Alasan Warga Wae Sano – Mabar Menolak Proyek Geothermal

Labuan Bajo, Floresa.co – Warga Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak proyek geothermal di wilayah itu.

Menurut warga, sikap itu mereka ambil dikarenakan, proyek yang sebagian dananya merupakan hibah dari Bank Dunia itu mengancam keberlangsungan hidup mereka serta ekosistem di dalamnya.

Sementara, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menempuh berbagai cara untuk memuluskan proyek itu. Namun, warga bersikukuh menolak.

Berikut alasan-alasan penolakan warga Wae Sano.

Pertama, Lokasi Proyek Dekat Dengan Pemukiman

Sesuai hasil survei yang disaksikan beberapa warga secara langsung, lokasi rencana aktivitas PT SMI berada di dataran tinggi, sementara kampung berada di bagian bawah. Jarak dari titik-titik lokasi yang digunakan PT SMI ini hanya sekitar 5-150 meter dari rumah-rumah warga.

Kedua, Lahan Pertanian dan Perkebunan

Sebaran titik hasil survei yang dilakukan PT SMI, untuk kemudian rencananya akan dijadikan are pengembangan geothermal berada langsung di lahan-lahan produktif pertanian dan perkebunan masyarakat. Di lahan pertanian dan perkebunan ini terdapat kopi, vanili, cengkeh, kakao, kemiri, mahoni, pisang, keladi, kelapa, dan jenis komoditi lainnya yang menjadi sandaran utama sumber penghidupan masyarakat.

Ketiga, Mata Air

Lokasi rencana eksplorasi PT SMI hanya berjarak hanya sekitar 150-200 meter dari ‘Wae Be’el’. Mata air ini merupakan salah satu sumber air yang sangat penting bagi seluruh masyarakat kampung Nunang, bahkan siswa-siswi SD Katolik (SDK) Nunang dan SMP Negeri 5 Sano Nggoang juga memanfaatkan sumber mata air yang sama.

Selain Wae Be’el, sumber mata air lain yang ada di Desa Wae Sano yang kemudian berpotensi tercemar dan hilang adalah Wae Kuta dan Wae Ndu.

Empat, Fasilitas Pendidikan dan Agama

Letak Sekolah SDK Nunang dan SMP Negeri 5 Sano Nggoang yang berhimpitan langsung dengan Danau Sano Nggoang juga berpotensi rusak dan tenggelam, mengingat rencana aktivitas PT SMI berada di dataran tinggi, jaraknya tak kurang dari 300 meter.

Selain itu, terdapat juga gereja Paroki Nunang, yang bersebelahan dengan SD dan SMP tersebut serta tempat pelayanan kesehatan untuk warga setempat atau Pustu.

Lima, Situs Budaya

Rencana lokasi aktivitas geothermal PT SMI berada langsung di belakang mbaru tembong (rumah adat) kampung Nunang, Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat. Selain itu, tempat di samping rumah adat, terdapat juga compang (tugu persembahan).

Aktivitas eksplorasi dan eksploitasi ini nanti akan berdampak langsung pada rumah adat. Rumah yang tidak saja menjadi tempat penyelenggaraan budaya, tetapi juga mencerminkan keseluruhan makna kehidupan masyarakat Wae Sano. Demikian pun dengan compang, juga akan terancam hilang jika proyek itu tetap berjalan.

Enam, Desa Ekowisata

Desa Wae Sano, di mana di dalamnya terdapat Danau Sano Nggoang, sebuah danau vulkanik terbesar di NTT dan merupakan salah satu ikon pariwisata di Mabar sangat potensial untuk dikembangkan sektor pariwisata berbasis masyarakat. Pemerintah, melalui Permendagri No 33/2009, dan Perpres 32/2018 tentang Badan Otoritas Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo, Flores menjadikan Danau Sano Nggoang sebagai salah satu tujuan wisata menarik di NTT.

Selain itu, upaya Pemerintah Desa Wae Sano untuk menjadikan Desa Wae Sano sebagai Desa Ekowisata pun telah digodok, saat ini Peraturan Desa tentang pengembangan Desa Wae Sano sebagai Desa Ekowisata tengah dirampungkan.

Kehadiran PT SMI yang akan mengembangkan geothermal ini tentu akan mematikan sektor pariwisata yang menjanjikan ini, bahkan lebih jauh menghancurkan sumber penghidupan masyarakat itu sendiri.

Tujuh, Konflik Sosial

Sejak kampung Nunang berdiri, masyarakat tak pernah berkonflik, terutama soal keberadaan tanah ulayat dan tanah milik pribadi. Namun, sejak PT SMI hadir, konflik ini tampak sengaja diciptakan, masyarakat lalu terpolarisasi menjadi kelompok pro dan kontra.

Delapan, Habitat Burung

Hasil inventarisasi keragaman burung di sejumlah titik di Nunang, Lempe, Ta’al, dan Golo Lampang, yang dilakukan pihak PT SMI melalui PT Aecom Indonesia sebagai konsultan yang kemudian bekerja sama dengan Burung Indonesia, pada 26-27 November dan 1 Desember 2017, ditemukan, bahwa di Nunang ternyata adalah habitat penting bagi burung-burung sebaran terbatas dan endemis Flores seperti Gagak Flores, Celepuk Flores, Punai Flores, Celepuk Wallacea, Celepuk Maluku, dan Sepah Kerdil.

Sementara di Lempe yang menjadi sasaran pengeboran berjarak 1 km dari dusun yang merupakan lahan perkebunan kemiri milik masyarakat, ditemukan dua burung endemik Flores, yakni Celepuk Flores dan Gagak Flores.

Nonton video berikut!

ARJ/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA