Sebulan Lebih Tanpa Pemasukan karena Erupsi Lewotobi Laki-laki, Petani Rumput Laut dan Nelayan di Flores Timur Kewalahan Bayar Cicilan Pinjaman

Kapal penangkap ikan terparkir sejak 1 Januari. Belum ada uang untuk beli bibit rumput laut

Baca Juga

Floresa.co – Belasan tahun Vincensius Witin menggantungkan penghidupan dari rumput laut. Baru sekali ini ia menunggak bayar cicilan modal, mendorongnya mencari akal di tengah ketidakpastian karena erupsi Lewotobi Laki-laki.

Vincensius membudidayakan rumput laut di Desa Nobo, Kecamatan Ilebura, wilayah pesisir Flores Timur yang terhubung dengan Laut Sawu. 

Ia membudidayakan rumput laut pada musim timur yang bermula pada Juli atau Agustus, sebelum memanen pada selambat-lambatnya 60 hari kemudian.

Budi daya rumput laut di lahan seluas 50×50 meter menjadi satu-satunya sumber penghidupan keluarga Vincensius, seusai melepas mata pencaharian sebagai nelayan. 

“Air laut mulai sering keruh. Ikan enggan mendekat, tangkapan berkurang jauh,” kata lelaki 54 tahun itu soal alasannya tak lagi melaut.

Bekal modal sebetulnya tak mencukupi ketika ia memutuskan beralih ke budi daya rumput laut. 

Itulah yang membuat Vincensius meminjam uang dari koperasi setempat, yang angsurannya tak pernah terlambat ia lunasi. 

“Saya kembali meminjam uang dari koperasi pada tahun lalu,” katanya, tanpa memerinci bulannya. 

Ia mengajukan pinjaman sebesar Rp50 juta, yang langsung disetujui koperasi.

Selain alasan pengadaan modal dan merenovasi rumah, ia juga membutuhkan puluhan juta dana itu untuk mengurus pemakaman putranya. 

Berusia 25 tahun, putranya yang merantau ke Pulau Kalimantan meninggal akibat kecelakaan kerja.

Angsuran per bulan sebesar Rp800 ribu, nominal yang mampu ia angsur hingga Januari lalu.

Memasuki bulan ini, kata dia, “saya bingung ke mana harus mencari sumber angsuran.”

Vincensius mengungsi pada 1 Januari, hanya beberapa jam sesudah Gunung Lewotobi Laki-Laki pertama kali erupsi.

Berpekan-pekan ia tinggal sementara di pos pengungsian Desa Konga, Kecamatan Titehena, Flores Timur. 

Kondisi itu membuatnya mau tak mau merelakan lahan rumput laut jadi tak terurus. 

Sebulan terakhir ia tak punya pemasukan. Di pengungsian, “pemerintah tanggung makan dan minum kami, tetapi tidak dengan utang.”

Angsurannya masih tersisa 18 bulan lagi. Meski tak ditagih pegawai koperasi, tetapi ia menyadari “saya punya tunggakan, harus saya bayar.”

Ia biasanya menjual rumput laut di Pasar Boru, Wulanggitang atau sejumlah pasar di Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur.

Vincentius Witin menunjukkan rumput laut kering yang tidak sempat dijual ke pasar lantaran harus pergi mengungsi karena erupsi Lewotobi Laki-laki pada awal Januari 2024. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Dalam sebulan ia memperoleh pemasukan kotor antara Rp6 juta-Rp7 juta dari hasil penjualan rumput laut. Ada yang ia jual per kilogram maupun sudah dalam bentuk karung. 

Vincensius membanderol satu kilogram rumput laut sebesar Rp25 ribu, sedangkan karung berbobot 50 kg dilepas seharga Rp250.000.

Ia mengatakan kepada Floresa pada 5 Februari, “saya cuma bisa kerjakan sesuatu yang tak jauh dari melaut.”

Vincensius tak lagi kembali ke pengungsian sejak 5 Februari. Ia merasa perlu kembali ke kampung demi mengurus lahan budi daya rumput laut. 

Selagi angsuran Februari belum beres, ia juga harus memikirkan soal pengadaan bibit rumput laut. Soal yang terakhir, ia juga belum punya jalan.

Sebulan Tak Melaut

Kesukaran serupa tengah dirasakan Viktor Seran. Tak ubahnya Vincensius, ia memutuskan pulang ke kampung sesudah lebih dari sebulan berada di pos pengungsian Desa Konga. 

Kapal penangkap ikannya terparkir di pesisir Konga sejak 1 Januari, saat ia mulai mengungsi.

“Sengsara,” katanya saat ditemui Floresa di rumahnya pada 5 Februari, “saya sama sekali tak punya pemasukan.”

Ia belum juga melaut, kendati telah berhari-hari kembali ke kampungnya di Desa Nobo. 

Di tengah laut barangkali tak apa-apa, “tetapi bagaimana dengan keluarga saya bila gunung meletus lagi?”

Seperti Vincensius, nelayan berusia 37 tahun itu juga memiliki tunggakan kredit usaha di suatu bank. 

Viktor Seran (37), warga Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur, sudah tidak melaut sejak terjadi erupsi Lewotobi Laki-laki. Desa Nobo merupakan salah satu desa yang terdampak langsung erupsi. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

“Cicilan per bulan sebesar lebih dari Rp3 juta,” katanya tanpa menjabarkan kapan mulai meminjam maupun total periode angsurannya. 

Yang jelas, “saya kesulitan mencicil sejak mengungsi.”

Ia menyepakati anggapan Vicensius soal tangkapan ikan yang terus berkurang, kondisi yang turut membuatnya kewalahan mengangsur.

Viktor memiliki sejumlah babi yang bisa dijual dalam situasi genting. Namun, katanya, “lama-kelamaan ternak saya juga habis.”

Penagih Utang pun Belum Gajian

Benediktus Bading Lewar, Manajer Koperasi Simpan Pinjam San Dominggo di Desa Hokeng Jaya, Wulanggitang menyatakan kantornya memberikan dispensasi bagi peminjam yang terdampak erupsi Lewotobi Laki-laki.

“Sesuai kesepakatan dengan tim,” kata lelaki 53 tahun itu pada 5 Februari, “waktu dan nominal angsuran bisa disesuaikan dengan kondisi peminjam.”

Keputusan diambil lantaran “sebagian besar anggota koperasi kami tersebar di dua wilayah terdampak erupsi,” masing-masing Wulanggitang dan Ile Bura.

“Tak ada unsur paksaan terhadap peminjam,” katanya, “ketika sudah punya uang, silakan setor.”

Ia juga tak mengerahkan tim penagih utang karena, “mereka pun terdampak erupsi.”

Ia mengakui pemberian gaji tersendat bagi para penagih di lapangan, “sehingga beberapa di antaranya tak punya pemasukan selama sebulan terakhir.”

Nelayan mulai mencari ikan di Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Sikka. Sejak terjadi erupsi Lewotobi Laki-laki, mereka jarang melaut ke daerah perairan Flores Timur. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Erupsi Masih Terjadi

Meski aktivitasnya dilaporkan sempat menurun dalam beberapa hari terakhir, yang membuat para pengungsi mulai kembali ke rumah mereka, Lewotobi Laki-laki kembali erupsi pada 7 Februari pagi.

Pos Pengamatan Gunung Api [PGA] Lewotobi Laki-laki mencatat, erupsi ini terjadi pukul 08.07 Wita. Tinggi kolom abu teramati lebih kurang 700 meter di atas puncak lebih kurang 2.284 meter di atas permukaan laut.

“Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah utara,” ujar Petugas Pos PGA Lewotobi Laki-laki, Bobyson Lamanepa di Pululera, Kecamatan Wulanggitang, seperti dilansir Kompas.com.

PGA Lewotobi Laki-laki juga mencatat pada periode pengamatan Rabu pukul 00.00 Wita-06.00 Wita gunung setinggi 1.584 meter dari permukaan laut itu mengalami 14 kali gempa guguran.

Asap kawah bertekanan lemah hingga sedang teramati berwarna putih dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi 30-50 meter di atas puncak kawah.

Aliran lava teramati mengarah ke timur laut sejauh 4,1 kilometer dari pusat erupsi.

Bobyson mengimbau masyarakat sekitar dan wisatawan tidak melakukan aktivitas apa pun dalam radius 4 kilometer dari pusat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki serta sektoral 5 kilometer pada arah utara-timur laut dan 6 kilometer pada sektor timur laut.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini