Karena Bansos dan Didukung Jokowi, Alasan Pemilih Prabowo-Gibran di Flores, Kesampingkan Kabar Soal Dugaan Kecurangan dan Pelanggaran HAM

Prabowo-Gibran dianggap pasangan yang bisa melanjutkan kebijakan populis Jokowi, termasuk soal Bansos, yang gencar digelontorkan menjelang Pemilu

Baca Juga

Floresa.co – Ketika mencoblos di bilik suara pada 14 Februari, Rikus Bandut memantapkan pilihan pada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka [Prabowo-Gibran], kandidat yang kini dinyatakan menang versi hitungan cepat sejumlah lembaga survei.

Warga Kampung Pelus, Desa Golo Lobos, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur itu mengatakan memilih mereka karena yakin keduanya melanjutkan program selama pemerintahan Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo, terutama soal bantuan sosial atau Bansos.

Selama era Jokowi, kata Rikus, ia selalu mendapat Bansos dengan beragam bentuk, termasuk Program Keluarga Harapan [PKH] dan Bantuan Pangan Non Tunai [BPNT].

Karena Prabowo-Gibran disokong Jokowi, maka, kata dia, Bansos akan dilanjutkan.

Itulah yang membuat ia mantap memilih mereka, alih-alih Ganjar Pranowo-Mahfud MD [Ganjar-Mahfud], yang juga mendapat dukungan lumayan di kampungnya dan ikut berjanji meneruskan kebijakan Bansos.

“Prabowo-Gibran sudah menanam,” katanya, “sementara Ganjar-Mahfud masih dalam rencana.”

Rikus bahkan mengaku mendapatkan informasi bahwa sehari sebelum pencoblosan, pemerintah akan kembali menyalurkan dana Bansos lewat kantor pos, sebelum kemudian diumumkan ditunda ke 15 Februari.

Di TPS 02 Desa Golo Lobos, tempat Rikus mencoblos, Prabowo-Gibran menang telak dengan 148 suara.

Ganjar-Mahfud kebagian 44 suara, sementara pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar [Amin] tidak mendapatkan suara sama sekali.

“Kemenangan Prabowo-Gibran di TPS kami tidak terlepas dari peran Jokowi,” ujar Rikus kepada Floresa.

Alasan serupa juga disampaikan Lukas Lalun, 48 tahun, warga Desa Kringa, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka.

Di TPS 01 Desa Talibura,  Prabowo-Gibran meraih 97 suara, beda tipis dari Ganjar-Mahfud yang unggul dengan 105 suara, sementara Amin 4 suara. Lukas salah satu dari pemilik 97 suara itu. 

Selain karena memang mengidolakan Prabowo, faktor Jokowi juga menjadi alasannya memilih pasangan nomor dua ini.

Selama dua periode kepemimpinan Jokowi, menurut Lukas, “banyak bantuan yang didapatkan dari program-program pemerintah.”

Karena itu, ia mengaku bersyukur lantaran anak Jokowi, Gibran, menjadi calon wakil presiden Prabowo.

“Artinya, kami masih bisa melihat Pak Jokowi di sana,” katanya kepada Floresa saat ditemui di lokasi pemungutan suara.

Bahkan, kata dia, “seandainya masa jabatan presiden Indonesia bisa tiga periode, kami pasti masih memilih Jokowi untuk menjadi presiden lagi.”

Hal senada disampaikan Nikolaus Sofin, 52 tahun, warga Klumpang, Desa Perak, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai.

Ia mengaku memilih Prabowo karena wakilnya adalah Gibran.

“Saya sangat mengidolakan Jokowi karena ada PKH,” ujarnya.

“Saya pikir, jika anaknya terpilih, otomatis PKH terus berlanjut,” tambahnya.

Yohanes Antus, warga sekampung Nikolaus, juga memiliki alasan sama.

Ia mengatakan, Prabowo-Gibran cocok menggantikan Jokowi.

“Saya yakin dengan adanya Gibran, mereka bisa melanjutkan program Jokowi, khususnya PKH,” ujar Yohanes.

Di TPS 03 Desa Perak, tempat Nikolaus dan Yohanes mencoblos, Prabowo-Gibran meraih 151 suara, Ganjar-Mahfud 72 suara dan Amin 5 suara.

