Hakim Pengadilan Agama di NTT Jadi Calo Tes PNS di Kejaksaan Agung: Terima Bayaran Ratusan Juta, Janji Segera Kembalikan Uang Warga Usai Dilapor ke Polisi

Hakim ini dilapor ke polisi setelah ingkar janji mengembalikan uang warga yang anaknya gagal tes, sesuai isi surat kesepakatan. Ia menyebut praktik percaloannya yang memakan banyak korban sebagai hal yang biasa dipraktikkan

Floresa.co – Praktik percaloan untuk meloloskan peserta tes Pegawai Negeri Sipil [PNS] melibatkan seorang hakim pada Pengadilan Agama di Nusa Tenggara Timur, dengan dana yang dikumpulkan dari orang tua peserta mencapai ratusan juta.

Kasus ini terungkap setelah salah seorang warga yang anaknya gagal tes melapor ke polisi karena hakim itu tidak mengembalikan uang mereka sesuai isi kesepakatan.

Hakim Irwahidah yang kini bekerja di Pengadilan Tinggi Agama Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengonfirmasi kepada Floresa ia memang meminta uang kepada seorang warga di Manggarai Timur untuk membantu meloloskan anaknya tes PNS untuk bekerja di Kejaksaan Agung.

Kasus ini terjadi saat ia bertugas sebagai Ketua Pengadilan Agama Ruteng, yang wilayah layanannya mencakup Manggarai Timur.

Berbicara via telepon pada 10 Juni, Irwahidah menyebut uang tersebut untuk “membantu” meloloskan anak dari Tadeus Melang, warga Kelurahan Tana Rata, Kecamatan Kota Komba saat tes pada 2022. 

“Kami hanya membantu beliau dan ada surat kesepakatannya,” katanya.

Ia mengklaim aksinya bukan sebuah penipuan, beralasan hal itu dilakukan lewat sebuah surat kesepakatan.

Hakim Irwahida. (Foto: Youtube)

Rp100 Juta untuk Lolos Tes

Tadeus, 56 tahun, berkata, ia menyerahkan uang itu saat seseorang yang mengaku kerabat Irwahidah membujuknya.

“Dia datang ke rumah dan bilang anak kami pasti lolos [jika menyerahkan uang itu],” katanya.

Kendati awalnya ragu dengan bujukan itu, ia mengaku merasa yakin ketika hakim tersebut bersedia membuat surat kesepakatan bermaterai.

Dalam salinan surat kesepakatan yang diterima Floresa, Irwahidah berlaku sebagai pihak kedua yang menerima uang dari Tadeus senilai Rp100 juta. 

Kesepakatannya, uang itu akan digunakan untuk keperluan administrasi anak Tadeus saat tes.

Selain itu, kedua pihak menyepakati apabila anak Tadeus gagal tes, uang tersebut dikembalikan tanpa potongan sepeserpun. 

Pada 2022, anak Tadeus tidak sempat mengikuti tes PNS yang dijanjikan. Ia lalu berulang kali meminta Irwahidah mengembalikan uangnya.

Namun, kata Tadeus, Irwahidah menjanjikan anaknya bisa mengikuti tes yang dijadwalkan pada 2023.

Anaknya memang ikut tes di Kupang pada Desember 2023 dan dinyatakan tidak lolos. 

Karena itu, pada Februari 2024, Tadeus menghubungi Irwahidah agar uangnya segera dikembalikan sesuai surat kesepakatan. 

“Irwahidah hanya mengembalikan Rp10 juta pada 5 Februari,” katanya, sementara sisanya dijanjikan dikembalikan pada 24 Februari. 

Namun, Irwahidah tak menepati janjinya, dengan menunda pengembalian pada 5 Maret. 

Tadeus berkata, pada tanggal tersebut Irwahidah memintanya pergi ke Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur bersiap-siap menarik uang tersebut yang akan dikirim ke rekening banknya.

“Saya tunggu sampai jam dua siang, uangnya tidak masuk,” katanya.

Ia mengaku, komunikasi dengan hakim itu sangat lancar sejak Februari 2022, namun dalam beberapa waktu belakangan Irwahidah tidak lagi merespons. 

Hal itu membuatnya melaporkan kasus ini ke Polres Manggarai Timur pada 1 Mei.

Tadeus mengaku polisi baru menindaklanjuti laporannya setelah kasus ini ramai dibicarakan publik. 

Ia menyatakan, selain dirinya, rupanya enam warga lainnya di Manggarai Timur mengalami kasus serupa.

Salah satunya adalah Datto Algadri, seorang anggota Satuan Polisi Pamong Praja di Manggarai Timur.

Datto adalah orang yang juga menerima uang dari Tadeus pada 18 Februari 2022 untuk diserahkan kepada Irwahidah.

Tadeus Melang (kanan) saat menyerahkan uang kepada Datto Algadri pada 18 Februari 2022. (Dokumentasi Tadeus Melang)

Berbicara dengan Floresa pada 11 Juni, Datto mengaku ikut memberi uang kepada Irwahidah senilai Rp100 juta.

Ia mengatakan hanya membantu menemui warga, membuat surat kesepakatan dan mengumpulkan uang dari warga, termasuk Tadeus, atas permintaan Irwahidah.

Setelahnya, kata dia, uang diserahkan kepada Irwahidah.

Ia berkata, dari tujuh orang warga di Manggarai Timur, dua di antaranya sudah menerima pengembalian uang masing-masing sebesar Rp50 juta, sementara lima warga lainnya belum, termasuk dirinya dan Tadeus.

Ditanya Floresa soal warga lainnya seperti pengakuan Tadeus dan Datto, Irwahidah mengklaim tidak mengenal mereka.

“Selain Tadeus, bukan urusan saya.” katanya.

Namun, kata Datto, sepengetahuannya, Irwahidah masih harus membayar sekitar Rp600 juta yang belum dikembalikan kepada warga.

“Untuk Tadeus, sudah dijanjikan tanggal 15 Juni ini dikembalikan, sementara yang lain sudah menempuh jalur penyelesaian yang berbeda,” ujarnya.

Ia tidak merinci bentuk jalur penyelesaian berbeda itu.

Soal keterlambatan pengembalian uang itu, Irwahidah berdalih bahwa dalam surat kesepakatan tidak dicantumkan waktu pengembalian.

Namun, ia berjanji akan tetap mengembalikan sisa uang Tadeus.

Ia mengklaim praktik percaloan untuk membantu meloloskan seseorang saat tes PNS sebagai hal lumrah.

“Saya pikir di kepolisian [praktik seperti itu] juga ada,” klaimnya.

Ia sempat meminta Floresa tidak memberitakan kasus ini, beralasan “takut nama tercemar.” 

Kasus Lain Sebelumnya

Irwahidah sebelumnya terlibat kasus serupa dengan korban warga di Kabupaten Manggarai.

Ia dilaporkan melakukan penipuan saat perekrutan calon pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 

Ia meminta uang Rp60 juta kepada dua orangtua calon pegawai di kementerian itu dengan janji anak mereka lolos saat mengikuti tes. Keduanya ternyata gagal.

Irwahidah mengklaim persoalannya dengan dua warga di Manggarai tersebut sudah diselesaikan. 

“Saya sudah kembalikan uangnya sebelum pindah ke Kupang pada 2022,” katanya kepada Floresa.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi- Komisi Yudisial Republik Indonesia, Joko Sasmito mendorong agar kasus ini dilaporkan ke lembaganya. 

“Kalau ada pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, diharapkan melapor ke Komisi Yudisial lewat penghubungnya di NTT,” katanya kepada Floresa pada 10 Juni.

Siapa Hakim Irwahidah?

Dikutip dari data profil di situs Pengadilan Agama Kupang, Irwahidah lahir di Ende, Kabupaten Ende pada  27 Agustus 1977.

Ia menamatkan pendidikan Magister Hukum Tata Negara di Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jawa Tengah pada 2014, setelah sebelumnya Strata Satu Hukum Islam di STAIN Mataram, Nusa Tenggara Barat pada 1999.

Sebelum bertugas di Pengadilan Tinggi Agama Kupang mulai 06 Oktober 2022 dengan status “hakim non palu”, ia sempat bertugas sebagai Ketua Pengadilan Agama Labuan Bajo sejak 24 Januari 2022.

Ia pindah ke ibu kota Kabupaten Manggarai Barat itu usai mutasi dari jabatan sebagai Ketua Pengadilan Agama Ruteng yang diemban sejak 06 Agustus 2020. 

Di Ruteng, ia bertugas sejak 14 Mei 2019, dengan jabatan semula sebagai wakil ketua.

Irwahidah juga sempat bertugas di wilayah lain di Nusa Tenggara Timur, yaitu 

sebagi Hakim Tingkat Pertama Pengadilan Agama Ende sejak 2 Januari 2012 dan di Pengadilan Agama Kupang, dengan jabatan sebagai fungsional umum pada 2005-2006 dan pengadministrasi umum pada 2006-2008.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA