Floresa.co – Setya Novanto, Ketua DPR RI yang maju ke Senayan pada Pemilu 2014 lalu dari daerah pemilihan NTT II (Sumba dan Timor) menyampaikan kritikan terhadap Gereja di NTT, di mana ia menyebutnya sebagai penghalang masuknya investor.
“Daerah ini kaya mangan, marmer, emas dan pasir besi. Namun, saat investor hendak mengelola potensi sumber daya alam selalu ada penolakan dari LSM yang berlindung di bawah Gereja”, katanya saat berbicara dalam seminar bertajuk “Mampukah NTT sebagai Pintu Gerbang Selatan Indonesia yang Sukses?” di Kupang, Kamis (26/2/2015), sebagaimana dilansir Harian Kompas, hari ini, Jumat.
“Karena itu, Gereja sebagai elemen penting dalam pembangunan di NTT, harus memberi pencerahan kepada masyarakat termasuk LSM, agar menerima investor yang memiliki niat baik membangun daerah ini”, katanya.
Namun, Herry Naif, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT menegaskan, sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertambangan hanya 0,012 persen, sedangkan sektor petanian dan peternakan hampir 50 persen.
Itu berarti sektor pertambangan yang sudah dan sedang berlangsung di NTT tidak memberi sumbangan berarti bagi PAD NTT.
“Pertambangan jenis apa pun, dan di mana pun selalu membuat akyat tidak berdaulat atas hak kekayaan alam,” kata Herry.
Ia menambahkan, NTT sangat riskan jika dijadikan lahan eksploitasi tambang, mengingat wilayahnya terdiri dari pulau-pulau kecil yang rentan terhadap bencana, keterbatasan pangan dan air.
Pernyataan Novanto, yang menyebut tambang membawa kesejahteraan, sejatinya, kontras dengan apa yang terjadi di sejumlah kabupaten di NTT, di mana tambang beroperasi.
Di Kabupaten Manggarai misalnya, pertambangan yang sudah masuk ke wilayah itu pada tahun 1980-an tampak tidak membawa perubahan apa-apa.
Mengutip data PAD Manggarai pada 2012, dari Rp 38 miliar PAD kabupaten yang dipimpin Bupati Christian Rotok itu, hanya Rp 132 juta dari sektor pertambangan. (ARL/Floresa)