Floresa.co – Sebanyak 21.134 anak berusia di bawah lima tahun (balita) mengalami kekurangan gizi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain itu, tercatat 1.918 anak menderita gizi buruk dan 11 balita meninggal selama Januari-Mei 2015.
Sebagaimana dilansir Harian Kompas, Selasa (23/6/2015), Kepala Seksi Perbaikan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan NTT Isbandrio mengatakan, anak-anak yang menderita yang gizi buruk berasal dari keluarga miskin yang tinggal di daerah terpencil dan pedalaman.
Infrastruktur seperti jalan yang kurang memadai, kata Isbandrio, membuat mereka sulit dijangkau oleh kendaraan bermotor. Akibatnya, para penderita gizi buruk tak terkontrol oleh petugas kesehatan. Mereka pun dengan mudah digerogoti berbagai penyakit lain, katanya.
Selain itu, pemahaman ibu tentang gizi yang rendah dan kemarau panjang yang membuat gagal paneb selama tahun 2014 membuat asupan gizi anak berkurang, bahkan tidak bergizi sama sekali.
”Kekurangan gizi itu membuat anak mudah terserang berbagai penyakit, seperti diare. Lalu menimbulkan kematian,” kata Isbandrio.
Kasus gizi buruk terjadi di hampir semua kabupaten di NTT. Kasus terbanyak di Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
Kasus gizi buruk sebenarnya selalu terjadi setiap tahun di NTT. Tahun 2014, misalnya, tercatat 2.100 anak penderita gizi buruk dan 15 anak di antaranya meninggal, serta tercatat 3.121 anak balita mengalami kurang gizi.
Merespons kenyataan ini Kepala Dinas Kesehatan NTT Stefanus Bria mengatakan, kasus gizi buruk tak hanya tanggung jawab dinas kesehatan. Beberapa instansi pemerintah ikut bertanggung jawab karena gizi buruk erat kaitannya dengan masalah kemiskinan.
”Koordinasi antarinstansi pemerintah belum berjalan,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi NTT, kata dia, telah memperkuat posyandu dengan pemberian makanan tambahan kepada anak balita agar tidak masuk kategori gizi buruk atau kurang gizi.
Menurut Stefanus, anak yang masuk kategori gizi buruk atau kurang gizi mendapat perawatan khusus di rumah sakit atau puskesmas terdekat. Penyebaran tenaga perawat ke puskesmas juga diperbanyak, selain dukungan instansi lain untuk pengadaan beras miskin serta program pemberdayaan masyarakat. (Armand Suparman/ARS/Floresa)