Kupang, Floresa.co – Perjuangan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju Provinsi Kepulauan harus didukung oleh para bupati/walikota seluruh NTT. Dukungan ini tidak saja berkaitan dengan penyamaan konsep dan arah pembangunan, tetapi juga soliditas kepemimpinan antara gubernur dan para bupati dan walikota.
Gagasan itu mengemuka dalam diskusi terbatas para mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang, Senin lalu (8/12/2014).
Diskusi yang bertajuk “Provinsi Kepulauan: Peluang dan Tantangan”, itu dihadiri puluhan aktivis dari berbagai kampus di Kota Kupang.
Ketua GMNI Cabang Kupang, Elvis Jehama menyatakan, perjuangan pemerintah daerah di NTT menuju provinsi kepulauann sudah lama. Perjuangan ini pun kesannya tidak serius dan belum mendapat dukungan dari seluruh bupati/walikota di NTT.
“Kalau pemerintah daerah serius, mengapa tidak ada kolektivitas dan sinergisitas antara gubernur dan bupati se–NTT? Perjuangan provinsi kepulauan ini harusnya menjadi agenda perjuangan bersama para kepala daerah di NTT,” kata Elvis.
Elvis menyatakan, secara geo-ekonomi, NTT sangat diuntungkan karena berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste dalam siklus segitiga ekonomi dunia.
Berbagai potensi, kata dia, mulai dari bidang perikanan seperti tuna, rumput laut, loster dan mutiara, bidang wisata bahari dengan pantai yang eksotik dan keindahan bawah laut serta potensi keanekaragaman budaya yang siap dipentaskan di panggung internasional merupakan deretan kekayaan yang siap dikelola guna mendatangkan income bagi masyarakat NTT.
”Tantangannya adalah bagaimana mensinergikan program-program pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Berikut, fungsi koordinasi Gubernur adalah jalan tengahnya untuk mengomunikasikan visi-misi bagi tercapainya pembangunan NTT yang terpadu,” tutur Elvis.
Elvis tidak menampik belum maksimalnya komunikasi dan koordinasi antara gubernur dan para bupati di NTT selama ini. Menurutnya, ada kesan gubernur berjalan sendiri tanpa ada dukungan dari para kepala daerah lainnya.
“Agenda perjuangan provinsi kepulauan sudah saatnya diarahkan kepada seluruh kepala daerah di NTT. Hal ini penting mengingat perjuangan itu sesungguhnya untuk kebaikan bersama seluruh masyarakat NTT,” katanya.
Teofilus Mangngi, Sekretaris GMNI Cabang Kupang, menyatakan, NTT yang yang memiliki luas laut sebesar 88% dari seluruh luas wilayah NTT, harus dilihat sebagai sebuah peluang besar menuju kemandirian daerah. Hal ini bertautan dengan komitmen pemerintahan Jokowi – JK yang mulai menggarap potensi laut untuk kemandirian bangsa.
“Para kepala daerah di NTT segera bangkit dan bersatu, melepas semua ego masing-masing daerah yang terus terpelihara selama ini. Sudah tidak jamannya lagi, masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri,” tegas Teofilus.
Para peserta diskusi juga melihat, perjuangan menuju Provinsi Kepulaun, juga penting terkait anggaran.
Yorit Poni, salah satu peserta mengatakan, hitungan alokasi APBN selama ini hanya berpatokan pada wilayah daratan saja. Dengan demikian, kata dia, NTT yang luas daratannya hanya 18% berimplikasi pada jumlah anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat.
“Padahal jika NTT dijadikan propinsi kepulauan, maka akan mendapatkan porsi anggaran yang besar dalam proses pembangunan di NTT,” tegas Yorit.
Selain itu, demikian Yorit, selama ini, dalam peraturan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), masyarakat hanya mengelola 12 mil dari garis pantai. Kebijakan ini, kata dia, tentunya berpengaruh pada pendapatan perkapitan masyarakat pesisir pantai (nelayan), karena luas jangkauan tangkapanya sangat sempit.
“Apabila luas tangkapanya sempit tentunya akan berpengaruh pada pendapatan perkapita nelayan, jika dilihat dari kaca mata ekonomi mikro,” sambungnya. (IKN/Floresa)