Alasan Pemprov NTT Tak Urus Aset Tanah di Pantai Pede, Labuan Bajo; Sedang Tersandung Masalah Hukum

Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Pemprov NTT beralasan tanah seluas 31.670 meter persegi itu saat ini masih disita Kejaksaan Tinggi NTT

Floresa.co – Pemerintah Provinsi  (Pemprov) Nusa Tenggara Timur menyampaikan belum bisa mengoptimalkan pengelolaan aset tanah di Pantai Pede, Labuan Bajo, termasuk membangun fasilitas seperti toilet karena masih tersandung masalah hukum, baik perdata maupun pidana.

“Memang sudah ada putusan perdatanya yang inkrah, tetapi pidananya kami masih menunggu putusannya,” kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Alex Lumba, kepada Floresa.

Bila sudah ada putusan atas kasus itu, kata Alex di Labuan Bajo pada 17 Juli, maka pemerintah akan mulai optimalkan pengelolaan tanah seluas 31.670 meter persegi tersebut.

Meski belum mengungkapkannya, Alex mengaku Pemprov NTT sudah memiliki konsep untuk memanfaatkan aset tersebut agar bisa mendatangkan pemasukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kita berusaha dalam waktu dekat menyelesaikannya (proses hukum) sehingga ada pemasukan dari Pantai Pede,” tambahnya. 

Ditanya Floresa, apakah dalam pengelolaannya juga melibatkan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Alex berkata, sejauh ini belum memutuskan hal itu.

“Karena kita tahu belum clear dan clean (masalah hukum), sehingga walaupun ada pikiran ke situ (dikelola oleh Pemkab Manggarai Barat) pasti kita koordinasi untuk sama-sama duduk dan bicara,” katanya.  

Sebelumnya, Floresa melaporkan aset itu tak terurus, meski banyak wisatawan lokal yang berwisata di salah satu spot wisata dalam kota Labuan Bajo itu. 

Bahkan, fasilitas dasar seperti toilet yang layak tidak tersedia.

Alex berkata, “toilet belum bisa dibangun karena ada plang sita” dari kejaksaan.

“Kita tidak bisa melampaui kewenangan dari pihak kejaksaan. Sepanjang plang itu belum dicabut kejaksaan, kami belum bisa bangun sesuatu,” katanya.

Plang yang dipasang Kejaksaan Tinggi NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo. (Dokumentasi Floresa)

Pada 2012, saat NTT dipimpin Gubernur Frans Lebu Raya, pengelolaan aset  itu diserahkan kepada PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) dengan mekanisme kerja sama Bangun Guna Serah (BGS) selama 25 tahun.

Kebijakan tersebut menuai penolakan dari sejumlah elemen masyarakat yang menuntut agar aset itu tidak diprivatisasi, tetapi tetap menjadi kawasan yang bebas diakses masyarakat.

Setelah sempat menguasai aset itu sejak 2014 dan membangun Hotel Plago, pada April 2020 PT SIM hengkang.

Hal itu terjadi usai Pemerintah Provinsi NTT saat dipimpin Gubernur Viktor Laiskodat menghentikan kerja sama karena perusahaan itu tidak memenuhi kewajibannya membayar biaya sewa lahan senilai Rp250 juta.

Mencium adanya aroma korupsi, pada 2023, Kejaksaan Tinggi NTT mengusut kerja sama antara Pemprov NTT dengan PT SIM. Dalam penyidikan, kejaksaan menyita aset itu.

Kejaksaan juga menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Thelma Debora Sonya Bana, Bahasili Papan, Lydia Chrisanty Sunaryo, dan Heri Pranyoto.

Thelma Debora Sonya Bana adalah Kepala Bidang Aset pada Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT pada 2011-2014. Ia merupakan Ketua Tim Seleksi Penyedia Jasa Mitra Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2012.

Sementara Bahasil Papan adalah Komisaris PT Agro Tekno Nusantara (PT ATN). 

Menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum, PT ATN merupakan pemegang saham PT SIM. Bahasil Papan, yang lahir di Jakarta pada 4 Oktober 1962 juga merupakan Komisaris PT Sarana Wisata Internusa (PT SWI) yang mengelola Hotel Plago, yang selesai dibangun pada 2018.

Sementara, Lydia Chrisanty Sunaryo dan Heri Pranyoto adalah Direktur PT SIM.

Keempatnya divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Kupang pada 3 April 2024. 

Atas putusan bebas itu, Kejaksaan Tinggi NTT mengajukan kasasi. Hingga kini, proses kasasi itu masih berlangsung di Mahkamah Agung.

Editor: Petrus Dabu

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA