Floresa.co – Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan [KSOP] Kelas III Labuan Bajo, Stephanus Risdiyanto menuding upaya kami menulis sebuah kasus kecelakaan kapal wisata di kawasan Taman Nasional Komodo sebagai pengganggu keberlangsungan pariwisata di Labuan Bajo.
Laporan kasus tersebut bisa dibaca di sini Korban Kecelakaan Kecewa Pemilik Kapal Wisata Tidak Bertanggung Jawab, Sebut KSOP Labuan Bajo Bohongi Publik.
Ia berkata kepada seorang jurnalis kami bahwa pemberitaan media membuat “tidak akan ada lagi orang yang mau datang ke Labuan Bajo.”
Ia menyampaikan hal itu saat kami mengonfirmasi pernyataannya terkait lima penumpang kapal wisata KM Budi Utama yang kecelakaan pada 22 Juni di bagian selatan Pulau Padar, kawasan Taman Nasional Komodo. Risdiyanto sebelumnya menyebut lima penumpang itu tidak masuk dalam manifes karena mereka naik kapal di tengah pelayaran.
Dua orang penumpang kapal yang menjadi korban insiden itu, yang berbicara kepada Floresa, menyebut Stephanus melakukan pembohongan publik karena faktanya mereka naik kapal itu sejak dari Pelabuhan Labuan Bajo hingga mengalami kecelakaan.
Bukannya merespons bantahan dari dua korban kecelakaan itu, Stephanus malah meminta kami agar kasus itu tidak ditulis lagi, menyebutnya sudah basi. Memberitakannya malah akan berdampak buruk bagi pariwisata Labuan Bajo, menurut Stephanus.
Kami memilih mengabaikan permintaan itu dan menganggap penting kasus ini diberitakan, karena beberapa alasan.
Pertama, kasus ini mencuat setelah ada pengakuan penumpang yang haknya diabaikan sebagai korban kecelakaan. Pemilik kapal KM Budi Utama, Inigo Montana, tidak memasukkan lima orang penumpang ke dalam manifes, yang membuat mereka tidak mendapat ganti rugi.
Pemilik kapal juga tidak merespons ketika korban meminta klarifikasi terhadap alasan nama mereka tidak ada dalam manifes. Pernyataan Risdiyanto yang mengklaim bahwa mereka memang tidak masuk manifes karena naik di tengah pelayaran, menjadi penting ditanggapi oleh korban karena bisa menjadi justifikasi bahwa mereka memang tidak berhak mendapat ganti rugi. Padahal, persoalannya ada pada pemilik kapal. Untuk alasan itulah, kami menanyakan reaksinya terhadap bantahan korban.
Kedua, ini merupakan kasus kecelakaan kapal yang kesekian kalinya di perairan Labuan Bajo. Dalam catatan Floresa, pada tahun 2023 terjadi delapan kecelakaan kapal wisata yang menyebabkan wisatawan domestik dan mancanegara mengalami cedera hingga ada yang meninggal. Rentetan kasus kecelakaan juga masih berlangsung hingga tahun ini. Dalam catatan kami sudah terjadi empat kasus kecelakaan.
Pemicu kecelakaan tidak semuanya karena faktor alam. Dalam beberapa kasus, kapal-kapal yang kecelakaan diketahui melanggar aturan. Kapal wisata KM King Fisher De Seraya yang mati mesin di perairan Labuan Bajo pada 1 Januari 2023 misalnya tidak mengantongi izin berlayar dari KSOP. Hal serupa juga terjadi dengan kapal wisata Carpe Diem yang terbakar di perairan antara Pulau Siba dan Pulau Mawan pada 4 Februari 2024 misalnya tidak mengantongi izin berlayar.
Usai rentetan kasus ini, tampak tidak ada pembenahan serius dari otoritas seperti KSOP, sehingga praktik pelanggaran seperti yang terjadi dengan KM Budi Utama berulang.
Ketiga, menulis kasus ini adalah bagian dari upaya kami untuk mendorong perbaikan tata kelola pariwisata Labuan Bajo, termasuk oleh KSOP demi menjamin keselamatan wisatawan. Kami telah berulang kali menulis kasus seperti ini, dengan menyoroti tata kelola yang amburadul. Sejumlah wisatawan telah melayangkan protes terhadap akuntabilitas penanganan kasus kecelakaan, termasuk wisatawan mancanegara.
Stephanus dan pihak KSOP seharusnya bertanggung jawab dalam berbagai insiden yang sudah terjadi. Menganggap kasus kecelakaan yang belum lewat sebulan sebagai basi setidaknya menunjukkan kecenderungan KSOP untuk tidak mengevaluasi diri dan belajar dari kesalahan.
Alih-alih melakukan pembenahan, sayangnya KSOP malah mempersalahkan pemberitaan yang membuka keamburadulan tata kelola pariwisata di destinasi yang disebut super premium itu.
Langkah memberi sanksi kepada KM Budi Utama memang sudah tepat agar memberi efek jera. Namun yang jauh lebih penting adalah pembenahan, mengevaluasi diri; apa yang salah dengan tata kelola?
Mengingat Stephanus Risdiyanto berkata kepada jurnalis kami bahwa “kalau media terus menerus memberitakan tentang kapal tenggelam, mau jadi apa pariwisata kita ini” ini tanggapan kami: “Kalau KSOP Labuan Bajo masih saja seperti saat ini, mau jadi apa pariwisata Labuan Bajo.”