JPIC-SVD Ende menguraikan sejumlah praktik manipulatif, termasuk langkah perusahaan yang diduga melibatkan tentara untuk menekan tokoh adat agar menghibahkan tanah
Epy Rimo, imam Katolik yang juga direktur korporasi milik Keuskupan Maumere mengklaim sudah sejak lama merencanakan ‘pembersihan’ lahan yang hendak dikembangkan untuk usaha perkebunan kelapa
Tanpa perubahan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia dan lingkungan sebagai subjek, narasi energi bersih di Flores sekadar pertarungan politik dagang, memperluas komodifikasi sumber daya alam dan menjamin jalur distribusi hasil ekstraksi untuk kepentingan pasar global
Kita perlu mengidentifikasi aspek budaya dan struktural yang membenarkan tindak kekerasan terhadap perempuan, lalu bersama-sama berupaya memperbaikinya - menuju dunia yang memperlakukan laki-laki dan perempuan secara setara
Sejumlah kasus pelecehan seksual terungkap di Flores dalam beberapa tahun terakhir, dengan pelaku orang-orang terdekat korban. Di Unika St. Paulus Ruteng sudah muncul mahasiswa yang berani melapor
Tidak ada senja kala untuk kolonialisme dan rasisme. Keduanya masih dipraktikkan hingga kini, termasuk lewat model pembangunan yang mendiskriminasi warga lokal
Tak hanya mengkritik pembesar, novel ini menghidupkan “dulce et utile,” istilah untuk menggambarkan karya sastra yang tidak saja menghibur tetapi juga memberi manfaat bagi pembacanya
Floresa.co – Warga Poco Leok di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur yang menolak proyek geothermal Pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5-6 mengadakan aksi protes di Ruteng pada Rabu, 9 Agustus.
Aksi tersebut adalah salah satu dari beragam cara yang mereka lakukan untuk menyatakan penolakan di tengah gencarnya upaya pemerintah dan perusahaan negara PT PLN meloloskan proyek tersebut.
Sebelumnya, warga menulis surat kepada Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit, pihak Badan Pertanahan [ATR/BPN], juga Bank Jerman Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) sebagai pendana proyek, menyatakan sikap penolakan.
Mereka juga beberapa kali menghadang petugas pemerintah dan perusahaan yang dikawal ketat aparat keamanan di beberapa lokasi pengeboran [Wellpad], termasuk menghadang Bupati Nabit dalam kunjungannya ke Poco Leok, 27 Februari.
Aksi unjuk rasa ini diikuti oleh sekitar 200 warga, perempuan, laki-laki maupun kaum muda, dari 10 kampung adat [Gendang] yang masuk wilayah Poco Leok. Dari titik kumpul di samping Gereja Katedral Santa Maria Assumpta, warga berjalan kaki menuju Kantor DPRD, lalu Kantor Bupati Manggarai.
Mereka kemudian mengadakan pertemuan dengan Wakil Bupati Heribertus Ngabut.
Floresa mendokumentasikan rangkaian aksi tersebut dalam foto-foto berikut.
Ibu-ibu dari Poco Leok berada di barisan terdepan aksi, membentangkan spanduk tuntutan, menyanyikan yel-yel dan lagu-lagu. (Dokumentasi Floresa)Warga membawa baliho bertuliskan tuntutan-tuntutan aksi, di antaranya menuntut Bank KfW untuk menghentikan pendanaan proyek geothermal dan mencabut SK Bupati Manggarai terkait penetapan lokasi proyek. (Dokumentasi Floresa)Massa bernegosiasi dengan polisi di depan gedung DPRD Manggarai, menuntut pimpinan dan anggota dewan menemui mereka. (Dokumentasi Floresa)Para ibu mengepalkan tangan dan meneriakkan “Tolak Geothermal” ketika berjalan kaki di samping Gereja Katedral St. Yosef atau Gereja Katedral Lama Ruteng. (Dokumentasi Floresa)Warga mengangkat tulisan “Hentikan Seluruh Aktivitas PT PLN UIP Nusra, Aparat Keamanan, dan Pemerintah Daerah-Pusat di Poco Leok.” (Dokumentasi Floresa)
Mengenakan pakaian adat Manggarai, warga berjalan kaki sambil berorasi.” (Dokumentasi Floresa)Warga mengangkat spanduk-spanduk tuntutan di depan gerbang gedung DPRD Manggarai yang dijaga ketat aparat keamanan. (Dokumentasi Floresa)Mikael Janggut dari Kampung Adat Mori, Poco Leok sedang berorasi di depan Kantor DPRD Manggarai. (Dokumentasi Floresa)Petrus Jehaput, dari Kampung Adat Mocok mengangkat spanduk tuntutan kepada Bank Jerman KfW. (Dokumentasi Floresa)Maria Suryanti Jun, asal kampung Mocok, sedang berorasi di atas mobil komando saat massa bergerak menuju Kantor Bupati Manggarai. (Dokumentasi Floresa)Ibu-ibu Poco Leok menggelar hasil bumi di depan kantor bupati. (Dokumentasi Floresa)Aparat keamanan menjaga ketat gerbang Kantor Bupati Manggarai. (Dokumentasi Floresa)
Warga menggelar aksi di depan gerbang kantor bupati yang dijaga ketat aparat keamanan, menuntut Bupati Herybertus GL Nabit menemui mereka. (Dokumentasi Floresa)Warga beraudiensi dengan Wakil Bupati Heribertus Ngabut dan Sekretaris Daerah Fansialdus Jahang. Ngabut berjanji meminta penghentian sementara aktivitas di Poco Leok. (Dokumentasi Floresa)