Proyek Lapen di Manggarai yang Diprotes Warga: Terjadi Praktik ‘Pinjam Bendera,’ PPK Akui Kualitas Pengerjaan yang Buruk

Kontraktor yang terikat kontrak mengklaim tidak terlibat dalam pengerjaan proyek, melempar tanggung jawab ke pihak yang ia sebut meminjam CV-nya.

Baca Juga

Floresa.co –  Protes warga setempat terhadap pengerjaan salah satu proyek lapen di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur mengungkap praktik ‘pinjam bendera’ antara para kontraktor.

Sementara Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] proyek lapen di Dusun Ojang, Desa Lante, Kecamatan Reok itu mengakui kualitas pengerjaan yang buruk setelah meninjau lokasi.

Proyek itu mulai dikerjakan pada Mei, setelah penandatangan kontrak sebulan sebelumnya, dengan anggaran Rp1.540.000.000.

Warga memprotes pengerjaannya yang dinilai asal-asalan. AS, warga setempat mengatakan sepuluh tahun silam mereka bahu-membahu membuat lapisan telford di lokasi tersebut dengan batu yang tertata sangat rapi dan kuat.

Dalam pengerjaan lapen, menurut AS, semestinya tanah yang menutupi batu lama itu dibersihkan terlebih dahulu, sebelum kemudian ditambah dengan batu baru. Batu-batu itu, jelas dia, direkatkan dengan minyak prime

Namun, kata AS, pengerjaan lapen di kampungnya tidak melalui proses-proses seperti itu. Sebaliknya, “batu langsung disusun saja tanpa dibersihkan tanahnya.”

Mereka juga mempersoalkan penggunaan batu putih yang mudah hancur, yang orang Manggarai biasa sebut dengan istilah watu roga, bukan batu hitam yang lebih padat.

Praktik Pinjam Bendera

Proyek ini dikerjakan oleh CV Kali Kassa sesuai yang tercatat di papan proyek.

Dana proyek ini bernilai lebih dari satu miliar rupiah. (Dokumentasi warga)

CV ini milik Yohanes ‘Yan’ Jelaut, beralamat di Weri Waso, Kelurahan Mandosawu, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.

Di tengah sorotan warga terhadap kualitas proyek ini, Yan sempat berjanji untuk terjun ke lokasi, melakukan perbaikan.

Namun, saat dihubungi Floresa pada Jumat, 10 November, Yan mengklaim tidak terlibat dalam pengerjaan lapen itu.

Yan mengatakan, ada pihak lain yang memakai nama CV-nya, praktik yang umum dikenal sebagai ‘pinjam bendera.’

“Saya ketemu dengan orang yang pakai bendera dulu,” kata Yohanes, ketika ditanyai langkah lanjutnya terhadap pengerjaan lapen itu.

Yan menyebut nama Doni Wangari atau Baba Doni, kontraktor yang berdomisili di Ruteng sebagai orang yang meminjam benderanya.

Yan mengatakan tidak bertanggung jawab atas pengerjaan lapen itu dan mengarahkan Floresa bertanya ke Baba Doni.

“Maunya chat Baba Doni karena dia yang bertanggung jawab,” kata Yan.

Beberapa saat kemudian, ia berkata; “Saya sudah tanya sama Baba, dia bilang [batu putih] sudah ganti.”

Ditanya soal janjinya agar mengunjungi lokasi proyek, ia tidak merespons.

Baba Doni tidak merespons permintaan komentar oleh Floresa. Ia hanya membaca pesan yang dikirimkan ke WhatsApp-nya.

Seorang warga Ojang mengatakan kepada Floresa, Yosep Wangari – adik dari Baba Doni, diduga dekat dengan Bupati Manggarai, Herybertus GL Nabit karena sempat mengikuti kampanye saat Nabit ikut Pilkada pada 2020.

Sementara itu, John Bosko, PPK proyek ini membantah pernyataan Yan “tidak terlibat” dalam pengerjaan lapen itu dan mengatakan tidak tahu terkait klaim Yan bahwa “ada pihak lain yang menyewa bendera.” 

“Selama ini saya berhubungan dengan direktur CV Kali Kassa,” katanya.

“Sudah beberapa kali beliau ke kantor untuk bertemu saya, bahas pekerjaan ini,” katanya.

Bosko mengatakan Yan terlibat dalam proyek lapen itu karena “mengikat kontrak dengan beliau.”

“Urusan administrasi dan teknis lapangan juga langsung dengan beliau,” katanya.

Akui Kualitas Pengerjaan yang Buruk

Bosko mengatakan sudah mengecek lokasi proyek pada Kamis, 9 November dan mengakui kualitas pengerjaan yang buruk.

Karena itu, katanya, dia telah memerintahkan para pekerja membongkar susunan batu serta membersihkan tanah yang menutupi batu lama.

“Ada beberapa tempat yang saya perintahkan untuk dibongkar lagi LPA-nya dan diganti dengan LPB dulu. Sekaligus perintahkan untuk beberapa orang tenaga kerja bersihkan tanah yang ada di badan jalan,” kata Bosko.

LPA adalah Lapisan Pondasi Atas, sedangkan LPB adalah Lapisan Pondasi Bawah atau yang sering disebut dengan istilah telford.

Bosko mengatakan khusus untuk LPA dan LPB, batu putih bisa dipakai dengan syarat memiliki permukaan yang keras.

Di lokasi, kata Bosko, ada juga batu hitam, tetapi jumlahnya tidak banyak.

“Ini juga yang saya perintahkan supaya muat kembali material 5/7,” katanya.

“Untuk material lapen tidak diperkenankan menggunakan batu putih,” katanya.

Bosko mengatakan mendukung keluhan warga terhadap kualitas pengerjaan proyek itu.

Jika merujuk pada jangka waktu pelaksanaan yang tercantum dalam papan proyek, kata dia, seharusnya pekerjaan lapen itu memang sudah selesai.

Namun, kata Bosko, pengerjaannya tetap berlangsung karena ada kebijakan “perpanjangan waktu 50 hari, dengan resiko denda per hari.”

“Tapi, kalau perkembangan pekerjaannya tidak signifikan, ada kemungkinan pekerjaan dihentikan dan kepada rekanan diberikan sanksi PHK [pemutusan hubungan kerja],” kata Bosko.

Saat ini, kata dia, dendanya sudah berlaku dan pemberlakuannya tiap hari dari sisa pekerjaan.

Ia menjelaskan, para pekerja proyek itu berasal dari Ruteng dan Lante dan memang berhenti kerja karena protes warga.

Kondisi terkini lapen di Kampung Ojang, Desa Lante, Kecamatan Reok Barat. (Dokumentasi Warga)

Mental Asal Jadi

Silvester Nado, anggota DPRD Manggarai mengatakan, pengerjaan lapen yang buruk itu merupakan bagian dari mental kerja “asal jadi,” tanpa mempertimbangkan kualitas.

Tindakan seperti ini, katanya, sudah mengarah pada korupsi karena pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam kontrak dan hal-hal teknis yang substantif.

“Program pembangunan akan berjalan di tempat ketika mental kerja asal jadi seperti ini tumbuh subur di Kabupaten Manggarai,” katanya kepada Floresa, Jumat 10 November. 

Ia mengatakan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan harus selektif dalam menentukan pemenang tender pekerjaan fisik.

“Perlu mengetahui rekam jejak dari rekanan yang mengikuti tender proyek,” kata Nado. 

Konsultan pengawas, katanya, juga harus “jalankan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab.”

Ia mengatakan “ akan membongkar lagi lapen itu jika pengerjaannya tetap mengabaikan kualitas.

“Saya akan pimpin masyarakat untuk melakukan pembongkaran,” kata Nado.

Bosko mengatakan kepada Floresa memanggil Yan pada Senin, 13 Oktober, membahas masalah ini.

Namun, dia tidak merespons pertanyaan Floresa pada Senin sore soal isi pembicaraan dalam pertemuan itu.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini