Ruteng, Floresa.co – Gelombang aksi mahasiswa menyoroti kinerja Polres Manggarai kian meningkat sejak demonstrasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng untuk memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia pada Sabtu, 9 Desember 2017 lalu.
Apalagi, hanya selang dua hari pasca demo yang diwarnai aksi kekerasan polisi terhadap sejumlah aktivis itu, terjadi operasi tangkap tangan (OTT) di institusi tersebut.
Iptu Aldo Febrianto, yang saat itu menjabat Kasat Reskrim tertangkap tangan menerima uang sebesar Rp 50 juta yang diserahkan oleh Direktur PT Manggarai Multi Investasi (MMI), Yustinus Mahu di ruang kerjanya.
OTT tersebut kemudian disambut dengan demonstrasi lanjutan oleh PMKRI Selasa, 19 Desember. Saat itu PMKRI mendesak agar kasus Aldo diproses melalui peradilan umum dan ia ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka juga mendesak agar kasus ini ditangani Mabes Polri. Proses internal yang ditangani Propam Polda NTT saat ini, kata mereka, tidak akan bisa menuntaskan kasus ini.
BACA: Uang Rp 50 Juta di Laci Meja Kasat Reskrim Manggarai Diberi oleh PT MMI
“Karena itu kami mendesak Mabes Polri untuk mengambil alih kasus ini supaya segera ada kepastian hukum,” ujar Ketua PMKRI Ruteng, Dionisius Upartus Agat.
“Iptu Aldo jangan dilindungi tetapi harus dipecat karena telah mencoreng institusi penegak hukum,” lanjutnya.
PMKRI juga mendesak agar si pemberi uang, Yustinus Mahu, harus diproses hukum agar diketahui pasti perannya, apakah hanya sebagai korban pemerasan ataukah pelaku penyuapan.
Kerap melakukan pemerasan sebagaimana diakui berbagai kalangan, Aldo disinyalir rentan terhadap penyuapan.
Apalagi seperti diakui Yustinus Mahu, ternyata Iptu Aldo dibantu anggotanya yang bertugas di Unit Tindak Pidana Korupsi.
Keterlibatan oknum polisi penindak kasus-kasus korupsi ini tentu saja menyebabkan mandulnya penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur, yang menjadi wilayah kerja Polres Manggarai.
“Ini momentum yang tepat agar Kapolri melakukan aksi bersih-bersih di Polres Manggarai. Pecat semua oknum polisi yang berperilaku buruk dari institusi ini,” ujar aktivis PMKRI Ruteng Servas Jemorang.
Setelah PMKRI, giliran berikutnya adalah organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND).
Mereka menggelar demonstrasi di Polres Manggarai pada Kamis, 21 Desember.
Kedua organisasi ini membeberkan litani dugaan pemerasan yang melibatkan Iptu Aldo Febrianto dan anggotanya.
Mereka antara lain menyebut pemerasan terhadap penambang pasir Wae Reno yang ditahan pada Agustus lalu pasca penertiban lokasi tambang yang terletak di tepi jalan negara tersebut. Keenam penambang pasir yang ditahan kemudian dilepas setelah membayar Rp 10 juta perorang.
Barang bukti yang disita berupa delapan unit mobil dump truck pengangkut pasir dan satu unit alat berat penggali pasir pun dipinjam pakai setelah membayar uang Rp 15 juta per unit dump truck dan Rp 30 juta untuk alat berat.
“Mengapa oknum penegak hukum melakukan hal tersebut, untuk apa dan kemana uangnya? Apakah untuk memperkaya diri dengan memeras hasil jerih payah masyarakat kecil? Hal ini patut dicurigai dan diselidiki,” ujar Ketua LMND Manggarai, Marselis Jome.
Kedua organisasi tersebut mendesak Kapolri Tito Karnavian turun tangan untuk menyelamatkan institusi kepolisian dari permainan dan perilaku busuk oknum anggota.
“Tak ada gunanya institusi ini jika hanya merugikan masyarakat dan bermesraan dengan pelaku-pelaku kejahatan di daerah ini,” ujar Ketua GMNI, Martinus Abar.
Sementara itu, Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong saat berdialog dengan aktivis PMKRI pada Selasa, 19 Desember lalu mengatakan, OTT terhadap Iptu Aldo Febrianto ditangani oleh Polda NTT.
“Kasusnya ditangani oleh Propam Polda NTT. Saya tidak bisa intervensi proses itu,” ujarnya.
Ia mengapresiasi bentuk-bentuk kontrol masyarakat termasuk mahasiswa terhadap kinerja lembaga yang dipimpinnya itu.
“Saya senang kalau kalian menyampaikan pendapat untuk mengontrol kinerja kami. Bila perlu kalian melaporkan jika ada anggota saya yang tidak benar, seperti melakukan pemerasan. Laporkan ke saya,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, menurut Kabag Humas Polda NTT, Jules Abraham Abas mengatakan kasus Iptu Aldo masih ditangani oleh Polda.
Ia tidak menjelaskan lebih lanjut, proses yang sudah mereka lalui.
Aldo memang dimutasi ke Polda NTT, sehari setelah ia terjaring OTT. Setelah sempat ke Kupang, Floresa.co mendapatinya kembali ke Ruteng pada 15 Desember.
Baca: Meski Terjaring OTT, Aldo Febrianto Masih Berkeliaran
Saat diwawancara terkait perkembangan penanganan kasusnya, ia mengatakan, “Belum tahu bersalah apa nggak. Kan belum menjalani pemeriksaan.”
EYS/ARL/Floresa