tersangka terjadi usai penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup, sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

“Untuk kepentingan penyidikan, ketiga tersangka (HS, HN, dan DHB) ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Kupang selama 20 hari terhitung mulai hari ini, Senin, 21 Juli 2025,” tulis Kejati NTT.

Mereka dijerat dengan pasal primer berupa Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Ketentuan ini mengatur tindak pidana korupsi berupa perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Selain itu, mereka juga dikenakan pasal subsidair yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 dari undang-undang yang sama, yang mengatur perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, serta merugikan negara. 

Pasal ini juga disertai dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang menjerat pihak-pihak yang turut serta melakukan tindak pidana tersebut.

Proyek pertama adalah kegiatan rehabilitasi dan renovasi prasarana sekolah di dua daerah dengan anggaran Rp32,03 miliar. 

Penelusuran Floresa di situs LPSE Kementerian PUPR menunjukkan, proyek ini diumumkan pada 15 Desember 2020, dengan kode tender 69758064.

Metode yang digunakan dalam sistem pengadaan proyek ini adalah tender terbuka, dan dikategorikan sebagai pekerjaan konstruksi skala non-UKM. Artinya perusahaan konstruksi memiliki modal yang lebih besar dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM.

Pemenang tender ditetapkan pada 15 Februari 2021, menyusul penandatanganan kontrak pada 26 Februari 2021 dengan batas waktu pengerjaan pada 30 September 2021.

Awalnya, proyek ini memiliki nilai pagu Rp32.032.500.000, dengan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) yang nyaris sama, yaitu Rp32.032.547.000. Sumber pendanaan berasal dari APBN tahun anggaran 2021.

PT Jasa Mandiri Nusantara yang memenangkan tender mengajukan nilai penawaran Rp26.639.263.369,40 yang akhirnya disepakati menjadi kontrak final.

Dalam laman Opentender, pada bagian “Perencanaan” Roy Marthen tercatat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sementara pada bagian “SPPBJ”, nama Eko Yohan Wahyudi tercatat sebagai PPK.

SPPBJ, singkatan dari Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa, adalah surat resmi yang dikeluarkan oleh PPK yang menyatakan bahwa penyedia telah ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan hasil tender. 

Namun, dalam rilis Kejati, nama yang ditetapkan sebagai PPK sekaligus tersangka adalah HN. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai PPK dalam proses pencairan dan pengawasan.

Kejati juga menyebut tersangka lainnya, yakni HS “berperan sebagai pihak yang mengatur pelaksanaan proyek dan menerima keuntungan yang tidak sah.”

Berdasarkan audit Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, proyek ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,08 miliar.

Proyek Kedua

Bertajuk “Rehabilitasi dan Renovasi Prasarana Sekolah Pasca Bencana di Provinsi NTT I,” proyek kedua dibiayai dengan pagu anggaran Rp30,57 miliar yang diumumkan melalui LPSE pada 30 Desember 2021. Anggarannya berasal dari APBN tahun 2022.

Pemenang tender adalah PT Brand Mandiri Jaya Sentosa, yang mengajukan penawaran senilai Rp23,79 miliar. 

Kontrak ditandatangani pada 21 Februari 2022, dengan masa kerja hingga 18 September 2022.

Roy Marthen juga tercatat sebagai PPK dalam dokumen pengadaan. 

Namun, dalam kasus ini, Kejati kembali menyebut HN sebagai PPK dan ditetapkan tersangka.

Tersangka lainnya adalah Direktur PT Brand Mandiri Jaya Sentosa, berinisial DHB.

Ia diduga terlibat dalam penyusunan dokumen teknis dan pengaturan pelaksanaan proyek yang memicu kerugian negara Rp3,72 miliar, berdasarkan audit internal Kementerian PUPR.

Total kerugian negara dalam dua proyek itu mencapai Rp5,8 miliar. 

Kejati berjanji terus melakukan penyidikan secara transparan, profesional dan akuntabel untuk “menegakkan supremasi hukum dan melindungi keuangan negara dari praktik korupsi.”

Editor: Anno Susabun

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA