Menolak Geotermal Bagian dari Mewujudkan Ekologi Integral, Kata Umat Katolik Merespons Surat Gembala Paskah Uskup Ruteng

Umat menyoroti ketidakselarasan pernyataan uskup dengan sikapnya terhadap proyek geotermal

Floresa.co –  Menolak proyek geotermal adalah bentuk upaya mewujudkan ekologi integral yang jadi fokus Surat Gembala Paskah 2024 Uskup Ruteng, demikian kata umat Katolik yang sedang terlibat dalam gerakan perlawanan terhadap salah satu dari Proyek Strategis Nasional di Flores itu.

Jika konsisten dengan omongan soal ekologi integral, kata Yosef Erwin Rahmat, warga di Desa Wae Sano dan umat Paroki St. Mikael Nunang, Keuskupan Ruteng harus bersikap jelas dan tegas mendukung masyarakat yang berjuang menolak investasi yang berada di dalam ruang hidup mereka.

Pernyataan Yosef merespons isi Surat Gembala Paskah Uskup Siprianus Hormat yang telah dibacakan di seluruh gereja paroki di Keuskupan Ruteng yang secara administratif pemerintahan mencakup tiga kabupaten di Flores barat – Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur.

Dalam surat itu, Siprianus berbicara secara khusus tentang gerakan pastoral lingkungan, karena mengklaim “dunia tempat kita hidup ini sedang berada di titik nadir yang krusial.”

Krisis ekologi yang parah, kata dia, telah menjadi krisis kemanusiaan yang dahsyat, mengingatkan bahwa “kerusakan alam yang masif dewasa ini, bila tidak segera diatasi akan mengancam kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini.”

Ia mengutip pernyataan Paus Fransiskus dalam Surat Apostolik Laudate Deum Oktober 2023 bahwa ibu bumi menjerit dan saudari alam mengerang kesakitan karena krisis lingkungan hidup.

“Secara kasat mata dan nyata, kita di Manggarai Raya juga mengalami pencemaran masif di udara, laut, darat, dan air,” katanya.

Siprianus mengatakan berkaca pada situasi ini, pada tahun ini Keuskupan Ruteng mencanangkan “Ekologi Integral” yang diinspirasi oleh spirit omnia in caritate [lakukan semua dalam kasih].

Ia mengatakan motto gerakan ini adalah “harmonis, pedagogis dan sejahtera” karena kondisi seluruh alam ciptaan yang pada awal mulanya “baik adanya” telah dirusak oleh keserakahan manusia.

“Alam digunakan dan dikeruk sehabis-habisnya demi memenuhi kebutuhan manusia yang serakah dan tak pemah habis-habisnya,” ungkapnya.

Pastoral ekologi, kata dia, bertujuan untuk mendukung kesejahteraan ekonomi dan kebahagiaan hidup umat.

Pengembangan ekonomi ekologis, jelasnya, terungkap dalam program-program paroki di bidang pertanian organik hortikultura dan buah-buahan, penanaman kayu bernilai ekonomis di lahan paroki dan tanaman hias di taman Gereja dan pastoran, serta gerakan “pohon sakramen.”

“Kita ingin mengembangkan ekonomi yang berpijak pada kearifan lokal yang ramah lingkungan,” katanya.

Yosef yang selama tujuh tahun terakhir bersama warga lainnya di Desa Wae Sano berjuang menolak proyek geotermal berkata seharusnya Keuskupan Ruteng juga mengambil sikap yang jelas pada soal konkret yang dihadapi umat, termasuk dalam polemik geotermal.

Yosef Erwin Rahmat, warga Desa Wae Sano, Ketua Komisi JPIC Paroki St. Mikael Nunang, Keuskupan Ruteng. (Dokumentasi Floresa)

Yosef yang juga Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (Justice, Peace and Integrity of Creation, JPIC) Paroki Nunang berkata, mereka menolaknya karena “titik-titik eksplorasi itu berada dalam ruang hidup kami.”

“Di dalam ruang hidup itu ada permukiman, kebun, sumber mata air, kuburan. Itu yang kami suarakan,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan, menolak proyek itu adalah juga upaya terus menjaga kelangsungan hidup sebagai petani yang sehari-hari menanam aneka tanaman di kebun.

Ia menyebut, selain sebagai sumber ekonomi, aneka tanaman yang ditanam petani merupakan upaya untuk mewujudkan ekologi yang berkelanjutan.

Karena itu, jelasnya, perlu penghargaan terhadap mereka petani, sebagai garda terdepan dalam menjaga ekologi.

“Itu lebih penting bagi peningkatan ekonomi dan ekologi yang berkelanjutan,” katanya.

Tadeus Sukardin, warga Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, yang masuk wilayah Paroki St. Arnoldus Janssen Ponggeok mengatakan program ekologi integral sebetulnya hal yang baik dan mendesak untuk dilakukan.

Sebab, kata dia, saat ini dunia berada dalam ancaman pemanasan global, pencemaran air, udara dan laut dan “itu semua terjadi karena ulah dan sikap egois manusia.”

Ia berkata ekologi integral tentunya ingin memberikan kesadaran kepada seluruh umat di Manggarai Raya bahwa “bumi ini adalah ibu dan hutan adalah saudara yang harus kita jaga bersama.”

Namun, kata dia, manusia begitu gampangnya mengeksploitasi bumi dan menghancurkan alam.

“[Di Manggarai Raya] begitu banyak tambang, termasuk geotermal yang sudah dieksploitasi dan yang mau dieksploitasi,” ungkapnya.

Kendati mendukung program ekologi integral, Tadeus memberi catatan bahwa narasi uskup justru kontras dengan pilihan-pilihan sikap yang telah ditunjukkan selama ini, termasuk dalam merespons masalah geotermal yang hendak masuk ke wilayah mereka.

Tadeus, warga Kampung Lungar, mengatakan kepada Floresa, sejak Poco Leok ditetapkan menjadi lokasi proyek geothermal warga dilanda kecemasan.

Dengan berkaca pada pengalaman di lokasi proyek geothermal lain di Flores, kata dia, warga meyakini proyek ini berpotensi menghancurkan ruang hidup mereka.

Sementara warga, yang adalah umat Katolik dilanda kecemasan dan kegetiran terkait hidup mereka, kata dia, otoritas Keuskupan Ruteng, termasuk Siprianus, malah memilih “diam.”

Keuskupan Ruteng, kata dia, “tidak sadar atau pura pura tidak sadar” dengan begitu banyaknya proyek yang berdaya rusak, termasuk geotermal.

“Keuskupan tidak pernah bersuara untuk menghentikan ini semua,” katanya.

Kalau Keuskupan Ruteng mempunyai komitmen kuat menjaga keutuhan ciptaan sesuai misi gereja universal, kata dia, mestinya mereka berdiri bersama warga.

“Karena penolakan kami terhadap geotermal merupakan bagian dari upaya mempertahankan keutuhan ciptaan. Dalam bahasa Uskup Siprianus, mewujudkan ekologi integral,” ungkapnya.

Kontroversi Sikap Keuskupan Ruteng

Siprianus telah menyatakan secara terbuka dukungan terhadap proyek geotermal di Wae Sano.

Pada 29 Mei 2021, ia menyurati Presiden Joko Widodo merekomendasikan agar proyek itu dilanjutkan, meski dalam surat sebelumnya pada 9 Juni 2020 ia menyuarakan keresahan warga dan meminta agar proyek tidak dilanjutkan. 

Menurut Yosef, perubahan sikap itu membuat warga Wae Sano bersepakat “tidak lagi mengharapkan keterlibatan Keuskupan Ruteng” dalam perjuangan mereka. 

Yosef memberi catatan bahwa dengan mengabaikan suara mereka, Keuskupan Ruteng sebetulnya sudah mengingkari misinya sendiri “menjaga keutuhan ciptaan.”

Padahal, kata dia, penolakan warga terhadap proyek itu bagian dari upaya menyelamatkan keutuhan ciptaan, manusia dan lingkungan, seturut amanat Kitab Suci, juga yang digariskan dalam Laudato si, ensiklik Paus Fransiskus tentang bumi sebagai rumah kita bersama.

Proyek geotermal di Wae Sano menargetkan listrik 45 megawatt. Awalnya dikerjakan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur, belakangan yang muncul adalah PT Geo Dipa Energy.

Sementara untuk pendana, Bank Dunia telah undur diri karena kuatnya penolakan warga, diganti oleh pemerintah Indonesia, dengan skema Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi.

Sementara dalam proyek geotermal Poco Leok, Siprianus, yang adalah Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau Konferensi Waligereja Indonesia belum menyatakan sikap terbuka.

Proyek geotermal Poco Leok merupakan perluasan dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ulumbu, sekitar 3 kilometer sebelah barat Poco Leok, yang beroperasi sejak 2012. 

Pemerintah menargetkan proyek ini menghasilkan energi listrik 2×20 megawatt, meningkat dari 10 megawatt yang sudah beroperasi saat ini.

Proyek ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional, bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN 2021-2030.

Warga Poco Leok terus melakukan perlawanan terhadap proyek yang berada di tanah ulayat dan dekat dengan pemukiman mereka.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA