ReportaseMendalamBebas Usai Dapat Status Cuti Bersyarat, Warga Sikka yang Dibui karena Konflik dengan Korporasi Gereja Katolik Disambut Ritual Pembersihan Diri

Bebas Usai Dapat Status Cuti Bersyarat, Warga Sikka yang Dibui karena Konflik dengan Korporasi Gereja Katolik Disambut Ritual Pembersihan Diri

Mereka divonis penjara 10 bulan pada Maret karena merusak plang korporasi milik Keuskupan Maumere

Floresa.co – Setelah mendekam di balik jeruji besi selama delapan bulan, enam dari delapan warga di Nangahale, Kabupaten Sikka yang terlibat konflik dengan korporasi milik Gereja Katolik bebas pada 2 Juni.

Pembebasan itu terjadi delapan bulan usai mereka ditahan sebagai tersangka pada Oktober tahun lalu dan dua bulan lebih usai mereka divonis penjara pada Maret.

Enam dari delapan orang yang dibebaskan adalah Germanus Gedo, Tomas Tobi, Nikolaus Susar, Magdalena Martha, Yosep Joni dan Bernadus Badu. 

Sementara dua lainnya, Maria Magdalena Leny dan Yohanes Woga masih mendekam di Rutan Kelas II B Maumere.

Keenam warga itu mendapat surat pembebasan dari Kepala Rutan Maumere, Wachid Kurniawan Budi Santoso.

Dari salinan surat yang diperoleh Floresa, isinya berbeda-beda untuk setiap warga.

Namun, semuanya merujuk pada Surat Keputusan (SK) Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor PAS-874. PK.05.03 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 21 Mei 2025. 

Dalam Surat Keputusan itu dijelaskan bahwa narapidana yang mendapat status cuti bersyarat adalah “mereka yang telah mengikuti program pembinaan dengan baik.” 

Mereka kemudian diserahkan kepada Kepala Balai Pemasyarakatan untuk bimbingan dan pengawasan.

Empat dari enam warga Nangahale yang dibebaskan dari di Rutan Kelas II B Maumere pada 2 Juni berpose bersama di halaman rumah kuasa hukum mereka, Yohanes Antonius Bala. Mereka adalah Nikolaus Susar, Magdalena Martha, Germanus Gedo dan Tobias Tobi. (Dokumentasi Floresa)

Ignasius Soge, warga yang menjemput keenamnya, berkata, ada “alasan administratif yang masih dalam proses,” sehingga dua lainnya belum bisa bebas, merujuk pada Maria Magdalena Leny dan Yohanes Woga.

Ia tidak menjelaskan secara rinci alasan administratif itu.

“Kami berharap mereka juga akan segera bebas,” katanya.

Kedelapan warga itu dipenjara karena merusak plang PT Krisrama, korporasi milik Keuskupan Maumere pada Juli tahun lalu. Romo Yan Faroka, direktur pelaksana perusahaan itu melapor mereka ke Polres Sikka. Pengadilan Negeri Maumere memvonis mereka 10 bulan penjara pada 17 Maret.

Jika dihitung dengan masa tahanan, seharusnya mereka bebas pada Agustus mendatang.

Disambut Ritual Adat

Kabar pembebasan ini disambut antusias sesama warga di Nangahale.

Sekitar pukul 10.00 Wita, Ignasius Soge bersama empat warga lainnya tiba di Rutan Maumere untuk menjemput keenam warga.

Ignasius berkata, informasi pembebasan itu memang muncul tiba-tiba, karena pada Selasa pekan lalu dia sempat ke rutan dan tidak mendapat kabar soal ini.

Kabar itu tersiar cepat. Antonius Toni, warga lainnya, berkata, “kami juga terkejut mendapat informasi dari Bapak Soge.”

Sementara Ignasius menjemput keenamnya, Antonius bersama puluhan warga lainnya bergerak menuju rumah kuasa hukum merek, Antonius John Bala. 

Sekitar  pukul 13.00, warga bersama-sama bergerak ke Wairhek. Di salah satu titik lahan konflik di Nangahale itu, mereka mempersiapkan Weting Wera, ritual simbol pembersihan keenam warga sebelum kembali ke tengah komunitas mereka.

Saat keenam warga mereka tiba di Wairhek, mereka dibasuh dengan air, simbol mereka melepaskan segala beban dan siap untuk memulai kehidupan baru.

“Ini adalah simbol untuk membersihkan mereka, memberi kekuatan baru agar mereka bisa kembali ke masyarakat dengan jiwa yang bersih,” kata Antonius.

Warga Nangahale dari Suku Soge Natarmage sedang mengikuti upacara Weting Wera. (Dokumentasi Floresa)

Anastasya, salah seorang warga yang ikut dalam ritual itu berkata, “kami menyambut mereka dengan penuh sukacita.”

“Ini adalah kebahagiaan terbesar bagi kami,” katanya.

Selain ritual Weting Wera, warga Nangahale juga akan menggelar upacara La Tali Lesok Taga, yang lebih dikenal dengan pelepasan ikatan tali.

Tali merujuk pada segala beban yang masih membebelenggu, menghalangi mereka untuk kembali ke masyarakat dengan hati yang bebas.

Namun upacara itu, kata Antonius Toni, menanti pembebasan semua warga, termasuk Maria Magdalena Leny dan Yohanes Woga.

Kata Mereka yang Dibebaskan

Kepada Floresa, Germanus Gedo mengaku dipanggil Kepala Rutan sekitar jam 11.00 Wita.

Setelah diberitahu bebas, ia mengaku merasa lega meskipun sedikit cemas dengan kehidupan baru yang akan dijalaninya. 

“Saya tidak bisa berkata-kata. Setelah sekian lama, akhirnya saya bebas juga,” katanya.

Sementara Tomas Tobi berkata, ia “senang karena akhirnya bisa bebas.”

“Saya akan terus berjuang. Ini bukan akhir, ini adalah awal yang baru,” katanya.

Tobias Tobi, salah satu warga yang dibebaskan dari Rutan Kelas II B Maumere saat bertemu ibunya. (Dokumentasi Floresa)

Ia menyatakan, berjuang demi lahan Nangahale hingga diseret ke bui adalah “bukti konsistensi.”

Nikolaus Susar mengenang momen-momen selama dipenjara. 

“Saya bertugas siram bunga. Saya merasa itu memberi saya ketenangan,” katanya, menambahkan bahwa ia fokus pada pembinaan diri selama di penjara.

Sementara Magdalena Martha berkata, “sekarang saya ingin kembali ke keluarga dan berada bersama orang-orang yang saya cintai.”

Ia lega karena kini sudah bisa mengunjungi makam ibunya yang meninggal saat proses persidangan, membuatnya tidak bisa melayat. 

Konflik Berdekade

Warga Nangahale dari Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut-Tana Ai telah terlibat dalam konflik berdekade dengan PT Krisrama.

Hal ini bermula dari pengambilalihan paksa lahan mereka oleh sebuah perusahaan Belanda pada masa kolonial. 

Lahan seluas 868.730 hektare itu lalu beralih ke Keuskupan Agung Ende melalui PT. Perkebunan Kelapa Diag untuk masa kontrak selama 25 tahun hingga 2013.

Keuskupan Maumere mulai menguasainya setelah keuskupan itu didirikan pada 2005, yang lalu membentuk PT Krisrama.

Upaya warga mengklaim kembali lahan itu dimulai pada 2014. Namun, di tengah konflik dan pendudukan oleh warga, PT Krisrama kembali mengantongi perpanjangan izin HGU pada 2023.

Dari total luas lahan 868,703 hektare, 325 hektare yang diberi hak oleh negara untuk dikelola PT Krisrama. Sisanya, 543 hektare dikembalikan kepada negara, yang sebagiannya untuk warga adat.

Sengketa terus berlanjut karena wilayah HGU PT Krisrama mencakup lahan yang sudah ditempati warga adat sejak 2014, sementara lahan seluas 543 hektare disebut bagian yang tidak produktif dan ditelantarkan sejak dikelola oleh PT Diag.

Di tengah saling klaim dan pelaporan terhadap warga, korporasi itu melakukan beragam upaya penguasaan, termasuk penggusuran yang disebut “pembersihan” pada 22 Januari, di mana 120 rumah warga dan tanaman mereka hancur dan rusak.

Dua warga duduk menatap rumah mereka yang dirobohkan oleh PT Krisrama, perusahaan milik Keuskupan Maumere di Sikka pada 22 Januari 2025. (Dokumentasi Floresa)

Korporasi itu juga sempat merencanakan mobilisasi umat dari berbagai paroki di Keuskupan Maumere untuk menguasai lahan Nangahale pada 18 2025 Maret, namun gagal.

Upaya warga merusak plang PT Krisrama pada Juli tahun lalu, menurut warga, didahului oleh perusakan tanaman mereka oleh perusahaan. 

Mereka sempat melapor hal itu ke polisi, namun tidak dilanjuti, berbeda dengan laporan PT Krisrama yang berujung pemenjaraan mereka.

Sementara ada yang sudah bebas, kini belasan warga lainnya menghadapi proses hukum setelah dua pastor pimpinan PT Krisrama melapor mereka ke Polda NTT dengan tudingan penyerobotan lahan dan ancaman pembunuhan.

Sejumlah kelompok advokasi menganggap langkah PT Krisrama sebagai bagian dari rangkain upaya kriminalisasi untuk menaklukkan perlawanan warga.

Editor: Ryan Dagur

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA