Bantah Berutang pada PT MMI, Eks Pemegang Saham dan Komisaris Sebut Uangnya Ditarik karena Percuma Investasi

Berinvestasi Rp150 juta di PT MMI sejak 2013, Monika Ambang hanya dapat dividen Rp20 juta

Baca Juga

Floresa.co – Salah satu mantan pemegang saham dan komisaris PT Manggarai Multi Investasi [MMI] membantah berutang di Badan Usaha Milik Daerah [BUMD] Kabupaten Manggarai itu.

Monika Ambang, yang sudah mengundurkan diri pada 2022 dari posisi sebagai komisaris mengklaim utangnya yang tercatat dalam laporan hasil audit perusahaan itu senilai Rp150 juta adalah saham yang ditarik kembali setelah tidak mendapat imbal hasil yang memuaskan.

Monika yang berbicara dengan Floresa pada 19 April berkata, ia merupakan salah satu investor yang menyetorkan modal Rp150 juta saat perusahaan itu berdiri pada 2013.

Namun, ia kecewa karena baru mendapatkan dividen pada 2021, sebanyak Rp20 juta. Dividen merupakan bagian dari laba bersih perusahaan yang dibagikan ke pemegang saham.

Karena itulah, pada tahun tersebut, Monika memutuskan mengambil kembali dana investasinya.

“Bayangkan uang kami 150 juta, tanam saham di PT MMI sejak 2013 sampai 2021 tidak ada hasilnya. Akhirnya saya minta tarik kembali,” katanya.

Merujuk pada laporan hasil audit oleh Auditor Independen pada 2022 terhadap PT MMI, Monika tercatat sebagai salah satu dari debitur yang dinyatakan “sulit ditagih atau macet.”

Berdasarkan laporan audit tersebut, total piutang PT MMI pada 107 debitur senilai Rp6,97 miliar. 

Monika menegaskan, “yang sebenarnya, saya tarik kembali uang saya, bukan utang.”

Ia berkata, penarikan itu terjadi ketika PT MMI masih dipimpin Yustinus Mahu, direktur utama yang juga mengundurkan diri pada 2021.

Ia berkata, waktu penarikan itu mendapat total Rp170 juta, usai ditambah dividen.

“Itu pun karena waktu itu saya sudah marah-marah,” katanya, “saya omong dengan direkturnya, ‘bagaimana ini Pak, uangnya lebih baik saya kelola sendiri.”

Mengapa Dicatat Sebagai Utang?

Monika menduga ada kesalahan pencatatan oleh bagian keuangan perusahaan sehingga penarikan modal investasinya itu dicatat sebagai utang, seperti dalam hasil audit.

“Bendaharanya tidak betul semua. Saya marah. Bagaimana bisa ada orang tulis [sebagai utang],” katanya.

Monika berkata menarik kembali modalnya tidak melalui Rapat Umum Pemegang Saham [RUPS], tetapi langsung ke Direktur Utama, Yustinus Mahu dan Direktur Keuangan, Maksimus Man.

Ia berkata, sebelumnya ia hanya sebagai pemegang saham, lalu ditunjuk sebagai komisaris pada RUPS tahun 2021, saat Manggarai dipimpin pasangan Herybertus GL Nabit-Heribertus Ngabut.

Ia berkata saat diangkat sebagai komisaris, “saya sendiri juga sudah tidak berminat,” hingga mengundurkan diri pada 2022.

“Saya sudah tidak sebagai apa-apa di sana,” katanya.

Ditanya soal permasalahan di PT MMI yang saat ini sedang diusut kejaksaan, termasuk soal piutang macet, Monika berkata tidak mengetahui kondisi di internal perusahaan.

Ia mengaku hanya mengikuti kondisi perusahaan dari paparan pada saat RUPS.

“Saya tidak tahu masalah di dalamnya bagaimana, sampai masalah keuangannya itu, sungguh saya tidak tahu,” katanya.

“Kami hanya penanam saham, yang kelola uang di dalamnya kan direkturnya. Kami sebagai komisaris juga hanya pantau saja,” tambah Monika.

Diusut Kejaksaan

Selain Monika, pemegang saham lainnya di PT MMI adalah Pemerintah Kabupaten Manggarai, senilai Rp10 miliar, di tambah Heribertus Mantara Rp50 juta.

Kejaksaan Negeri Manggarai saat ini mengusut dugaan skandal perusahaan tersebut.

Sejumlah orang telah diperiksa, termasuk para pegawai perusahaan.

Sejak berdiri pada 2013, perusahaan itu dipimpin oleh Yustinus Mahu, sebelum kemudian mengundurkan diri.

Sejumlah orang dalam perusahaan dan orang dekat mereka, termasuk Yustinus, tercatat sebagai debitur yang “susah ditagih.”

Yustinus tercatat memiliki utang Rp890.365.788 per 31 Desember 2022, turun dari Rp939.105.787 pada 31 Desember 2021. Artinya, ia melakukan pembayaran Rp48.739.999 selama tahun 2022.

Selain itu, debitur lain adalah CV Anak Muria dengan kredit macet senilai Rp1.078.494.570 per 31 Desember 2022. Nilainya tidak mengalami perubahan dibandingkan posisi 31 Desember 2021, alias tidak ada pembayaran selama tahun 2022.

CV ini kemungkinan merujuk pada CV. Anak Muria Tunggal Perkasa, yang terkait dengan Yustinus. Dalam akun Yustinus di LinkedIn, ia tercatat sebagai komisaris CV ini sejak 2011.

Selain itu, debitur lain adalah CV Patrada, dengan jumlah pinjaman Rp1.419.777.328. Nilai pinjaman CV Patrada juga sama dengan posisi 31 Desember 2021, alias tidak ada pembayaran selama tahun 2022.

Orang dalam lainnya, Maksimilianus Haryatman – direktur operasional – juga meminjam Rp182.231.000 pada 2021, yang meningkat menjadi 190.903.000 pada 2022.

Sementara Maksimus Man, pelaksana tugas direktur utama pasca pengunduran diri Yustinus sekaligus direktur keuangan juga mendapatkan pinjaman Rp100.757630 per 31 Desember 2022. Jumlah pinjamannya juga sama dengan nilai pinjaman per 31 Desember 2021, artinya tidak ada pembayaran selama tahun 2022.

Selain itu, debitur lainnya adalah anggota DPRD Manggarai.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini