Hoaks Politik Meningkat Tajam Jelang Pilpres 2024, Terbanyak di YouTube

Semua kandidat, baik calon presiden maupun calon wakil presiden, menurut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia, menjadi sasaran

Baca Juga

Floresa.co – Organisasi yang fokus pada upaya pencegahan dan penanggulangan hoaks melaporkan peningkatan tajam penyebaran hoaks politik menjelang Pemilu pada 14 Februari.

Semua kandidat, baik calon presiden maupun calon wakil presiden, menurut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia [Mafindo], menjadi sasaran.

Mafindo menemukan 2.330 hoaks selama 2023. Dari jumlah tersebut, hoaks politik sebanyak 1.292, di mana 645 diantaranya terkait Pemilu 2024.

Jumlah hoaks politik itu dua kali lipat dibandingkan hoaks sejenis pada musim Pemilu 2019 yang berjumlah 644, kata Mafindo dalam pernyataan pada 2 Februari.

Masifnya hoaks politik, “mengganggu demokrasi di Indonesia, mengacaukan kejernihan informasi, dan dapat mengajak orang menolak hasil Pemilu.”

Karena itu, menurut Mafindo, upaya komprehensif perlu dilakukan untuk mencegah dan menangani hoaks demi menjaga kedamaian Pemilu 2024.

Hoaks Terbanyak di Youtube

Lembaga itu menyebut platform Youtube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak, yang mencapai 44,6%, diikuti oleh Facebook [34.4%], Tiktok [9,3%], X [8%], WhatsApp [1,5%], dan Instagram [1,4%].

Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo mengatakan dominasi konten hoaks berupa video menjadi tantangan besar bagi ekosistem periksa fakta. 

Konten hoaks video, kata dia, cepat viral karena dibumbui dengan elemen yang emosional.

“Sedangkan upaya periksa fakta konten video membutuhkan proses yang lebih lama, ketimbang foto atau teks,” ungkapnya.

Mafindo mengatakan menjelang pemungutan suara dalam Pemilu 2024, konten yang dibuat dengan teknologi kecerdasan buatan [Artificial Intelligence, AI] juga sudah muncul. 

Beberapa di antaranya adalah video deepfake pidato Presiden Jokowi dengan bahasa Mandarin, maupun rekaman suara Anies Baswedan dan Surya Paloh. 

Semua Kandidat Kena

Mafindo mengatakan semua calon presiden dan wakil presiden menjadi sasaran hoaks politik. 

Hoaks tentang mereka ada yang bernada positif yakni melebih-lebihkan kandidat, namun sebagian besar bernada negatif yakni menyerang atau memfitnah kandidat.

Anies Baswedan menjadi kandidat yang paling banyak disebut dalam narasi hoaks, dengan rincian sebanyak 206 bernada positif dan 116 bernada negatif. 

Sementara untuk Ganjar Pranowo 63 positif, 73 negatif; Gibran Rakabuming Raka 12 positif, 74 negatif; Prabowo Subianto 28 positif, 66 negatif; Mahfud MD 44 positif, 5 negatif dan Muhaimin Iskandar 17 positif, 5 negatif.

Topik hoaks terbanyak, kata Mafindo, adalah dukungan atau pengakuan kepada kandidat [33,1%], diikuti isu korupsi [12,8%], penolakan terhadap kandidat [10,7%] dan karakter atau gaya hidup negatif kandidat [7,3%]. 

Sedangkan terkait isu kecurangan Pemilu sebesar 5% dan isu suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA 3,9%.

Septiaji mengatakan, tingkat polarisasi dengan isu SARA tidak setinggi pada Pemilu 2019 dengan capres head-to-head Joko Widodo dan Prabowo. 

“Namun, jika Pilpres masuk ke putaran kedua, perlu diwaspadai peningkatan hoaks dan ujaran kebencian yang menggunakan isu SARA,” kata Septiaji.

Perlu SIkapi Serius Isu Kecurangan Pemilu

Septiaji mengatakan isu kecurangan Pemilu juga harus disikapi dengan sangat serius oleh penyelenggara Pemilu karena diprediksi meningkat setelah hari pemilihan. 

Isu itu, kata dia, berpotensi membuat orang menolak hasil Pemilu dan memantik keonaran. 

“Kami sudah menemukan beberapa konten hoaks yang mendelegitimasi penyelenggaraan Pemilu seperti hoaks mobilisasi orang dengan gangguan jiwa, hoaks sistem teknologi informasi KPU, dan isu keberpihakan penyelenggara Pemilu,” ungkapnya.

Kolaborasi Tangkal Hoaks

Ia mengatakan upaya menangani hoaks tidak cukup dengan melakukan fact checking atau pemeriksaan fakta, tetapi yang paling penting adalah vaksinasi informasi atau prebunking

Caranya, kata dia, dengan menyajikan konten yang bisa mengedukasi publik sehingga memiliki kekebalan atau imun kuat saat terpapar hoaks.

Septiaji menjelaskan saat ini Mafindo bekerja sama dan berkolaborasi menghadang hoaks Pemilu 2024 dengan Badan Pengawas Pemilu dan Koalisi Masyarakat Lawan Disinformasi Pemilu 2024.

Koalisi ini  terdiri dari 20 organisasi masyarakat sipil, Koalisi Cekfakta.com dengan 25 media online dan Koalisi DAMAI dengan 11 organisasi.

Kolaborasi itu, menurut Septiaji, melakukan monitoring, pelaporan, dan penanganan hoaks yang sedang dilakukan serta memproduksi konten prebunking atau pencegahan hoaks, terutama dalam bentuk video.

“Kolaborasi ini perlu terus diintensifkan dengan melibatkan platform digital, penyelenggara Pemilu, pemerintah, dan warganet,” katanya.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini