Floresa.co – Setya Novanto, terpidana kasus korupsi yang juga mantan Ketua DPR RI, dan anaknya menjadi bagian dari pihak yang telah dimintai keterangan oleh Kejaksaaan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pengelolaan Pantai Pede di Labuan Bajo.
A. A. Raka Putra Dharmana, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur [Kejati NTT] mengkonfirmasi kepada Floresa terkait pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap Novanto dan anaknya, Rheza Herwindo.
“Setya Novanto diperiksa sebagai saksi sekitar dua bulan lalu di Lapas Sukamiskin, sedangkan anaknya diperiksa awal Oktober lalu di Kejati,” kata Raka Putra Dharmana, Jumat, 3 November.
Keduanya diduga terkait dengan PT Sarana Investama Manggabar [PT SIM] yang mengelola Pantai Pede, namun kemudian menelantarkannya.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari rangkaian penyidikan terhadap dugaan kasus korupsi pemanfaatan tanah seluas 31.670 meter persegi di Pantai Pede.
Sebelum kasus ini diusut Kejati NTT, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat memutus kontrak dengan PT SIM pada April 2020.
Pada 18 April 2020 Pemerintah Provinsi NTT melalui Badan Pendapatan dan Aset Daerah secara resmi mengambil alih pengelolaannya, termasuk Hotel Pelago yang dibangun PT SIM, lalu menyerahkannya kepada PT Flobamor, sebuah perusahaan milik provinsi.
Ditarik ke belakang, langkah Pemerintah Provinsi NTT menyerahkan Pantai Pede ke PT SIM pada 2012 dilakukan di tengah protes publik yang menginginkan agar pantai tersebut tetap bisa bebas diakses oleh masyarakat setelah banyaknya pantai di Labuan Bajo yang dikuasai korporasi.
Di sisi lain, kepemilikan tanah di Pantai Pede oleh Pemerintah Provinsi NTT juga dinilai tidak sesuai dengan perintah UU No. 8 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat.
Pasal 13 UU tersebut memerintahkan Gubernur NTT dan Bupati Manggarai [kabupaten induk] untuk menyerahkan pegawai dan barang milik/kekayaan daerah berupa tanah, bangunan dan lainnya ke Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat pada saat pembentukan kabupaten itu.
Merespons tuntutan berbagai elemen masyarakat, pada 13 September 2016, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyurati Frans Lebu Raya Gubernur NTT saat itu untuk menyerahkan Pantai Pede ke Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.
Namun, surat itu tak diindahkan oleh Lebu Raya, hingga era Laiskodat. Pantai itu tetap dikelola Pemerintah Provinsi NTT.
Nama Novanto memang ramai dibicarakan sebagai dalang di balik privatiasi pantai ini. Saat polemik Pantai Pede ramai, Ia berstatus sebagai Ketua DPR RI.
Novanto merupakan anggota dewan yang mewakili daerah pemilihan NTT II, yang mencakup Pulau Timor dan Sumba, selama hampir 20 tahun.
Eks Ketua Umum Partai Golkar ini divonis 16 tahun penjara pada 2018 dalam kasus korupsi e-KTP.
Reza Herwindo, putra Novanto, selain ikut terseret dalam kasus Pantai Pede, juga merupakan komisaris utama PT Komodo Wildlife Ecotourism [PT KWE], perusahaan yang mendapat izin konsesi di wilayah Taman Nasional Komodo, dan terus menjadi sasaran kritikan warga dan kelompok sipil.
KWE yang berdiri pada 8 Desember 2010 ini mendapat izin konsensi pada 23 September 2014 dengan durasi 55 tahun di dua lokasi, yakni di Loh Liang, Pulau Komodo seluas 151,94 hektar dan di Pulau Padar seluas 274,13 hektar.