Gelontoran Bansos

Menjelang pemilihan, pemerintahan Presiden Jokowi mengencangkan sejumlah kebijakan populis, termasuk menggelontorkan beragam jenis Bansos kepada warga.

Hal ini menuai kritik sejumlah pihak, termasuk dari kelompok masyarakat sipil, sebagai strategi merebut dukungan masyarakat kelas bawah untuk Prabowo-Gibran.

Dalam beberapa acara penyerahan Bansos, Jokowi juga turun langsung ke daerah-daerah. Penyalurannya pun tidak melibatkan Kementerian Sosial, yang selama ini menangani Bansos.

Alokasi anggaran Bansos tahun ini juga dinaikkan sebesar Rp496,8 triliun, dari Rp443,5 triliun tahun lalu.

Mengutip data Kementerian Keuangan, yang dilansir Bisnis.com, jumlah ini menyamai anggaran Bansos tahun 2020 saat puncak pandemi Covid-19, sebesar Rp498 triliun.

Sejak pandemi, anggaran Bansos memang naik signifikan. Tahun 2021 dan 2022 masing-masing sebesar Rp468,2 triliun dan Rp460,6 triliun. 

Pada 2023, meski pandemi sudah berakhir, Bansos tetap digelontorkan dengan alasan bencana kekeringan yang dipicu El Nino.

Karena alasan menikmati Bansos itulah, bagi para pemilih, informasi soal dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Jokowi, sebagaimana disuarakan banyak kalangan, tidak menjadi pertimbangan. 

Demikian juga halnya dengan masalah lainnya yang menyertai pencalonan Prabowo-Gibran, terutama pelanggaran etik terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial dan melapangkan jalan bagi Gibran.

Petronela Banggut, 40 tahun, warga Cewondereng, Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo membela pembagian Bansos yang dilakukan pemerintah menjelang Pemilu “bukan merupakan indikasi kecurangan.”

“Kami menganggap itu program Jokowi dan ia tidak pernah sebut nama Prabowo dan Gibran saat bagi Bansos,” kata Petronela –  yang bekerja sebagai pedagang di pasar – kepada Floresa.

Lukas Lalun juga berkata ia tidak begitu memercayai informasi mengenai indikasi kecurangan yang dilakukan oleh Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

“Kami yang setiap hari di kebun tidak tahu soal itu. Kami tahunya Pak Jokowi termasuk orang yang rendah hati,” katanya.

“Urusan politik dan saling menjatuhkan adalah urusan mereka di pusat. Yang penting perhatian mereka untuk kami orang kecil ini tetap menjadi prioritas utama,” tambahnya.

Abdulah, 48 tahun, warga Kampung Ujung  Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat juga berkata Bansos yang digelontorkan menjelang Pemilu bukan merupakan indikasi kecurangan.

Pembagian bansos dan Pemilu, menurutnya, “dua hal yang terjadi karena kebetulan saja.”

Kesampingkan Soal Prabowo Langgar HAM

Melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia [HAM] adalah juga salah satu isu utama yang menyertai perjalanan politik Prabowo, semenjak ia terjun ke dalam politik di Indonesia.

Prabowo, lulusan Akademi Militer tahun 1974, pernah menduduki sejumlah jabatan strategis di militer selama Indonesia dipimpin mertuanya, Soeharto. Pada Desember 1995, ia diangkat sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus dan pada 20 Maret 1998 diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.

Kariernya berakhir dengan pemecatan setelah pada 1998 Dewan Kehormatan Perwira menudingnya terlibat dalam pelanggaran HAM, seperti kasus penculikan aktivis pada 1997-1998. 

Jejak berdarahnya juga disebut-sebut ada dalam tragedi berdarah Mei 1998, selama konflik di Timor Timur-sekarang Timor-Leste-dan Papua.

Ia memang tidak pernah diadili terkait dugaan kejahatan HAM tersebut. Hal ini membuat para pendukungnya mengklaim keterlibatannya sebatas isu, kendati sejumlah kelompok advokasi hak asasi manusia dan keluarga korban pelanggaran HAM terus menuntut Prabowo diadili. 

Ditanya soal pengetahuan tentang dugaan pelanggaran HAM Prabowo, Yohanes Antus berkata, “tidak pernah mengetahuinya.”

