Orang Tua Protes Pimpinan Sekolah Katolik di Lembata terkait Video Viral yang Dianggap Hina Paus

Para siswa dalam video itu mengalami trauma karena dirundung, kata orang tua

Floresa.co – Salah satu Sekolah Katolik di Kabupaten Lembata menuai protes dari orang tua setelah mempublikasi sebuah video di media sosial yang kemudian viral, di mana para siswa dianggap menghina paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik hingga membuat mereka menjadi sasaran kecaman publik.

Orang tua siswa yang ada dalam video itu menuntut Kepala Sekolah Menengah Agama Katolik [SMAK] Santo Yakobus Rasul Lewoleba, Simplisius Candri Kia bertanggung jawab karena anak mereka mengalami gangguan psikologi, dampak viralnya video itu.

Mendatangi sekolah itu pada 19 September bersama anggota keluarga lainnya, mereka menyebut kasus ini membuat anak mereka mendapat perundungan, baik di sekolah, di tengah masyarakat maupun di media sosial.

Pantauan Floresa, mereka bertemu dengan pimpinan sekolah pada pukul 09.00 hingga pukul 11.00 Wita.

Yosep Talo Kotan, orang tua salah satu siwa berkata, saat ini anaknya “sedang terancam ketenangannya” karena peristiwa ini.

Dalam video tersebut, yang salinannya diperoleh Floresa, anak dari Yosep Talo Kota diminta oleh kepala sekolah untuk menjelaskan perbedaan paus. 

Anak itu kemudian menjawab, “paus di dunia ada dua, paus di Roma dan paus yang ada di Lamalera.” Seorang siswa lain juga menjawab hal yang sama. Jawaban kedua siswa itu direspons dengan tertawa oleh kepala sekolah dan rekan mereka yang lain.

Paus termasuk ke dalam homonim, merujuk pada kata yang memiliki lafal dan ejaan yang sama, tetapi maknanya berbeda, yakni untuk pemimpin tertinggi Gereja Katolik, sekaligus mamalia laut yang umum ditemukan di laut sekitar Lamalera. 

Direkam oleh kepala sekolah pada 7 September, video itu lalu diunggah ke akun TikTok dan Facebook SMAK St. Yakobus Rasul.

Video itu kemudian menuai polemik karena dianggap menyamakan paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik dan paus sebagai mamalia laut.

Merespons protes orang tua, Kepala Sekolah, Simplisius Candri Kia berkata, video itu adalah bagian dari pelajaran Agama Katolik di sekolahnya.

“Karena kami Sekolah Katolik dan pembelajaran di SMAK Yakobus Rasul berbeda,” klaimnya.

Ia berkata, pertanyaannya dalam video itu untuk menguji pemahaman para siswa, menampik tudingan bahwa hal itu bermaksud menghina paus sebagai pemimpin Gereja Katolik.

Sementara itu, Antonius Rian, yang mengajar Mata Pelajaran Antropologi di sekolah tersebut berkata, pembuatan dan publikasi video itu atas inisiatif pribadi kepala sekolah, tanpa sepengetahuan para guru.

“Usai viral, para guru langsung melayangkan protes” kata Rian, “sehingga salah satu guru bergegas menghapus konten tersebut.” 

Rian berkata, persoalan ini sempat diangkat dalam forum pertemuan sekolah pada 9 September bersama Yakobus Kia, Ketua Yayasan Berkat Sabda-Mu yang menaungi sekolah itu. 

Dalam pertemuan itu, “ketua yayasan mendengarkan keluhan terkait video yang sudah viral itu dan konsekuensi lanjutan yang diterima sekolah dan para pelajar di hari-hari mendatang.”

Menurut Rian, yayasan menjanjikan untuk membuat klarifikasi pada tanggal 14 September, namun tidak ditindaklanjuti. 

“Para guru meminta [membuat] klarifikasi kepada publik karena meski sudah dihapus, video itu bisa diunduh dan diunggah ulang,” katanya.

Dalam sebuah pertemuan lain pada 18 September, katanya, kepala sekolah dan lembaga juga kembali didesak meminta maaf kepada siswa dan orang tua “karena psikologi mereka terganggu.”

“Sampai sekarang belum ada tanggapan positif,” hal yang menurutnya membuat sekolah, semua  guru dan pelajar menjadi ikut terpojok.

Ia pun tetap meminta pihak sekolah meminta maaf dan segera memberi klarifikasi kepada publik.

“Demi kebenaran, apalagi kami ini lembaga Katolik, etika mesti dikedepankan, rendah hati dan minta maaf,” katanya.

“Akibat video viral itu, kami para guru yang jadi korban terima caci maki dari netizen,” tambahnya.

Kepada Floresa, Charles Primus Kia yang mengaku sebagai pelaksana tugas kepala sekolah mengklaim, pihaknya belum melakukan klarifikasi, menanti jawaban dari imam di Keuskupan Larantuka dan seorang pastor paroki terkait isi konten video tersebut. Namun, ia tidak menjelaskan identitas kedua imam itu.

Ia berkata, mereka meminta pertimbangkan kedua imam itu soal isi video itu.

Soal imbas masalah itu yang membuat kedua siswa menjadi korban perundungan, kata Charles, mereka “sedang dalam penanganan oleh guru Bimbingan Konseling.”

SMAK St. Yakobus Rasul yang berdiri pada 2013 kini memiliki 146 peserta didik, menurut data pada situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, 

Sekolah yang beralamat di Jalan Trans Lembata Lamahora – Lewoleba, Kecamatan Nubatukan itu bernaung di bawah Kementerian Agama, dengan kurikulum yang ditetapkan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA