Floresa.co – Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) membuat kebijakan kontroversial.
Demi menjadikan Matim sebagai basis pemerintahan Provinsi Flores, para pegawai di daerah itu diminta menyumbangkan sejumlah dana. (Baca: Di Matim, PNS/Non PNS Diperintahkan Kumpul Dana untuk Provinsi Flores)
Di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (PPO), para pegawai berstatus PNS diminta menyumbangkan Rp 100.000 per orang. Sedangkan pegawai non PNS sebesar Rp 50.000.
Dana tersebut wajib dikumpulkan paling lambat Selasa esok, 5 Mei.
Merunut sejarahnya, ide meminta iuran untuk Provinsi Flores ini pertama kali terlontar dari mulut Wakil Bupati Matim, Andreas Agas pada 24 Maret 2015 lalu.
Waktu itu, ia mengatakan, penggalangan dana pegawai di Matim merupakan bagian dari upaya Pemda untuk menjadikan Matim sebagai ibu kota Provinsi Flores. (Baca: Pemda Matim Berambisi Jadikan Borong Ibukota Provinsi)
Saat itu Agas baru saja menghadiri peretemuan para penggagas pembentukan Provinsi Flores di Mbai, 20 Maret 2015.
Dalam pertemuan tersebut, Borong masuk nominasi calon ibu kota Provinsi Flores.
Kini, gagasan Agas itu benar-benar menjadi sebuah kebijakan.
Setidaknya, saat ini beredar sebuah surat resmi dari pimpinan Dinas PPO Matim yang memerintahkan agar pegawai di dinas itu mengumpulkan dana.
Floresa.co belum mendapat informasi terkait perintah serupa di dinas lain. Namun, menyimak penjelasan bahwa hal itu merupakan hasil kesepakatan pimpinan SKPD, perintah itu tampaknya ditujukan kepada semua pegawai di kabupaten yang dipimpin Bupati Yoseph Tote itu.
Tote – Agas Renggang
Perintah pengumpulan dana tersebut pun mematik kontroversi. Anggota DPRD Matim Mensi Anam misalnya sudah mengeluarkan pernyataan resmi menolak kebijakan tersebut.
Tak hanya itu, sumber Floresa.co di Pemda Matim membisikan, Bupati Tote sebenarnya tak sreg dengan kebijakan ini. Kebijakan tersebut memang dimotori Wakil Bupati Anderas Agas.
“Bupati marah sekali dengan Agas soal keputusan kumpul uang itu,” bisik si sumber.
Sumber itu juga menceritakan, hubungan antara Tote dan Agas akhir-akhir ini memang terasa renggang.
Pasalnya, Agas sering membuat blunder, termasuk soal iuran untuk Provinsi Flores.
Netizen Kecewa
Masyarakat penguna media sosial Facebook (netizen) pun banyak yang tak setuju dengan kebijakan mengumpulan iuran ini.
Setidaknya ini terekam dalam diskusi di grup Facebook “Suara Rakyat Manggarai Timur”.
Diskusi mengenai hal ini di grup yang sudah memiliki 6.118 anggota ini dimulai dari postingan netizen bernama Aura Sambirampas.
Ia membagikan tautan berita Floresa.co yang berisi penolakan anggota DPRD Matim Mensi Anam terhadap kebijakan pengumpulan dana ini.
Aura meminta pendapat anggota grup lain, apakah setuju atau tidak dengan kebijakan itu.
Hingga Senin petang, sudah lebih dari 50 percakapan yang menanggapi postingan Aura.
Pantauan Flores.co, mayoritas netizen menolak kebijakan tersebut.
“Sangat tidak setuju,” tulis netizen bernama J Christyan Nyama yang pertama memberi tanggapan.
Diskusi pun berkembang. Anggota lain bertanya, untuk apa dana tersebut.
“untk pa uang itu,uang suap atau uang admnistrasi.kegumaax tdk jls.bgmna dng pgwai yg uangx sdh trkmpl.sbg msyrkt kmi tdk mngtahuix tlng skirax mslh ini jngn mnjdi pnghalang trbntkx prop flores,” tulis akun bernama Telleno Muda.
Kritikan tajam pun terlonar. Menurut akun bernama Donyvan Doreosa, ini bentuk pemerasan dengan menggunakan kekuasaan.
“Ide spt ini bohong besar, Pakelah kekuasaan Anda untuk peras para investor pertambangan yg ada di sana , di situ lahan basa yang banyak duit..dn para pegawai adalah lahan kering yang harus berutang dulu di warung, sambil menunggu gajian yang tidak seberapa, dan pake tunggak lagi bayarnya,.. Mari kita lawan. Jangan biarkan ide dari para koruptor yang mencekik rakyat kecil,” tulisnya.
Ada juga netizen yang tak keberatan dengan kebijakan tersebut.
Akun Eking Julian Loge misalnya mengaku sudah mengumpulkan uang Rp 50.000.
“Sy masyrakt Matim. Sy iklas membrikanya,” demikian sebagian pernyataannya.
Namun, apa yang dikatakan akun Eking Julian Loge ini ditimpali Donyvan Doreosa.
Ia mengatakan bukan soal ikhlas atau tidak, tapi apakah pemerintah pantas meminta dana kepada pegawainya untuk kepentinan pembentukan Provinsi Flores.
“Saya harus mengatakan kpd anda adalah sala satu korban yg sagat jujur mengaku diri sudah di peras dan korban dari para elit yang mempunya tujuan politik di sana,” demikian sebagian pernyataan Donyvan Doreosa.
Wabub Agas dalam pernyataannya Maret lalu, menjelaskan, dana yang dikumpul di Matim digunakan untuk membiayai tim independen yang mengkaji kelayakan Matim sebagai ibukota provinsi.
Namun, netizen Mencyk Kas menyatakan keraguannya. “Siap tim independen yg mau dibiayai itu? Asa latang 2019 e….” tulisnya.
Sementara itu, Kornelis Rahalaka menegaskan, pengumpulan uang itu tak aka nada gunanya.
“Mari kita TOLAK propinsi flores. Wacana ini tdk ada gunanaya buat rakyat,” tulis Kornelis. (Petrus D/ ARL/Floresa)