“Saya tidak tahu soal kasus HAM itu,” katanya.

“Saya ini setiap hari di kebun. Intinya, saya pilih Prabowo karena ada anaknya Jokowi,” katanya.

Sebaliknya, Lukas Lalun mengakui sering mendengar isu pelanggaran HAM yang dilakukan Prabowo, dari berita di televisi dan media sosial.

Namun, ia masih melihatnya sebagai “bahasa politik” yang sengaja diembuskan menjelang Pemilu untuk “memengaruhi seseorang agar jangan memilih pasangan Prabowo-Gibran.”

Abdulah mengatakan pernah mendengar kabar pelanggaran HAM yang dilakukan Prabowo.

Tetapi, ia mengatakan, “kalau memang Prabowo melanggar HAM, kenapa tidak diadili?”

Karena belum ada putusan hukum soal pelanggaran HAM ini, Abdulah memilih tidak percaya, meski mengetahui ada keluarga korban yang konsisten menyuarakan soal pelanggaran HAM ini.

Hal senada juga disampaikan Petronela.

Menurutnya, isu pelanggaran HAM yang dilakukan Prabowo, “hanya permainan lawan politik” yang muncul saat Prabowo maju sebagai calon presiden maupun wakil presiden.

Prabowo menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri pada pemilihan umum tahun 2009. Pada Pemilu 2014 dan 2019, ia menjadi calon presiden, namun dikalahkan Jokowi. Isu pelanggaran HAM menjadi salah satu faktor yang memberatkan langkahnya saat itu.

Petronela malah terkesima dengan Prabowo-Gibran, yang ia sebut “rendah hati,” karena “tidak pernah mengejek lawannya dan membalas ejekan dari orang-orang terhadap dia.”

Petronela mengatakan dalam beberapa kali debat, pasangan lain “menjatuhkan pasangan Prabowo-Gibran.”

Namun, kata dia, keduanya “tidak membalasnya.”

“Itu yang membuat saya jatuh hati pada Prabowo-Gibran,” ujar Petronela.

Hal lain yang membuat Petronela memilih pasangan ini adalah karena simpati dengan Prabowo.

Kendati “tiga kali kalah dalam Pemilu sebelumnya,” kata Petronela, “ia tak putus asa.”

“Jadi, dia punya jiwa pejuang yang tinggi,” ujarnya.

Harapan untuk Prabowo-Gibran

Hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan Prabowo-Gibran meraih suara di atas 50 persen.

Untuk NTT, dari perhitungan sementara di situs Komisi Pemilihan Umum per 15 Febuari pukul 10.00 Wita, Prabowo-Gibran meraih lebih dari 58 persen.

Keduanya pun telah menyampaikan pidato kemenangan pada 14 Februari sore.

Prabowo mengatakan di hadapan pendukungnya, ia bersama Gibran “dan seluruh Koalisi Indonesia Maju kami akan merangkul semua unsur dan semua kekuatan.”

“Apapun sukunya, apapun kelompok etnisnya, apapun rasnya, apapun agamanya, apapun latar belakang sosialnya, seluruh rakyat Indonesia akan menjadi tanggung jawab kami untuk menjaga kepentingannya,” tambah Prabowo.

Bila hasil hitung cepat terkonfirmasi dalam perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum yang dilakukan secara berjenjang, maka pasangan nomor urut dua ini kelak dilantik menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2024-2029.

Dengan kemenangan ini, Lukas Lalun berharap Prabowo “akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan menjamin keamanan serta ketenteraman masyarakat.”

Sementara Petronela menanti realisasi program makan siang gratis yang selalu digaungkan Prabowo-Gibran selama masa kampanye.

Program itu, katanya, “sangat membantu kami sebagai pedagang di pasar.”

NTT, masih termasuk daerah miskin di Indonesia, dengan jumlah penduduk miskin per Maret 2023 sebesar 1,14 juta orang [19,96 persen] menurut Badan Pusat Statistik. Persentase ini dua kali lipat dari jumalh  penduduk miskin secara nasional, 9,36 persen.

Herry Kabut, Maria Margaretha Holo, Anjany Podangsa dan Fransiskus Pahing berkolaborasi mengerjakan laporan ini, yang dirangkum Peter Dabu.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini