Floresa.co – “Kalau petugas datang, saya akan terus terang bilang, ‘Jangan kamu ambil yang di pedagang paling bawah,’” kata HK, seorang pemilik kios di Labuan Bajo.
Ia mengaku geram dengan langkah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat yang rutin razia rokok ilegal di kios-kios.
HK heran karena pemerintah terus sesumbar mengontrol peredaran rokok ilegal, namun masih ada yang jual bebas, termasuk memasok ke kiosnya.
Baginya, rokok-rokok itu tidak akan sampai di kios kalau saja upaya kontrol terhadap peredarannya berjalan semestinya.
“Saat rokok ilegal ini masuk (Labuan Bajo), di mana kontrol kalian?” katanya.
“Kalau kalian mau ambil atau sita di kios saya, kalian harus bayar. Kalian cari penjual dan bandarnya.”
HK berkata, peredaran rokok ilegal tetap mulus karena “sistemnya yang salah.”
“Bukan kita yang jual di kios-kios,” kata pria berusia lebih dari 60 tahun itu.
GK, pemilik kios lainnya berkata, “kalau turun langsung ke kios, sama saja dengan memeras masyarakat kecil.”
“Pemerintah seperti menutup mata pencaharian masyarakat. Secara tidak langsung membunuh masyarakat,” katanya.
Razia Rutin
Beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat memang rutin melakukan razia rokok ilegal di kios-kios di Labuan Bajo.
Rokok ilegal mengacu pada produk yang tidak membayar cukai ke negara. Pembayaran cukai dibuktikan dengan adanya pita cukai pada kemasan rokok. Namun, ada juga bungkus rokok yang ditempeli pita cukai, tetapi tidak sesuai peruntukan atau bahkan palsu.
Sementara razia rutin dilakukan, peredaran rokok masih terus terjadi.
Di sejumlah kios yang dikunjungi Floresa, pemiliknya memang tidak memasang rokok ilegal di etalase atau tempat terbuka.
Mereka memilih menyembunyikannya dan hanya mengambilnya saat ada yang hendak membeli.
Razia menyasar kios-kios yang berada di pinggir jalan raya, sementara yang berada di gang-gang kecil umumnya luput.
Salah satunya adalah kios milik HK yang berada di salah satu gang kecil di Labuan Bajo.
Ia mengaku belum pernah jadi sasaran razia, sehingga memilih memajang di etalase kiosnya tiga merek rokok ilegal – Saga, King Garet dan Humer.
Bentuk Satgas
Diskusi soal peredaran rokok ilegal di Manggarai Barat kembali menghangat usai Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Labuan Bajo menggagalkan penyelundupan rokok Ilegal melalui Pelabuhan Pelindo Multipurpose Wae Kelambu pada 27 Mei.
Sebanyak 80 ribu batang rokok ilegal dari berbagai merek diamankan dari truk yang masuk ke Labuan Bajo dengan kapal KM Niki dari Surabaya.
Dalam konferensi pers pada 28 Mei, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Labuan Bajo Letkol Laut (P) Ardian Widjanarko Djajasaputra berkata, pengungkapan berawal dari informasi dari Unit Intel Lanal Labuan Bajo.
Informasi tersebut kemudian disampaikan kepada petugas jaga di Pelabuhan Multipurpose.
Lanal mengamankan dua orang, masing-masing SD, 27 tahun, seorang sopir truk dan AD, 24 tahun, kondektur.
Keduanya diserahkan Polres Manggarai Barat dan Kantor Bea Cukai Labuan Bajo.
Namun, Lanal tidak mengungkap siapa pengirim dan penada rokok-rokok ilegal itu di Labuan Bajo.

Floresa telah mendatangi Lanal pada 4 Juni, namun petugas di pos jaga menjanjikan untuk datang kembali keesokan harinya. Namun, pada 5 Juni, petugas yang sama berkata, Lanal belum bisa ditemui.
Sementara itu, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Labuan Bajo, Ahmad Faisol, menyebut bahwa setelah dilimpahkan oleh Lanal, pihaknya kini tengah melakukan penelitian kasus AD dan SD. Penelitian menyerupai penyelidikan dalam istilah kepolisian.
Penelitian itu, kata Faisol, bertujuan untuk menentukan apakah benar terjadi pelanggaran atau tidak.
“Kalau pelanggaran akan dipilah lagi, pelanggarannya pidana atau administrasi,” kata Faisol kepada Floresa pada 11 Juni.
Penelitian itu, kata dia, juga untuk menentukan siapa pihak yang bisa dipertanggungjawabkan.
“Kalau orang yang menyertai barang bukti, tidak serta merta dia dipertanggungjawabkan.”
Proses penelitian, kata dia, belum selesai sehingga “belum sampai titik kesimpulan apakah ada indikasi pita cukai palsu.”

