Kapal Phinisi yang Bawa 12 Wisatawan Patah Kemudi di Perairan TN Komodo, Keselamatan Berwisata Belum Terjamin

Baca Juga

Floresa.co – Sebuah kapal wisata yang membawa belasan wisatawan, patah kemudi saat sedang berlayar di perairan Taman Nasional [TN] Komodo, diklaim dipicu gelombang tinggi.

Kapal Phinisi Dragonet 01 mengalami patah kemudi dalam perjalanan dari Pulau Padar ke Pulau Komodo pada Selasa, 11 Juli, sekitar pukul 11.00 Wita. Kapal itu membawa 12  wisatawan dan satu tour guide.

“Di tengah perjalanan antara Pulau Padar ke Pulau Komodo, kapal tersebut mengalami patah kemudi,” kata Supryanto Ridwan, Kepala Basarnas Maumere dalam sebuah pernyataan yang diterima Floresa.

Ia mengatakan setelah mendapat informasi dari salah seorang penumpang kapal itu, Tim SAR Gabungan langsung menuju lokasi.

“Saat Tim SAR Gabungan sedang menuju lokasi, kami mendapat informasi dari tour guide yang ada di Kapal Phinisi Dragonet bahwa mereka memutuskan untuk pelan-pelan mencoba lego jangkar di Loh Liang Pulau Komodo agar tidak terombang-ambing oleh gelombang yang lumayan tinggi, sekitar 1.24-2.5 meter,” ujarnya.

Ia mengatakan, pihaknya berhasil menemukan Kapal Pinisi Dragonet yang telah lego jangkar dengan aman dan langsung mengevakuasi penumpang yang berjumlah 13 orang menuju Pelabuhan KSOP Labuan Bajo.

“Sedangkan kru kapal memilih untuk bertahan di kapal sembari melakukan perbaikan kapal,” katanya.

“Kondisi penumpang dalam keadaan sehat hanya sedikit lemas setelah terombang-ambing sekitar satu jam di perairan Pulau Komodo Labuan Bajo.”

Adapun manifest penumpang Kapal Pinisi Dragonet 01 tersebut, kata dia, terdiri dari wisatawan asal Malaysia sebanyak dua orang, wisatawan asal Indonesia sebanyak 10 orang, tour guide satu orang, kapten dan kru kapal lima orang.

Iin dari bagian Humas Basarnas Maumere mengatakan bahwa gelombang laut yang tinggi menjadi pemicu insiden itu.

“Penyebab [Kapal Phinisi Dragonet patah kemudi] akibat gelombang tinggi,” katanya kepada Floresa, Selasa malam.

Sementara Direktur KSOP Labuan Bajo tidak merespons pertanyaan Floresa terakit alasan pihaknya mengizinkan kapal wisata itu berlayar di tengah kondisi gelombang laut yang tinggi.

Ia meminta Floresa untuk bertemu langsung Kepala Seksi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli [KBPP] KSOP Labuan Bajo untuk mengonfirmasi hal tersebut.

“Saran dan masukan, sebaiknya datang ke kantor dan temuin Pak Maksi biar tidak salah paham,” katanya, Rabu pagi.

Floresa telah memintanya untuk mengirim nomor telepon Kepala Seksi KBPP tersebut karena tidak bisa mendatangi langsung kantor KSOP Labuan Bajo, tetapi hingga kini, ia belum menanggapinya.

Kasus Berulang, Jaminan Keselamatan Berwisata Belum Dibenahi Serius 

Insiden kecelakaan kapal wisata di Labuan Bajo telah terjadi berulang kali, tetapi hingga kini jaminan keselamatan berwisata belum dibenahi secara serius oleh otoritas pelayaran di daerah pariwisata super prioritas tersebut.

Pada pertengahan Januari tahun ini, misalnya, sebuah kapal wisata yang mengangkut turis asing terbakar di perairan TN Komodo.

Para turis itu selamat, tetapi mereka mempertanyakan penanganan kasus tersebut, yang dituding memperlihatkan parahnya akuntabilitas dari otoritas setempat, termasuk KSOP dan polisi.

Yves de Ryckel, turis asal Belgia yang merupakan satu dari lima penumpang KM Dunia Baru Komodo yang terbakar pada 16 Januari itu, mempertanyakan cara penanganan kasus itu, terutama terkait kesimpulan dari otoritas dan polisi tentang pemicu kebakaran kapal itu.

Polisi, kata dia dalam korespondensi dengan Floresa melalui surat elektronik, sama sekali tidak memeriksa para penumpang, tetapi kemudian tiba-tiba mengklaim dalam pernyataan di media bahwa kecelakaan itu berasal dari tabung gas elpiji di dapur kapal itu, yang menurutnya merupakan kesimpulan prematur karena tanpa melakukan investigasi yang serius.

Padahal, kata dia, investigasi yang serius, termasuk mengambil keterangan para penumpang kapal itu penting untuk mencari tahu pemicu pasti kebakaran.

Perlu Pembenahan

Kecelakaan KM Dunia Baru ini terjadi hanya beberapa hari sebelum sebuah kapal lain – KLM Tiana Liveaboard yang mengangkut 17 penumpang – empat di antaranya wisatawan asing – tenggelam di wilayah Batu Tiga, perairan TN Komodo pada 21 Januari.

Kecelakaan itu mendapat sorotan luas karena kapal tersebut mengalami kecelakaan pada enam bulan sebelumnya dan menewaskan satu orang. 

Saat dimanfaatkan kembali, kapal itu sebetulnya sedang menjadi barang bukti, dan menurut polisi, dipinjam pakai oleh pemiliknya untuk tujuan perawatan, bukan untuk beroperasi kembali.

Para korban kecelakaan kapal itu, termasuk beberapa orang asing, juga menuding agen travel membohongi mereka karena dalam paket wisata selama tiga hari dua malam di perairan TN Komodo yang ditawarkan kepada mereka, diinformasikan bahwa kapal yang digunakan adalah KM Nadia, bukan KLM Tiana Liveaboard.

Sejak 2021, selain Kapal KM Dunia Baru dan KML Tiana Liveboard, sudah ada sejumlah kapal lain yang mengalami kecelakaan di wilayah perairan TN Komodo, yakni Kapal Indo Komodo, Kapal KM Air Dua, Kapal KM Dua By Larea-Rea, Kapal KLM Lexxy, Kapal KLM Sea Savari VII, Kapal Lintas Batas 05, dan Kapal KLM Neomi Cruise.

Dari deretan kecelakaan tersebut, dua kejadian yang menelan korban jiwa.

Selain kecelakaan pada KLM Tiana Liveboard, pada Mei 2022 seorang penumpang kapal KLM Neomi Cruise juga dinyatakan meninggal dunia setelah terjatuh dari atas kapal di wilayah Gili Lawa Darat.

Rangkaian kasus kecelakaan ini menimbulkan tanda tanya besar bagi jaminan keselamatan berwisata di Labuan Bajo, termasuk komitmen otoritas setempat untuk melakukan pembenahan.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini