Caleg Terpilih Tak Harus Mundur Jika Ikut Pilkada 2024, Pernyataan Ketua KPU yang Picu Perdebatan dan Dicap ‘Pesanan’ Pihak Tertentu

Pernyataan ini menggunakan celah dalam Pertimbangan Putusan MK

Baca Juga

Floresa.co – Ketua Komisi Pemilihan Umum [KPU], Hasyim Asy’ari menyampaikam pernyataan yang memicu perdebatan bahwa calon anggota legislatif [Caleg] terpilih pada Pemilu 2024 tidak wajib mundur jika mau maju dalam Pilkada pada November mendatang.

Ia menyebut alasannya karena mereka belum dilantik sebagai anggota legislatif periode 2024-2029.

Menurut Hasyim, peraturan yang mewajibkan seseorang mundur dari jabatannya agar bisa maju Pilkada hanya berlaku untuk mereka yang sedang menduduki jabatan.

“Yang wajib mundur adalah anggota [dewan]. Anggota adalah calon terpilih yang sudah dilantik,” katanya pada 10 Mei.

Jika belum atau tidak sedang menduduki jabatan tersebut, katanya, individu tersebut tidak perlu mundur.

Lha, kan belum dilantik dan menjabat, mundur dari jabatan apa?” katanya, merespons pertanyaan soal wajib mundur Caleg terpilih Pemilu 2024.

Ia menambahkan, aturan untuk mundur dari jabatan sebagai anggota legislatif jika maju pada Pilkada 2023 hanya berlaku untuk anggota dewan hasil Pemilu 2019.

Anggota demikian, kata dia, mundur dari statusnya sebagai anggota legislatif hasil hasil Pemilu 2019, bukan Pemilu 2024.

Peraturan yang sama, kata dia, juga berlaku bagi anggota DPR/DPD/DPRD Provinsi, Kabupaten atau Kota yang masih memegang jabatan dari Pileg 2019 meski tidak mengikuti Pemilu 2024 atau ikut namun gagal.

Mereka, katanya, harus mengundurkan diri jika maju Pilkada 2024.

Pernyataan Hasyim menimbulkan perdebatan karena caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pemilu 2024 akan dilantik serentak pada 1 Oktober 2024, sebagaimana dimuat dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024.

Sementara, pelantikan Caleg DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota menyesuaikan akhir jabatan anggota dewan di masing-masing wilayah.

Artinya, pergantian anggota DPR dan DPD itu berlangsung saat proses Pilkada 2024 sedang berlangsung, karena pemungutan suara dilakukan pada November.

Hasyim berkata, pernyataannnya sesuai dengan Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXII/2024.

Salah satu pokok dalam pertimbangan itu adalah KPU menetapkan persyaratan bahwa calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi.

Cela penundaan pelantikan ini juga dimungkinkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD [MD3], bahwa anggota dewan yang berhalangan hadir pelantikan secara bersama-sama, bisa mengucapkan janji/sumpah secara terpisah.

Merujuk pada penjelasan Hasym, KPU menafsirkan frasa “jika telah dilantik secara resmi” dalam Pertimbangan Putusan MK sebagai peluang Caleg terpilih yang ikut Pilkada 2024 tidak hadir saat pelantikan pada 1 Oktober. Dengan demikian, Caleg bersangkutan tak perlu mundur karena masih mencoba peruntungan dalam Pilkada 2024.

Hal itu tampak dari pernyataan Hasyim bahwa “Caleg dicalonkan oleh Parpol, calon kepala daerah dicalonkan oleh Parpol.”

“Bagaimana bila Parpol mengajukan surat yang menginformasikan bahwa calon terpilih belum dapat hadir pelantikan?” katanya.

“Bila pada 1 Oktober 2024 belum dilantik, maka status [yang bersangkutan] masih sebagai calon terpilih [sehingga tak perlu mundur jika maju Pilkada 2024]” katanya.

Hasyim juga berkata Indonesia tidak mempunyai aturan tentang pelantikan anggota dewan secara serentak dan “tidak ada pula larangan dilantik belakangan.”

Paakar hukum Pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengkritisi pernyataan Hasyim.

Ia menyebut “pelantikan susulan bagi yang maju Pilkada adalah bentuk akal-akalan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang dan jelas-jelas merupakan pembangkangan atas Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024.”

“Jangan sampai pernyataan tersebut merupakan pesanan dari Caleg terpilih DPR dan DPD yang maju Pilkada 2024, tapi tetap mau mengamankan kursi DPR dan DPD apabila kalah Pilkada,” katanya, seperti dilansir Kompas.com.

Artinya, menurut Titi, “kita telah memanipulasi dan merekayasa hukum untuk kepentingan pribadi segelintir orang.”

Jika aturan ini benar-benar diterapkan, maka sejumlah anggota DPR RI dan DPD yang hendak bertarung pada Pilkada 2024 tidak perlu khwatir kehilangan kursi andai kalah Pilakda.

Di NTT, beberapa anggota DPR RI sekaligus Caleg 2024 terpilih yang sudah ancang-ancang maju dalam pemilihan gubernur adalah Yohanis Fransiskus Ansy Lema, politisi dari PDI Perjuangan dan Melkiades Laka Lena yang kemungkinan dicalonkan oleh Partai Golkar.

Julie Sutrisno Laiskodat, istri dari mantan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat juga diisukan akan maju, dicalonkan partainya, Nasdem.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini