BerandaREPORTASEPERISTIWAPengakuan Kepala Dinas: Pungutan...

Pengakuan Kepala Dinas: Pungutan Rp500 Ribu untuk Seminar Berdasarkan Hasil Rapat dengan Kejari Manggarai

Setoran itu dinilai bertentangan dengan tema seminar yang membahas upaya penanganan tindak pidana yang merugikan negara

Floresa.co – Seorang kepala dinas membenarkan setoran Rp500 ribu dari peserta seminar yang digelar Kejaksaan Negeri [Kejari] Manggarai, menyebutnya merupakan hasil kesepakatan sebuah rapat di kantor Kejaksaan yang dihadiri pimpinan dinas terkait dari dua kabupaten.

Ia juga berharap Kejaksaan mengakui adanya setoran tersebut, tidak menyangkalnya.

“Saya lupa persis tanggal kami rapat di kantor Kejaksaan itu. Yang hadir saat itu empat kepala dinas dari dua kabupaten,” kata Yoseph Jehalut, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa [PMD] Kabupaten Manggarai.

Ia merinci pejabat yang hadir itu antara lain Kadis PMD Manggarai Timur, Gaspar Nanggar, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga [PPO] Manggarai Timur, Flavianus Gon, Sekretaris Dinas PPO Manggarai, Wensislaus Sedan dan salah satu asisten Bupati Manggarai Timur.

Ia menyebut, dana Rp500 ribu yang disepakati dalam acara itu adalah untuk makan minum, sewa keamanan dan perlengkapan lain selama acara.

Yoseph mengatakan, dari hasil rapat itu, Kepala Dinas PMD kemudian mengadakan rapat dengan para camat, lalu antara para camat dengan kepala desa.

“Intinya, rapat di kecamatan itu sesuai dengan arahan saya,” jelasnya kepada Floresa di kantornya, Senin, 24 Juli.

Yoseph Jehalut, Kepala Dinas PMD Kabupaten Manggarai. (Foto: Engkos Pahing/Floresa.co)

Ia mengatakan, kecamatan yang mengumpulkan dana tersebut, lalu diserahkan ke dinas.

“Untuk Kabupaten Manggarai, hanya dua kecamatan saja yang uangnya sudah saya ambil, yakni kecamatan Ruteng dan Kecamatan Cibal Barat. Selebihnya masih di tangan pihak kecamatan,” katanya.

Wensislaus Sedan dari Dinas PPO Manggarai membenarkan kehadirannya dalam rapat di Kejaksaan itu.

Ia mengatakan kepada Floresa tidak bisa menjelaskan rinci agenda yang mereka bicarakan saat itu dengan alasan belum dapat izin dari Kepala Dinas, Fransiskus Gero.

Seminar itu digelar selama dua hari, di mana pada 17 Juli pesertanya adalah 382 kepala desa, sementara pada 18 Juli untuk kepala sekolah SD-SMP, yang berjumlah 600 orang. Mereka berasal dari Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur, wilayah yang berada di bawah yurisdiksi Kejari Manggarai. Jika ditotal, dana yang terkumpul mencapai Rp491 juta.

Setoran dana itu dikritisi sejumlah pihak karena dinilai bisa berpengaruh terhadap kerja Kejaksaan untuk mengawasi dan menindak penyalahgunaan keuangan negara, padahal seminar itu membahas tema “Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan dalam Menangani Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara.”

Seorang kepala desa dari Kabupaten Manggarai yang ikut dalam acara itu memprotes setoran Rp500 ribu itu, karena tidak ada dalam anggaran, sehingga ia harus mengambil uang pribadinya.

Beberapa kepala desa lain juga menyebut bahwa mereka tidak mendapat informasi jelas terkait penggunaan dana itu.

Bayu Sugiri, Kepala Kejari Manggarai, sempat menampik tuduhan pengumpulan dana untuk membiayai kegiatan seminar yang digelar dalam rangka menyambut Hari Bhakti Adiyaksa ke-63 itu.