Faisol menyebut bahwa pelanggaran cukai dapat dikenai sanksi pidana hingga delapan tahun penjara sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Selain hukuman penjara, pelaku juga dihadapkan pada kewajiban membayar denda yang besarnya mencapai sepuluh hingga dua puluh kali lipat dari nilai cukai yang dihindari.
Meski menjadi pihak berwenang, jelas Faisol, saat ini belum bisa menyimpulkan apakah itu rokok ilegal jika hanya sekedar analisis.
“Bisa nanti kesimpulan akhirnya yang berhak adalah bagian lab. Nanti setelah uji lab, diketahui apakah ini ilegal atau tidak,” tambahnya.
Faisol berkata, penelitian itu juga diarahkan untuk pengungkapan pelaku pengiriman.
“Sepanjang bisa dikembangkan dan bisa ditelusuri, pasti akan dimaksimalkan. Siapa nanti yang menyuruh, siapa yang memproduksi, sepanjang kita kita bisa sampai kejar ke sana,” jelasnya.
Ia berkata, hingga saat ini “kami belum bisa menyampaikan pelanggarannya, siapa yang mengirim, pelakunya apakah ada yang bisa dipertanggungjawabkan.”
Ia tidak merinci merk rokok yang dilimpahkan Lanal.
“Saya sudah lupa,” katanya.
Bentuk Satgas Peredar Rokok Ilegal
Menyusul penangkapan oleh Lanal itu, pada 4 Juni Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat membentuk Satuan Tugas (Satgas) Peredaran Rokok Ilegal.
Anggota tim ini merupakan gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Polres Manggarai Barat, Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, Bea Cukai, dan TNI.
Pembentukannya merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 Tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
Tim yang mendapat suntikan dana sebesar Rp 900-an juta dari Kementerian Keuangan ini akan beroperasi di dua belas kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat.
Kasat Pol PP Manggarai Barat, Yeremias Ontong berkata, pembentukan Satgas bertujuan melakukan penegakan hukum di bidang cukai.
Tugas dan fungsi Satgas itu mencakup sosialisasi aturan cukai, khususnya terkait rokok ilegal, serta penyebaran informasi mengenai bahayanya.
Selain itu, kata Yeremis, Satgas juga melakukan advokasi untuk mengkampanyekan upaya mengurangi dan memberantas rokok ilegal.
“Satgas juga melakukan pengawasan dengan tindakan preventif dan represif demi mencegah peredaran rokok ilegal, melindungi industri rokok legal dan menjaga penerimaan negara,” katanya.
Penegakan hukum di bidang cukai, kata Yeremias, juga menjadi peran Satgas dengan tujuan melindungi penerimaan negara dan mencegah tindak pidana cukai.

Peredarannya Jalan Terus
HK berkata, kendati pemerintah melakukan razia, pengedar rokok ilegal tetap berkeliaran di Labuan Bajo.
“Yang jual rokok itu selalu datang, kadang tiap hari pada pagi atau sore,” katanya.
“Orangnya beda-beda. Saya tidak bisa identifikasi mereka. Mereka menolak untuk kasih nomor ponsel,” kata HK.
Ia berkata, mereka biasanya mengantar pakai motor dan menggunakan tas yang berbeda-beda.
“Ada juga yang bawa pakai kantong plastik, jadi tidak kentara,” katanya.
Para pengedar ini “tidak mau beri informasi ke kita, dari mana mereka memperoleh rokok itu.”
Ia menjelaskan, setiap merek rokok dijual orang berbeda.
“Ada yang bawa rokok Saga saja. Ada juga yang bawa rokok Humer, King Garet, dan RD.”

Rokok-rokok itu dijual per slop. Saga dijual Rp 205.000, Humer Rp 150.000, RD dan King Garet Rp 170.000.
“Saya jual per bungkus rokok Saga Rp 24.000, Humer Rp 20.000 dan King Garet Rp 22.000. Rokok yang paling laris itu Saga sama RD. Tiap hari minimal laku lima bungkus.”
Sementara GK berkata, “penjual ada yang pakai motor, ada juga yang pakai mobil.”
“Kalau bagi kami siapa yang jual ke sini kami pasti beli kalau stok habis.”
Ia juga mengaku para pengedarnya “ada yang datang pagi, ada juga yang datang sore.”
Berbeda dengan HK yang menjual tiga buah rokok ilegal, GK hanya menjual rokok jenis Saga.
Apa Harapannya untuk Satgas?
HK menekankan bahwa penghentian peredaran rokok ilegal tidak bisa dengan menangkap atau menyita rokok rokok yang dijual di kios-kios.
“Ini sebetulnya soal bagaimana sistem kontrolnya di pelabuhan sampai bisa rokok-rokok ilegal bisa lolos?”
HK berharap tim Satgas fokus melakukan pengawasan di Pelabuhan.
“Jangan sampai lolosnya rokok ilegal ini menguntungkan oknum tertentu.Kalau sudah tahu ada oknum yang sudah bermain, apakah itu di pusat atau di daerah, harus ditindak orang itu.”
Ia tak setuju jika yang disasar adalah para pemilik kios.
“Di mana hati nurani kalian sebagai pemerintah ketika mengambil rokok yang telah kami beli. Apakah kalian lebih melindungi penjahat daripada rakyat kecil seperti kami?”
“Rokok ilegal yang dijual di kios kios ini kan bukan produksi sendiri si pemilik kios, datangnya dari pabrik-pabrik,” katanya.
Laporan ini ditulis oleh Doroteus Hartono dan Venansius Darung.
Editor: Ryan Dagur