Kolom ini, disediakan khusus oleh Floresa.co untuk tempat berbagi pengalaman, cerita-cerita bagi anak muda, putera-puteri asal NTT . Isinya tak seserius dengan tulisan-tulisan lain yang dipublikasi Floresa.co. Di sini, kami membagi tulisan-tulisan santai, yang ringan untuk dicerna. Jika Anda tertarik menulis di sini, silahkan kirim artikel ke redaksi.floresa@gmail.com
Modernisasi yang tidak disikapi secara kritis, menggiring orang untuk menjauhkan apapupun yang bersifat tradisional, lalu menerima begitu saja apapun yang baru, yang biasanya datang dari luar sebuah komunitas.
Kondisi ini menyata dalam kehidupan masyarakat kita saat ini. Warisan-warisan budaya lokal, yang amat dijunjung tinggi di masa lalu, sekarang sepi peminat, lalu ditinggalkan. Hadirnya budaya pop, misalnya, membuat orang spontan menganggap yang tradisional sebagai produk usang sejarah, yang tak layak untuk dijaga. Ini bukan sekedar tantangan di Indonesia, tetapi juga di banyak tempat di belahan dunia.
Di Kupang, sebuah komunitas anak muda, menyadari ini sebagai persoalan. Hilangnya minat melestarikan budaya mereka jawab dengan berbagai upaya membuat warisan budaya itu hidup kembali.
Igo Halimaking, mahasiswa asal Desa Todanara, Kecalamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata membagi sharingnya lewat kolom ini.
Berikut penuturan Ketua OKP Angkatan Mudah Mahasiswa Pelajar Asal Ile Ape-Kupang (AMMAPAI) ini.
Negara kita kaya akan kekayaan seni dan budaya budaya, mulai dari tarian, musik, adat, bahasa, dan lain sebagainya.
Bangsa kita juga memiliki kurang lebih 742 bahasa daerah, 33 pakaian adat dan ratusan tarian adat.
Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang harus kita syukuri dan lestarikan. Dengan keanekaragaman kebudayaannya, Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan negara lainnya.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga memiliki jenis tari yang khas atau tarian tradisional seperti Tari Caci dari Manggarai, tari bidu yang sangat populer di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Tari Cerana yang sangat populer di kalangan masyarakat Kota Kupang dan sekitarnya, Tari Kebalai dari Masyarakat Adat Rote, Tari Likurai dari daerah Belu.
Selain itu ada Tari Padoa dari etnis Sabu, Tari Kandingangu, Tari Kobukangu, Tari Ninggu, Tari Renjawangan, Tari Renja Hutu, Tari Renja Rimbangu, Tari Renja Patungu, Tari Renja Muara, Tari Renja Lugu,Tari Harama dan Tari Parina dari masyarakat adat Sumba Timur, Tari Kataga, Tari Woleka dari Kabupaten Sumba Barat, Tari Leke, Bebing, Toja Ngalu Sau, Toja Waniwoge dan Opak, Tarian Ledek, Togo, Sadu, Cekekua dan Togopou dari Kabupaten Sikka, Tari Atanua dan Wenggu, Tari Gawi, Tari Mursi, Tari Waewali dari Kabupaten Ende, Tari Toda Gu dari Kabupaten Ngada, Tari Hedung, Tari Dani Dana, Tari Lili dan Tari Dolo-Dolo yang sangat populer di masyarakat Flores Timur dan Lembata.
Meski NTT memiliki kekayaan warisan seni di atas, namun saat ini, mayoritas orang sudah mulai mengabaikan bahkan melupakan itu semua.
Tak sedikit anak muda yang malah lebih senang menarikan tarian modern dari pada tarian tradisional. Dari waktu kewaktu, tarian tradisional sudah mulai tertutupi oleh adanya tarian modern meki tentu saja tidak semua tarian tradisional kini sudah tidak dilirik lagi.
Melihat fenomena ini, timbul kesadaran kami anak – anak muda yang tergabung dalam organisasi kepemudaan Angkatan Muda Mahasiswa Pelajar Asal Ile Ape (AMMAPAI) – Kupang untuk menjaga tarian daerah.
Dalam kegiatan organisasi kami melatih tarian daerah yang berasal dari Lembata seperti Tari Hedung, Tari Dani Dana, Tari Lili dan Tari Dolo-Dolo.
Tarian–tarian ini biasa kami pentaskan dalam setiap acara kenegaraan, pesta pernikahan maupun kegiatan–kegiatan lainnya di kota Kupang. Kegiatan ini kami lakukan dengan suatu kesadaran bahwa, kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan kebudayaan kita yang melimpah ruah ini.
Sudah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia khususnya pelajar dan mahasiswa untuk mengembangkan dan melestarikan kembali tarian tradisional yang sudah mulai tertutupi oleh tarian modern, karena bagaimanapun itu adalah hasil cipta karya bangsa kita.
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai generasi penerus bangsa untuk melestarikan budaya kita sendiri.
Kita harus bangga dan menunjukkan keanekaragaman budaya yang kita miliki dengan secepatnya mengenalkan budaya kita yang luar biasa kepada dunia. Jangan sampai terjadi lagi perkara budaya kita diklaim oleh negara lain.