Jakarta, Floresa.co – Menyikapi tuntutan “Koalisi Pemuda NTT (Nusa Tenggara Timur-red)” yang menggelar demonstrasi di Gedung Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP di Jakarta pada Kamis, 22 November 2017 terkait bakal calon (balon) Gubernur NTT, Marinus Sae ditanggapi Bambang Dwi Hartono selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Pemenangan Pemilu partai tersebut.
Koalisi yang terdiri dari Forum Pemuda Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda) NTT, AMAN Flobamora, Koalisi Masyarakat Ngada (Kommas Ngada) Jakarta dan Kompak NTT itu meminta PDIP tidak mengusung Bupati Ngada itu dalam pemilihan gubernur (Pilgub) NTT 2018 mendatang karena dinilai cacat secara hukum dan moral.
“Ini kan aspirasi warga yang harus didengar. Nanti, informasi ini saya sampaikan pada saat pembahasan tentang (Pilgub) NTT supaya pleno tau banyak informasi dari masyarakat,“ kata Bambang saat beraudiensi dengan koalisi tersebut di Gedung DPP PDIP Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis, 23 November 2017.
Lebih lanjut, kata Bambang, harapan untuk menghadirkan pemimpin terbaik di setiap daerah, terutama NTT bukan hanya dari warga tetapi juga dari partai sendiri. PDIP akunya, sangat demokratis untuk menentukan calon yang akan diusung.
“Selain survey, kita juga melakukan fit and proper test, psychotest, termasuk menerima aspirasi dari bapak-bapak sekalian. Mekanisme keputusan, (saya ini ketua bidang pemenangan pemilu) disampaikan di pleno satu per satu daerah-daerah dalam proses pembahasan.”
“Dan, data fakta saya sampaikan secara terbuka. Dan biasanya PDI sangat demokratis. Di pleno terjadi perdebatan luar biasa. Ya satu membela si A dan yang satu lagi membela itu. Biasa. Tapi, kami juga punya tradisi kalau itu sudah menjadi keputusan DPP, kita tertib,” ujarnya.
Baca: Nilai Marianus Sae Cacat, Koalisi Pemuda Desak PDIP Cabut Dukungan
Namun, mantan Wakil Walikota Surabaya itu menjelaskan, walaupun partai selalu berusaha menyodorkan calon yang terbaik, tetapi tetap saja ada kekurangan.
“Tentu, harapan kami memilih yang terbaik. (Namun), belum tentu sepenuhnya baik. Karena bisa saja ketika proses psychotest, fit and proper test, kita tidak mampun mampu mendeteksi apa-apa yang tidak nampak. Siapa yang tau hati seseorang, siapa yang tau pikiran seseorang,” ungkapnya.
“Tetapi, instrumen yang ada mencoba menampilkan pola seleksi yang sangat objektif,” lanjutnya.
Bambang berharap, partai asuhan Megawati Soekarno Putri itu mempertimbangkan masukan dari koalisi pemuda tersebut sehingga calon yang diusung dalam Pilgub NTT nanti dapat memberikan sumbangsih dalam pembangunan di provinsi yang terkenal sebagai salah satu provinsi termiskin itu.
“Muda-mudahan nanti yang disodorkan PDIP Perjuangan juga mempertimbangkan banyak hal, termasuk masukan bapak ibu sekalian. Karena asumsi kami, yang masuk yang baik-baik. Muda-mudahan, saringan kami juga bisa membedakan mana yang perlu disodorkan kepada masyarakat (untuk) dipilih.”
“Tentu kita berharap, kecepatan kemakmuran di sana, percepatan kemajuan di sana. Kita melihat problem-problem di daerah ini banyak yang masih menjadi PR (pekerjaan rumah-red) kita,” ujarnya.
Namun, Bambang juga menegaskan bahwa audiensi itu sifatnya bukan keputusan. Tetapi sebagai wadah untuk sharing informasi untuk kepentingan Pilgub.
“Ini bukan forum memutuskan, saya sudah mencatat, nanti saya sampaikan di forum pleno,” tutupnya.
Materi yang dilaporkan koalisi itu ke DPP PDIP ialah terkait status tersangka Marianus yang pada 21 Desember 2013 lalu memblokir bandara Turelelo Soa-Ngada.
“Kasus blokir bandara ini sangat jelas karena yang memerintah Satpol PP Ngada untuk blokir Bandara pada saat itu adalah Marianus Sae. Tetapi, status Marianus Sae masih tersangka, sementara 23 Satpol PP sudah masuk penjara. Padahal, Satpol PP ini hanya menjalankan perintah atasan kala itu,” kata Gregorius Kune, perwakilan koalisi itu.
“Kasus Marianus Sae menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan dunia penerbangan kita. Kami minta Marianus Sae diproses secara hukum agar mendapatkan kepastian hukum,” lanjut Kune.
Baca: Terobosan Marianus Sae di Ngada yang Hendak Ditularkan untuk NTT
Sementara, kasus moral yang diduga dilakukan Marianus Sae adalah menghamili mantan pembantunya, Maria Sisilia Natalia dan melahirkan seorang anak yang bernama Reginaldus Flavius.
Menurutnya, kasus ini telah diadvokasi oleh para suster dan pastor di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berdasarkan keterangan Ketua Tim Relawan Kemanusiaan untuk Flores (TRUK-F), Suster Eustochia Monika Nata SSpS, kata dia, Natalia melahirkan seorang bayi laki-laki pada 7 Mei 2012, hasil hubungannya dengan Bupati Marianus. Namun, bupati selalu membantah hal ini.
“Bahkan Suster Eustochia mengatakan pada November 2013 bahwa pihaknya mempunyai data data berupa catatan, surat kuasa, rekaman, video wawancara,” katanya.
“Semua data itu menyebutkan bahwa ayah biologis anak dari Maria Sisilia Natalia adalah Bupati Ngada,” katanya. (ARJ/Floresa).