Floresa.co – Berharap untuk mengakhiri proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali dan menyelesaikan masalah lewat jalur kekeluargaan, tampak mustahil bagi Katarina Siena Jerubu dan adik iparnya, Sabinus Mpahar.
Katarina, isteri Almarhum Laurens Bahang Dama mengaku sulit untuk membuka pintu perdamaian dengan Sabinus yang sekarang jadi terdakwa kasus penggelapan uang perusahan PT BCB sebesar Rp 37.950.000 dan masih ditahan di Kejaksaan Negeri Denpasar.
Meski banyak pihak berharap mereka tidak perlu meneruskan persoalan yang kini kian memanas, namun bagi Katarina, sangat sulit untuk mundur.
“Tidak bisa. Tidak mungkin kami berdamai,” kata Katarina dengan nada tegas saat berbincang dengan Floresa.co akhir pekan lalu.
Kasus ini sudah melewati enam kali persidangan dan pada Kamis (25/6/2015) esok akan digelar sidang ketujuh dengan agenda mendengar keterangan saksi yang meringankan terdakwa.
Dalam sidang-sidang sebelumnya, Katarina tegas mengatakan, uang itu mesti dikembalikan.
Sebagian dari uang itu memang sudah ditransfer senilai Rp 7.950.000 ke rekening PT BCB pasca sidang Kamis dua pekan lalu (11/6/2015).
Uang yang dikumpulkan warga Manggarai di Bali itu – di mana sebagiannya berupa koin – ditransfer setelah pihak Katarina menolak menerima uang tersebut di ruang persidangan.
Sementara sisanya, menurut informasi yang diterima Floresa.co, sudah digenapi pada hari ini, Rabu (24/6/2015). Mereka sudah mengirimnya ke rekening PT BCB dan pada sidang esok akan menyerahkan bukti pembayaran kepada hakim.
Namun, meski sudah dilunasi, pihak Katarina mengaku tidak akan mencabut kasus ini.
“Paling itu hanya untuk meringankan hukuman yang akan ia terima, kalau mereka bayar,” katanya.
Saling Membantah
Dalam beberapa kali sidang, Sabinus memang mengakui bahwa dirinya memakai uang milik perusahan PT BCB.
Namun, ia mengatakan, uang itu tidak dipakai untuk kepentingan pribadinya, namun untuk biaya operasional selama malam perkabungan saat kakak kandungnya Laurens Dama meninggal pada 13 Agustus 2014 lalu.
Dan, sebagian lagi dipakai untuk pesta kenduri Laurens di kampung mereka, Dewuk, Kabupaten Manggarai Timur, pada September tahun lalu.
Pesta kenduri saat itu memang tidak dihadiri oleh Katarina. Karena itu, menurut Sabinus, dia bersama keluarga besarlah yang menangani urusan adat itu. Selama pesta kenduri, uang itu ia pakai untuk membeli babi, ayam, anjing dan lain-lain, demikian menurut Sabinus dalam persidangan Kamis pekan lalu (18/6/2015).
Saat sidang itu, ketika hakim terus mengejar dengan pertanyaan, “Kenapa kamu tidak bilang ke ibu itu (Katarina-red) bahwa uangnya kamu pakai untuk itu?”
Ia menjawab, “Gimana mau kasih tahu, dia orangnya tidak ikut ambil bagian di acara itu yang seharusnya dialah yang bertanggung jawab. Maka dari itu, saya mengambil keputusan untuk memakai uang tersebut.”
Namun, semua pernyataan Sabinus di persidangan dibantah oleh Katarina.
Ia mengatakan kepada Floresa.co, dirinya sama sekali tidak percaya dengan pengakuan Sabinus.
“Tidak mungkin ia pakai itu uang untuk urusan malam perkabungan,” katanya.
Kata dia, saat itu, ia sendiri yang mengurus pengeluaran. “Ada yang mengurusnya serta ada catatan keluar masuknya uang. Saya punya laporan dari bagian accounting perusahan,” kata Katarina.
Ia juga meragukan pengakuan Sabinus terkait pemakaian uang itu saat pesta kenduri.
“Ia mulai ambil uang perusahan sejak Juni sampai Agustus. Sementara kenduri pada September,” ujarnya. “Saya tidak percaya itu,” katanya lagi.
Ia juga memberi klarifikasi terkait ketidakhadirannya dalam pesta kenduri Laurens Dama, sebagaimana disinggung Sabinus.
“Saya tidak pergi karena masih sakit hati. Mereka mencuri batu (dari kuburan) almarhum suami saya, sehingga saya dan anak-anak tidak ada di acara kenduri,” katanya. “Kami bukannya tidak bertanggung jawab.”
Terkait masalah curi batu ini, ia mengingatkan Floresa.co agar tidak menyembunyikan hal tersebut. “Tolong dimuat,” katanya.
“Saya nanti akan ungkap semua, sehingga seluruh masyarakat tahu,” tegas Katarina.
Namun, tudingan Katarina bahwa pihak Sabinus mencuri batu dari kubur Almarhum Laurens Dama dibantah oleh Sebastianus Janggur, adik Sabinus.
“Kami sudah mengikuti tata cara adat Manggarai waktu itu. Kami bawa satu botol bir dan rokok satu bungkus saat meminta batu almarhum untuk diantar ke Dewuk. Dia (Katarina) dan ibunya ada waktu itu. Jadi kami tidak curi sebagaimana yang ia tuduhkan itu,” kata Sebastianus kepada Floresa.co.
Disebut cari-cari kesalahan
Sebastianus juga membantah tudingan Katarina bahwa Sabinus memakai uang Rp. 37.950.000 itu untuk kepentingan pribadi.
Menurutnya, kakaknya itu awalnya memang memiliki masalah pada bulan April, di mana banyak tiket yang ia jual secara manual tidak dibayar oleh para pembeli.
Karena waktu itu hubungan dengan Katarina masih berjalan baik, maka Katarina memutuskan untuk menutup uang perusahan dengan tabungan salah satu anaknya.
“Kesepakatan waktu itu adalah, Sabinus akan membayar cicil utang itu,” kata Sebastianus.
Karena itu, sejak April-Juni ia kembali menjual tiket, di mana ia setor kepada PT BCB, sambil menyicil utangnya.
Hasil penjualan tiket pada Juli hingga 1 Agustus ia juga serahkan ke PT BCB. Yang tidak ia serahkan adalah dari 1 Agustus sampai 12 Agustus.
“Sabinus pada intinya masih mau membayar utangnya dan bekerja di PT BCB,” kata Sebastianus.
Namun, masalah muncul, ketika pada September 2014, Sabinus diberhentikan dari PT BCB.
Katarina mengatakan, alasan pemecatan waktu itu, “karena tidak mengikuti aturan perusahan.”
“Kami itu punya aturan di perusahan. Mana bisa kita seenaknya saja kerja,” katanya.
Namun, Sebastianus mengatakan, Katarina hanya cari-cari alasan untuk memecat Sabinus.
Belakangan, Sabinus kaget karena ternyata, ia dituding melakukan penggelapan.
Uang yang ia setor selama Juli-awal Agustus tidak dianggap sebagai pendapatan dari penjualan tiket, tetapi dipakai untuk menutup utang.
“Jadi munculah tudingan penggelapan itu, bahwa Sabinus tidak menyetor uang pembelian tiket” kata Sebastianus.
Bukan Tanpa Mediasi
Terkait siapa yang benar terkait klaim-klaim ini, tampak susah untuk dibuktikan. Dan, tentu jawaban yang paling standar: nanti dibuktikan di pengadilan.
Namun, mengingat kedekatan hubungan keluarga antara pelapor dan terdakwa, banyak pihak berharap kasus ini sebaiknya diselesaikan lewat mediasi dan diurus secara kekeluargaan.
Ketika hal ini ditanyakan kepada kedua belah pihak, baik pihak Sabinus maupun pihak Katarina, sama-sama menyatakan pernah mengupayakan mediasi. Namun, upaya itu gagal, sehingga kasus ini sampai ke persidangan.
Pihak Sabinus mengklaim, mereka sudah menyatakan niat baik, dengan berupaya menemui Ibu Katarina.
“Namun, ia selalu mengutus pengacaranya saja,” kata Sebastianus.
Sementara itu, Ibu Katarina mengklaim serupa. Ia menyatakan pernah bertekad agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan.
Mediasi, kata dia, pernah dilakukan. Namun, saat pertemuan yang ketiga, kata dia, pihak Sabinus membatalkan mediasi itu.
Menjawab pertanyaan Floresa.co terkait alasan batalnya mediasi, padahal pihak Sabinus sebenarnya mau, ia menegaskan, dirinya tidak tahu.
Ketika ditanya lebih lanjut, jangan-jangan mediasi gagal karena pihaknya menuntut persyarakat yang sulit untuk dipenuhi, Katarina menolak dan membantah keras.
“Saya tidak mau masuk ke soal itu,” “Kita hanya bicara soal penggelapan uang saat ini.”
Pihak Sabinus sebenarnya mengakui adanya persyatan yang berat sehingga mediasi itu gagal.
“Tapi kami tidak mau masuk ke soal itu sekarang, karena tidak berhubungan dengan fakta persidangan,” katanya.
“Tapi memang ada hal lain yang lebih besar di balik masalah ini.”
Seorang warga Manggarai di Bali yang mengaku mengikuti perkembangan kasus ini mengatakan, persoalan ini memang sangat rumit.
“Kami melihat bahwa persoalan penggelapan uang itu hanya puncak gunung es dari masalah yang lebih besar,” katanya.
Sumber itu menjelaskan, rentetan kasus ini tampaknya akan terus berlanjut, karena kemungkin pihak Sabinus akan balik melapor Katarina, untuk kasus lain yang disebut, “lebih besar itu.”
Jalan Damai
Dalam enam kali persidangan, hakim yang menangani kasus ini, selalu menganjurkan untuk menyelesaikan kasus ini lewat jalur damai.
Sebagaimana pada sidang terakhir, ia mengatakan, “Ada apa di balik ini semua ini, ada apa dengan tokoh sekaliber Pak Laurens Bahang Dama, seorang tokoh Manggarai, Fores, NTT, bahkan tokoh nasional, kok kalian memperkarakan uang segitu?”
Tokoh senior di Bali pun mengatakan kepada Floresa.co, mereka juga sejalan dengan apa yang selalu diingatkan hakim.
“Namun, susah karena tidak ada kerendahan hati,” kata tokoh itu yang minta namanya tidak disebut karena mengaku dekat dengan Katarina dan Sabinus.
Ia menambahkan, kasus ini membuat nama besar Almarhum Laurens Bhang Dama direndahkan.
“Kami kasihan dengan situasi seperti ini,” katanya.
Namun, tampaknya, itu tidak akan terwujud, karena sebagaimana dikatakan Katarina, tidak ada jalan lain lagi.
“Ini persoalan perusahan, kecuali kalau perusahan mereka sendiri. Kita punya aturan yang mesti ditaati oleh semua karyawan,” katanya.
Ia juga mengatakan, “kalau di pengadilan, kami sudah bukan adik kakak lagi.”
“Kami musuh, sudah tidak ada lagi adik kakak. Kan saya harus membela diri saya dong. Kalau saya salah omong, saya bisa dihukum kan,” katanya.
Ia terus-menerus menegaskan kepada Floresa.co, jumlah uang yang digelapkan Sabinus itu besar.
“Itu uang banyak bagi kami. Siapa bilang sedikit,” katanya, menjawab Floresa.co yang terus menyinggung soal jumlah uang itu yang terlampau kecil dibanding dengan aset yang mereka miliki dan biaya operasional selama proses hukum kasus ini.
“Kalau damai, tidak bisa. Sekali lagi tidak bisa. Olo mai gi putusan (Putusan sudah di depan mata),” kata ibu dua anak ini. (Ari D/ARL/Floresa)