“Terlalu bodoh kalau saya lakukan itu. [Sudah] dua tahun enam bulan saya [bertugas] di sini,” katanya kepada wartawan.

Bayu Sugiri, Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai. (Foto: Kejaksaan Negeri Manggarai)

Bayu juga mengatakan kepada Floresa: “saya pastikan tidak ada kaitannya sama saya dan jajaran.”

Yoseph mempersoalkan pernyataan Kejaksaan, juga pemberitaan media yang ia sebut banyak menyoroti dinasnya.

“Kalau mau sorot itu sorot semua empat kepala dinas. Kenapa hanya saya. Apa kepentingannya sehingga harus sebut saya,” katanya.

Ia mengklaim awalnya memang dana kontribusi itu diminta Kejaksaan kepada dinas.

Namun, kata dia, Kepala Dinas PMD Manggarai Timur, Gaspar Nanggar berdiskusi dengannya karena tidak memiliki anggaran.

Karena itu, kata dia, mereka memutuskan untuk meminta kontribusi kepada setiap kepala desa.

Yoseph mengatakan, seharusnya Kejaksaan mengakui adanya arahan untuk meminta kontribusi itu.

Neka ciho iko,” katanya menukil peribahasa Manggarai, yang kira-kira berarti jangan menyembunyikan diri.

“Saya merasa terpojok di media. Saya mau sembunyi dimana dalam kota [Ruteng] ini. Dalam kota ini banyak keluarga saya,” katanya.

Wensenslaus dari Dinas PPO Manggarai mengatakan, “kasihan kami ini, mau mundur kena, mau maju juga kena.”

Sementara itu, Kepala Dinas PMD Manggarai Timur, Gaspar Nanggar tidak merespons permintaan wawancara Floresa sejak pekan lalu.

Ketika dihubungi kembali pada Senin, 24 Juli lewat pesan WhatsApp, ia tidak merespons. Panggilan telepon juga tidak ia angkat.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas PPO, Flavianus Gon juga tidak merespons permintaan komentar oleh Floresa.

Pungutan seminar ini terjadi saat Kejari Manggarai tengah menjadi fokus sorotan publik, terutama dalam penanganan kasus korupsi pembangunan Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur.

Kejaksaan dikritik karena memeroses hukum masalah pengadaan tanah terminal hingga berujung penjara bagi pemilik lahan, Gregorius Jeramu dan seorang staf di dinas terkait, Benediktus Aristo Moa. Namun, masalah pembangunan terminal yang tidak dimanfaatkan sejak selesai dibangun 2015 itu tidak ditindaklanjuti.

Terminal itu dibangun pada saat Fansialdus Jahang, kini Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai, menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Manggarai Timur, dan Gaspar Nanggar sebagai Kepala Bidang Perhubungan Darat di dinas itu.

Doni Parera, seorang pegiat sosial mengatakan, kasus pungutan seminar ini menambah deretan citra buruk Kejari Manggarai.

“Setelah penjarakan petani yang jual tanah miliknya kepada pemerintah,” katanya merujuk pada Gregorius Jeramu, “kini ada pungutan untuk kegiatan seminar yang besarannya hingga ratusan juta.”

“Lucunya lagi, kegiatan seminar itu membicarakan soal melawan korupsi. Publik yang kritis dibuat tersenyum kecut dengan situasi ini,” katanya.

Ia mengatakan, mestinya, ketika persoalan dugaan pungutan ini mencuat ke publik, inspektorat internal Kejaksaan turun tangan, melakukan penindakan.

Ia menjelaskan, korupsi yang adalah sebuah kejahatan luar biasa dan menjadi laten di NTT, salah satu dari provinsi termiskin di Indonesia, “tidak dapat ditangani oleh orang-orang yang tidak bersih.”

“Bagaimana kita bisa bangkit dari ketertinggalan, keterpurukan, kondisi provinsi termiskin, namun dengan tingkat korupsi paling tinggi, jika aparat yang tangani korupsi adalah oknum seperti ini. Apa yang mau diharapkan?” katanya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga