Floresa.co – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan Mawatu Resort melakukan pelanggaran karena melakukan reklamasi untuk pembangunan tanggul laut dalam proyek hunian mewah di pesisir Labuan Bajo di luar dari cakupan lokasi izinnya.
Robertus Eddy Surya dari Dinas Kelautan dan Perikanan menyatakan, Mawatu memang telah mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu mencakup area seluas 6,5 hektare dan kedalaman lima meter untuk membangun villa, hotel laut dan dermaga jetty.
Izin yang tertuang dalam surat bernomor 10 02 22 105153 000 2 itu terbit pada 10 Februari 2022 dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri.
Menurut Eddy, Mawatu bisa membangun apa saja di wilayah izin itu, namun “tidak boleh melakukan reklamasi.”
“Yang salahnya, mereka bangun di luar 6,5 hektare yang mendapat izin, kemudian reklamasi lagi,” kata Eddy kepada Floresa pada 5 Mei.
Ia berkata, temuan itu merujuk pada hasil inspeksi lapangan pada 20 Februari 2025, serta kunjungan lanjutan pada 11 dan 22 Maret.
Dalam kunjungan tersebut, kata dia, ada tumpukan batu yang membentuk tanggul di luar area izin tersebut, yang digunakan untuk reklamasi.

Eddy menegaskan bahwa di Manggarai Barat, reklamasi dan tanggul laut tidak diizinkan berdasarkan aturan yang berlaku.
“Bahkan, jika ada permohonan izin baru untuk kegiatan serupa, dipastikan izin tersebut tidak akan diterbitkan,” kata Eddy yang merupakan Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur.
“Secara aturan reklamasi dan tanggul laut tidak dimungkinkan,” tambahnya.
Apalagi, kata dia, tanggul itu berada di kawasan pemanfaatan ruang zona perikanan tangkap.
Larangan reklamasi itu, jelasnya, merujuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi NTT Nomor 4 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah NTT 2024-2040.
Penelusuran Floresa, dalam lampiran XIII Perda tersebut disebutkan total luas zona perikanan tangkap di wilayah Manggarai Barat adalah 406.556,11 hektare.
Perikanan Tangkap Zona 01 yang berada pada koordinat X (bujur): 119⁰33’07.46769037″E dan Y (lintang) 08⁰52’01.19480902″S seluas 156.817,59 hektare.
Sementara Perikanan Tangkap Zona 02 yang terletak pada koordinat X: 119⁰48’02.50147511″E dan Y: 08⁰19’23.51201111″S seluas 249.738,52 hektare.
Merujuk pada perpetaan google, Mawatu Resort terletak pada koordinat (bujur/X: 119°54’09.1″E dan lintang (Y): 8°28’16.5″S.
Berdasarkan letak koordinatnya, proyek Mawatu Resort memang berada di zona perikanan tangkap.
Pada zona perikanan tangkap ini, menurut Perda itu, kegiatan yang tidak diperbolehkan antara lain pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, pembuangan, penimbunan limbah B3 dan non B3 serta kegiatan yang menghalangi alur migrasi biota laut.
Eddy berkata, pihaknya telah melakukan pengawasan serta meminta manajer proyek untuk menghentikan upaya reklamasi.
Dalam laporan Floresa sebelumnya, Mawatu Resort melakukan aktivitas penambangan pasir laut ilegal untuk reklamasi itu, sebelum akhirnya dihentikan Tim Patroli Keamanan Laut Pangkalan TNI Angkatan Laut Labuan Bajo pada 10 Februari.
Sejak aktivitas penambangan ilegal itu dihentikan, kata Eddy, Dinas Kelautan dan Perikanan telah tiga kali turun melakukan pengawasan.
“Sejak saat itu aktivitas reklamasi tidak dilanjutkan,” katanya.

Sebagai langkah lanjutan, kata dia, pihaknya telah menyurati Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT di Kupang agar berkoordinasi dengan KKP di Jakarta untuk mempertimbangkan sanksi bagi Mawatu Resort.
Eddy berkata, sesuai dengan Peraturan Menteri KKP No. 26 Tahun 2022, pelanggaran pemanfaatan ruang laut dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan, penutupan lokasi, pencabutan izin/persetujuan, hingga pencabutan dokumen.
“KKP yang mengambil keputusan. Kita menunggu, berharapnya bisa cepat,” kata Eddy.
Klaim Perusahaan: Bukan Reklamasi tapi Tanggul
Sementara itu, Alfred, Koordinator Lapangan Proyek Pengembangan Mawatu Resort dalam klarifikasi ke media mengklaim pihaknya tidak mereklamasi pantai.
Ia mengklaim hanya membangun tanggul untuk menahan laju abrasi di kawasan Pantai Orange Secret Beach Camping atas permintaan warga Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo.
“Itu adalah tanggul untuk menahan gelombang supaya daratan kita tidak terjadi abrasi dan bukan reklamasi, melainkan pengamanan pantai,” katanya pada 8 Maret.
Alfred mengklaim pembangunan tanggul tersebut merupakan tindak lanjut PT Graha Properti Sentosa — pengembang Mawatu Resort — terhadap surat permohonan pemerintah, baik Pemerintah Desa Batu Cermin maupun Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

Merujuk laporan Patrolipost.com, permintaan itu dikirimkan Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi ke PT Graha pada 19 Juni 2024 melalui surat bernomor Pem.131/79/VI/2024.
Edi meminta PT Graha agar “memberikan akses bagi masyarakat dalam menggunakan Pantai Orange Secret Beach Camping sebagai ruang publik atau tempat rekreasi.”
PT Graha juga diminta berkontribusi dalam pengamanan pantai dan pembuatan area rekreasi sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility, CSR.
Alfred mengklaim sejak awal, pembangunan kawasan Mawatu berkomitmen untuk menghadirkan ruang publik, baik bagi warga Desa Batu Cermin maupun warga Manggarai Barat.
Komitmen itu, klaimnya, tertuang dalam surat jawaban atas permintaan Edi bernomor 013/DIR-LGL/GPS/VII/2024 yang dikeluarkan pada 5 Juli 2024.
Surat yang ditujukan kepada Kepala Desa Batu Cermin, Marianus Yono Jehanu itu berkaitan “permohonan akses dan pemulihan keadaan pantai untuk dapat digunakan sebagai daya tarik wisata.”
Dalam surat itu disebutkan PT Graha memberikan akses kepada masyarakat melalui proyek Mawatu, baik “selama pembersihan, pemulihan dan perbaikan pantai” maupun “setelah pantai tersebut berfungsi dengan baik.”
Poin lain yang disebutkan dalam surat itu adalah PT Graha berkomitmen dalam CSR dengan cara “terlibat dalam program pembersihan, pemulihan dan perbaikan pantai untuk kepentingan masyarakat umum,” baik dalam bentuk dukungan pemikiran, gagasan teknis dan bantuan finansial.

Mawatu Resort merupakan salah satu di antara beberapa proyek properti milik Vasanta Grup yang berlokasi di Ketentang, Desa Batu Cermin.
Perusahaan yang berdiri pada 2015 ini berkantor pusat di Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Dari informasi di web resminya, Mawatu Labuan Bajo menyebut diri sebagai kawasan resor dan komersil terpadu.
Peletakan batu pertama proyek ini dilakukan pada 30 April 2021, dengan total investasi Rp1,3 triliun, menurut Bisnis.com.
Di lahan seluas 12 hektare, perusahaan tersebut membangun hotel, pusat bisnis dan kawasan hunian yang dijual antara Rp1,8 miliar hingga Rp5 miliar per unit.
Mawatu merupakan salah satu dari sejumlah kawasan mewah di sepanjang garis pantai Labuan Bajo yang menguasai secara eksklusif wilayah sempadan pantai.
Editor: Petrus Dabu