Perangi Pungli, BPN Bentuk Saber Mafia Tanah

Jakarta, Floresa.co – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menunjukkan keseriusan dalam memerangi pungutan liar alias pungli. Menteri ATR/ Kepala BPN, Sofyan A Djalil menyatakan segera membentuk satuan kerja Saber Mafia Tanah (Sapu Bersih Mafia Tanah) agar kepastian hukum atas kepemilikan tanah semakin terjamin.

“Untuk menjamin kepastian hukum, kita harus perangi mafia tanah yang sudah merajalela,” ujar Sofyan dalam Konferensi Pers dua tahun pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta, Jumat (21/10).

Seperti yang dilansir Hukumonline.com, Jumat, (21/10/2016), lebih lanjut Sofyan menjelaskan bahwa pembentukan tim Saber Mafia Tanah sekaligus merespon instruksi Presiden Joko Widodo tentang Satuan tugas khusus untuk menangani masalah pungli atau Saber Pungli. Bedanya dengan Saber Pungli, Saber Mafia Tanah khusus  bergerak mengawasi masalah pertanahan.

Salah satu upaya pencegahan sengketa tanah adalah dengan melakukan percepatan sertifikasi tanah. Sofyan menuturkan, Kementerian ATR/BPN akan terus melakukan percepatan sertifikasi dengan target 5 juta bidang tanah di tahun 2017 dan 7 juta bidang tanah di tahun 2018 sehingga diharapkan pada tahun 2025 seluruh tanah di Indonesia paling sedikit sudah terdaftar, sehingga diketahui luas, pemilik serta status tanahnya.

“Kami sudah bikin task force untuk mencegah dan mengejar mafia tanah. Ini segera kita atasi karena kepastian hukum sangat penting untuk kenyamanan investasi,” tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berpesan agar pejabat serta petugas pada Kementerian ATR/BPN tidak bermain pungli. Ia mengatakan bahwa mulai saat ini dirinya akan memantau, mengontrol, dan mengecek tiap kantor BPN dengan caranya sendiri. Sehingga Jokowi menegaskan kembali peringatannya agar Kementerian ATR/BPN berhati-hati kalau dirinya sudah menyampaikan peringatan itu. Jangan ada yang berani coba-coba.

“Jangan lagi ada yang berbelit-belit, yang gampang dimudahkan, yang mudah dicepetkan. Jangan diruwet-ruwetkan, apalagi minta pungli, hati-hati,” kata Jokowi, Senin (10/10) yang lalu.

Tak cuma Presiden, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah meminta Kementerian ATR/BPN untuk memberantas calo tanah. Permintaan itu langsung disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, pada Jumat (23/9) yang lalu.

Kata Laode, KPK mendukung apa yang dikerjakan Menteri ATR/BPN bersama KPK untuk menghilangkan calo tanah terlebih yang melibatkan orang dalam BPN. Laode menyampaikan hal itu setelah bertemu dengan Sofyan di kantornya.

“Pak Menteri dan KPK sedang melakukan kajian, salah satunya sudah dimulai sejak 5 tahun lalu, satu tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan di ATR dan BPN termasuk misalnya HGU (Hak Guna Usaha) termasuk peningkatan hal-hal yang berhubungan dengan pengurusan sertifikat orang per orang yang berhubungan pencatatan kekayaan negara yang dikelola oleh kementerian APR dan BPN,” ujar Laode.

Tugas Berat

Kementerian ATR/BPN mendapat tugas berat program Reforma Agraria 9 juta hektar sebagaimana tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2016. Momentum dua tahun pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla yang tahun 20 Oktober 2016 kemarin, Kementerian ATR/BPN sepanjang 2015-2016 telah memperoleh luasan 0,66 juta hektar atau 2,2 juta bidang.

“Percepatan akan terus digalakan bahkan tahun 2017, target sertifikasi meningkat 5 kali lipat hingga minimal 5 juta bidang tanah,” kata Sofyan.

Beberapa program capaian lainnya yang telah terlaksana antara lain Program legalisasi asset melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) yang tahun 2015 mencapai 912.641 bidang tanah dan tahun 2016 target realisasi Prona meningkat menjadi 1.064.151 bidang tanah. Selain itu, sepanjang 2015 sebanyak 107.150 bidang tanah telah diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk digunakan sebagai tanah pertanian.

Tahun 2016 angka ini meningkat menjadi 175.000 bidang tanah atau sekitar 123.280 hektar di seluruh Indonesia. Tidak hanya selesai hingga penyerahan sertifikat, program redistribusi tanah reforma agraria dilanjutkan pada program akses reform untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Lalu, capaian kontribusi Kementerian ATR/BPN juga terlihat pada besaran perolehan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi pemindahan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi sumber pemasukan penerimaan Negara.

Pada tahun 2015 PPh yang dihasilkan Kementerian ATR/BPN mencapai Rp 4,5 triliun sementara hingga akhir September 2016 perolehan PPh mencapai Rp 4,3 triliun. Kemudian, pemasukan kas Pemerintah Daerah melalui Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sepanjang tahun 2015 mencapai 13,8 triliun dan hingga 20 Oktober 2016, perolehan BPHTB tercatat mencapai Rp 9,7 triliun.

“Saat ini hanya terdapat lebih kurang 1.000 juru ukur yang aktif di lapangan sehingga proses sertifikasi menjadi terhambat. Untuk itu hingga tahun 2017 dibutuhkan tambahan 2.500 hingga 3.000 juru ukur swasta berlisensi yang telah disertifikasi dan lolos uji kompetensi di Kementerian ATR/BPN,” tutupnya. (Floresa).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA