Floresa.co – Dalam beberapa waktu terakhir, kami menjadi sasaran serangan disinformasi oleh akun Facebook dengan nama “Reba Pitak.”
Kami antara lain dituding mendapat sokongan dana dari Walhi NTT untuk pelatihan jurnalistik. Jumlahnya tak tanggung-tanggung: 250.000 dolar Amerika Serikat, setara Rp4,1 miliar.
Pelatihan itu disebut digelar bersama Victory News, media berbasis di Kupang yang berafiliasi dengan eks Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.
Ini tentu hoaks. Selain bahwa kami tidak memiliki dana segitu, apalagi hanya dari program pelatihan jurnalistik, juga tidak pernah bekerja sama dengan Walhi NTT dan Victory News.
Terbaru, akun itu menuding kami mendapat dana dari EJN, tampaknya merujuk pada Earth Journalism Network, untuk menulis buruk soal geotermal.
EJN merupakan jaringan jurnalis lingkungan global berbasis di Washington, D.C., Amerika Serikat yang biasa menyalurkan dukungan dana, termasuk beasiswa liputan, bagi media dan jurnalis sedunia.
Benar, bahwa kami pernah mendapat hibah liputan (story grant) dari EJN, tapi itu tidak terkait geotermal. Liputan kami adalah soal petani kopi di Colol dan satwa komodo di Riung, Ngada.
Kami menduga bahwa serangan akun itu terkait posisi kami yang konsisten menulis secara kritis soal proyek geotermal Poco Leok dan menolak bekerja sama dengan PT PLN yang mengerjakan proyek itu.
Utusan korporasi pelat merah itu pernah menemui kami dan menawarkan kerja sama pemberitaan. Namun, kami menolaknya karena bertentangan dengan prinsip dan kebijakan editorial kami.
Mengapa kami mengambil sikap kritis pada proyek-proyek pembangunan, termasuk proyek geotermal di Poco Leok?
Kami tidak sedang menentang segala bentuk agenda pembangunan. Kami tidak sedang menyatakan bahwa geotermal pada prinsipnya semuanya buruk, lalu melawan agenda transisi energi yang digalakkan pemerintah di tengah krisis iklim.
Yang sedang kami lakukan adalah menguji setiap klaim-entah dari pemerintah, korporasi maupun akademisi-bahwa sumber energi ini benar-benar aman dan karena itu harus diterima begitu saja, tidak perlu lagi sikap kritis.
Bagi kami, klaim-klaim demikian tetap perlu dievaluasi, dipertanyakan, didiskusikan, sembari terus menghargai suara-suara warga terdampak tentang argumen mereka menolak proyek ini.
Mereka perlu ikut dalam diskursus publik tentang kebijakan yang menyangkut hidup mereka. Dengan demikian, mereka punya posisi tawar yang kuat dalam memperjuangkan hak mereka, dalam menentukan apa yang terbaik bagi mereka.
Dengan pilihan ini, bagi kami, media sedang menjalankan mandatnya melayani kepentingan publik sekaligus mendorong demokratisasi dan pembangunan berkeadilan, yang juga menjadi nada dasar sikap kami.
Media tidak bisa hanya mengutip siaran pers dari mereka yang punya kuasa, entah pemerintah atau korporasi, lalu menutup mata pada fakta di lapangan.
Fakta-fakta itu adalah tentang mereka yang sedang resah, cemas, takut kehilangan tanah. Mereka yang tidak hanya melihat tanah sebagai alat produksi, tapi punya makna penting yang membentuk identitas, budaya dan sejarah mereka.
Ini bukan sekadar soal pro dan kontra dengan geotermal, tapi soal akal sehat dan nurani yang perlu dipakai dengan benar, tidak membiarkannya dimanipulasi hanya atas dasar kerja sama pemberitaan, lalu menggadaikan semuanya, termasuk integritas dan harga diri.
Kami sedang berupaya mendorong agar hak semua pihak mendapat tempat untuk dihargai, dihormati, tidak diinjak-injak dan dibungkam.
Hanya dengan cara itu pula, bagi kami, media masih bisa dianggap sebagai pilar demokrasi. Demokrasi menuntut adanya evaluasi, kritik dan kontrol pada mereka yang berkuasa, pada mereka yang punya modal, yang punya segala macam infrastruktur untuk menyalahgunakan dan memaksakan kehendak.
Penyalahgunaan kekuasaan itu akan berjalan mulus jika semua pihak, termasuk media, hanya bisa manggut, tanpa tahu sikap apa yang seharusnya diambil.
Media tidak pernah dan memang tidak akan pernah netral. Mereka yang mengklaim netral atau memaksa media untuk bersikap netral sebetulnya tidaklah netral. Mereka sesungguhnya sedang berdiri bersama, satu gerbong, dengan mereka yang punya kuasa.
Akun Reba Pitak, yang memilih bersembunyi di balik akun palsu sedang melancarkan agenda mendelegitimasi kami, yang kami anggap bagian dari strategi busuk meloloskan proyek yang didanai bank internasional ini.
Kami tidak anti kritik dan menghormati kebebasan berekspresi dan berpendapat. Namun, cara-caranya perlu dilakukan secara elegan, bermartabat, berbasis data, tidak dengan manipulasi informasi.
Serangan akun anonim dengan fitnah seperti itu tidak hanya ancaman serius terhadap kami, tetapi juga pada akal sehat kita semua karena mengandaikan bahwa kita kehilangan daya kritis dan menelannya mentah-mentah.
Kami mengajak Anda semua, para pembaca kami, untuk sama-sama berdiri menjaga jurnalisme, menjaga keadaban dan menjaga komitmen untuk merawat solidaritas.
Anda bisa mengkritik kami untuk terus berkembang. Namun, Anda juga bisa mendukung kami secara finansial untuk terus bertahan dan berbuat lebih banyak.
Silakan klik di sini (dukung kami) yang akan membawa Anda pada informasi beberapa opsi menyalurkan bantuan. Kami menggalang dukungan publik sebagai bagian dari cara untuk terus mempertahankan independensi.
Selain itu, hasil laporan kami tidak lahir dari proses yang instan, tapi dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor, sembari terus merawat komitmen merawat jurnalisme yang melayani kepentingan publik.