Labuan Bajo, Floresa.co – Asosiasi Petani dan Nelayan (Apel) Manggarai Barat (Mabar) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Bupati Agustinus Ch Dulla dan Wakil Bupati Maria Geong untuk mencabut rekomendasi pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) kepada PT Segara Komodo Lestari dan PT Komodo Widelidfe Ecoturism (KWE).
Permintaan itu disampaikan APEL saat menggelar aksi pada Senin 20 Agustus 2018 siang, yang dimulai dari pertigaan Pasar Baru hingga Gedung DPR.
“Bapa Gusti (Dula) dan Mama Mia (Maria Geong) kami minta cabut semua surat-surat yang kasih ke investor,” ujar Doni Parera, salah seorang orator saat melintas di depan kantor bupati.
“Kami minta pada Bapa Gusti dan Mama Mia sayang agar mencabut surat-surat itu agar komodo tidak punah”, ulang Doni.
Aksi dengan tuntutan yang sama yang digagas oleh Formapp (Forum Masyarakat Peduli Pariwisata-red) pernah digelar pada Senin, 6 Agustus lalu.
DPRD Tegas Menolak
Senada dengan massa aksi, tujuh fraksi DPR kabupaten di ujung barat pulau Flores itu juga ramai-ramai menyatakan penolakan. Sikap itu mereka sampaikan di hadapan Dirjen Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno bersama tim yang dibentuk untuk menginvestigasi masalah tersebut.
Tim itu sendiri mayoritas diisi oleh warga Manggarai yang berdomisili di Jakarta seperti Wartawan Media Indonesia, Gaudens Suhardi, mantan Duta Besar Berti Fernandez dan Dosen Universitas Indonesia Frans Asisi Datang serta beberapa lainnya.
Ketua DPR Belasius Jeramun berharap kementerian mendengar aspirasi masyarakat dan lembaga yang dipimpinnya itu.
“Kami menolak dan akan kami sampaikan secara tertulis kepada KLHK dan tembusan ke presiden dan termasuk BTNK,” katanya.
Selain Jeramun, tujuh fraksi yakni PDIP, PAN, PKS, Gerindra, Demokrat, Golkar dan PKB turut menyampaikan penolakan.
PDIP melalui Belasius Janu mengatakan, “ini merupakan penjajahan gaya baru. Dengan tegas fraksi PDIP menolak pembangunan itu,” kata Janu.
“Kami tidak setuju (pembangunan itu) dan meminta kementerian segera mencabut izin dari 2 perusahaan yang sudah mengantongi izin”, sambung Ketua Fraksi Gerindra, Yos Gagar.
“Saya minta lembaga ini segera memanggil bupati. Paksa dia harus datang. Jangan ada pertemuan sendiri-sendiri, sebab selama ini bayak rekomendasi lembaga DPR yang tidak ditindaklanjuti bupati,” lanjutnya.
Selain itu, Harun Bahali dari fraksi PKS mengatakan, pembangunan di TNK akan berdampak buruk pada ekosistem.“Tolak dan tidak boleh diberi izin,” katanya.
“Saat rapat bersama bupati beberapa waktu lalu, dia sudah nyatakan menolak pembagunan rest area itu. Saya berharap sikap itu tetap konsisten,” lanjutnya.
Sementara, fraksi PAN meminta Kementerian Kehutanan mengembalikan pengelolaan TNK ke Pemkab Mabar. “Kami bisa kelola TNK. Karena itu serahkan pengelolaanya ke Pemkab Mabar,” kata Marsel Jeramun.
“Izin yang sudah dikeluarkan sudah kadaluwarsa pada Desember 2017, mengapa PT ini masih membangun. Ada apa ini,” tegasnya.
Dirinya juga meminta TNK segera membongkar bangunan PTSKL sebab membahayakan keberlangsung hidup Komodo.
Menanggapi tuntutan DPRD, Dirjen Konservasi, Wiratno mengatakan menunggu surat resmi dari DPR untuk diteruskan ke Menteri Siti Nurbaya. Namun, dirinya tidak bisa memastikan izin dari dua perusahan itu dicabut atau tidak.
“Ya, kan ada mekanismenya. Sekarang kita menunggu surat dari lembaga DPRD,” katanya.
Pantauan Floresa.co, rapat yang dipimpin oleh DPRD Mabar Blasius Jeramun itu sempat diskors menati kehadiran Bupati Dula yang dipaksa untuk dihadirkan ke ruang sidang oleh sejumlah anggota DPRD. Setelah menunggu sekitar 15 menit, tidak ada tanda-tanda kedatangan Bupati Dula sehingga rapat dilanjutkan.
“Begini, saya telepon bupati dua kali. Masuk tetapi tidak dijawab. Telepon yang ketiga lowbat. Jadi, mari kita lanjutkan rapat”, kata Jeramun yang kembali melanjutka sidang.
Bupati Tak Berdaya
Usai menggelar pertemuan dengan DPRD, tim kementerian beraudiensi dengan Bupati Dula di kantornya. Dula berharap pendapatan asli daerah (PAD) yang bersumber dari sektor pariwisata selalu meningkat.
“Kita selalu perjuangkan agar PAD kita meningkat. Caranya dengan membuka resort. Apalagi didukung oleh peraturan menteri,” ujar saat usai audiensi itu digelar.
Namun, bupati dua periode itu mengaku tidak berdaya ketika diminta untuk mencabut rekomendasi yang ia berikan pada tahun 2015 itu. Menurutnya, keputusan untuk mencabut rekomendasi itu asalkan menteri menyetujuinya.
“Saya akan setuju penolakan itu juga sepanjang menteri kehutanan punya keputusan untuk membatalkan Permen (peraturan menteri-red) atau semua kajian dari menteri kehutanan terdahulu itu,” kata Dula.
Lebih lanjut, kata Dula, Pemkab sendiri tidak memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan dampak dari pembangunan tersebut terhadap kelestarian komodo.
“Itu mesti tanya TNK, karena mereka yang melakukan kajian atas zonasi itu,” ujarnya.
Ferdinan Ambo/Floresa