Sapi Terus Berkeliaran di Kota Super Premium Labuan Bajo, Pemerintah Masih Kewalahan Lakukan Penertiban

Warga soroti lemahnya kontrol pemerintah dan kesadaran pemilik ternak

Floresa.co – Fenomena sapi yang berkeliaran di tempat-tempat umum, termasuk di depan kantor pemerintahan, terus berulang di Labuan Bajo, kota pariwisata yang dicap super premium. 

Warga pun menyoroti lemahnya kontrol pemerintah dan rendahnya kesadaran pemilik ternak.

Baru-baru ini, beberapa ekor sapi tampak berkeliaran di sekitar Bank NTT Cabang Labuan Bajo dan di halaman Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu [PMPTSP] di Kelurahan Wae Kelambu.

Foto sapi-sapi itu yang dibagikan warganet di media sosial jadi ramai dibicarakan, salah satunya di di grup Facebook “Jurnal Mabar.”

Pemilik akun Fer** yang pertama kali mengunggah foto enam ekor sapi yang berkeliaran di jalan raya di sekitar Bank NTT  pada 16 September.

“Lagi menikmati kota super premium. Sante memang. Lokasi Bank NTT,” tulisnya.

Unggahan itu dikomentari akun Nikol*** B*** yang menulis “Perdanya [Peraturan Daerah] lemah.”

Dengan nada satir, akun Sebi*** Jel*** berkomentar “ini salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap kota super premium.”

Sementara itu, akun Mon*** Flormosk*** mengunggah sebuah foto lain yang menampilkan lima ekor sapi dan sedang makan rumput di halaman Kantor Dinas PMPTSP.

Unggahan itu dikomentari akun “Jonathan Johan” yang menulis “yang punya sapi tidak ada kesadaran bahwa ini kota.”  

Sapi berkeliaran di sekitar Bank NTT Cabang Labuan Bajo di Kelurahan Wae Kelambu. (Facebook)

Penangkapan Sudah Sering

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja [SatPol PP] Manggarai Barat, Yeremias Ontong berkata, pelepasliaran ternak sudah termasuk dalam “tindakan yang mengganggu ketertiban umum dan merugikan pihak tertentu.” 

Ia menjelaskan, penertiban ternak telah diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2024 tentang Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat.  

Pasal 58 ayat 1 Perda itu menyebutkan “setiap orang atau pemilik hewan ternak peliharaan, meliputi ternak besar, ternak kecil dan unggas wajib mengandangkan hewan peliharaannya untuk tidak berkeliaran di lingkungan  pemukiman.” 

Karena itu, katanya, Satpol PP rutin memberikan imbauan kepada warga, baik tertulis maupun lisan untuk menertibkan hewan peliharaan masing-masing.

“Namun, beberapa ternak, seperti sapi, tetap saja dibiarkan berkeliaran di jalanan, di lahan orang lain, dan di halaman kantor dinas,” katanya kepada Floresa pada 19 September. 

Sejak Januari hingga September tahun ini, pihaknya telah menangkap puluhan ekor sapi di Desa Batu Cermin dan Kelurahan Wae Kelambu. 

Sayangnya, kata dia, Perda tidak mengatur secara jelas sanksi terhadap pihak yang melanggarnya.

Karena itu usai ditangkap, ternak-ternak itu hanya dikembalikan kepada pemiliknya, “tanpa tindakan apa pun.” 

“Tidak ada efek jera bagi pelanggar jika hanya sebatas menangkap,” katanya.

Yeremias mengaku salah satu kendala teknis adalah “tidak adanya tanda kepemilikan yang dilekatkan pada ternak-ternak yang berkeliaran.”

Padahal, jika ada tanda kepemilikan, petugas lebih mudah menghubungi pemilik ternak.

Tanda kepemilikan dapat berupa “cat pada tubuh ataupun anting yang diberikan nama pada telinga ternak,” katanya. 

“Bayangkan, ketika kami menangkap ternak liar tanpa ada tanda kepemilikan dan tidak ada tali, kami mau bawa ke mana?” katanya.

Yeremias berkata, persoalan ternak liar mestinya “dimulai dari penertiban di masing-masing desa atau yang paling memungkinkan adalah dari tingkat RT.” 

Ketertiban umum hanya bisa tercapai apabila semua pihak bekerja sama mewujudkannya, katanya.

Tarik Ulur

Kepala Bidang Agribisnis dan Kesehatan Hewan, Aloysius O. Niron mengaku pihaknya sedang berdiskusi tentang upaya penertiban ternak di Labuan Bajo. 

Ternak yang masih berkeliaran, katanya, mencerminkan “minimnya kesadaran pemilik terkait pentingnya menjaga ketertiban umum.” 

Pemilik mesti mampu menjaga ternaknya untuk tidak berkeliaran ke mana-mana karena “dapat mengganggu ketertiban umum serta dapat mengancam keselamatan pengguna jalan,” katanya. 

Sama seperti Yeremias, Aloysius juga menyoroti Perda yang belum memiliki ketentuan teknis seperti sanksi dan penandaan kepemilikan pada ternak. 

Ia juga mengaku pembahasan tentang penertiban ternak masih tarik ulur antara Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dan  SatPol PP karena “faktanya, kami masih saling lempar soal tanggung jawab.”  

“Dinas Peternakan dan SatPol PP masih saling tanya, sebenaranya ketertiban hewan ternak ini kewenangan siapa,” katanya. 

Aloysius berkata, dinasnya sebetulnya hanya bertugas untuk meningkatkan produksi peternakan, meningkatkan populasi ternak, serta meningkatkan produktivitas ternak.

Kendati demikian, kata dia, pihaknya sedang berupaya memasukan poin “pemasangan tanda kepemilikan pada ternak seperti anting yang berkode” dalam peraturan turunan.

“Yang terjadi selama ini, jika ternak seperti sapi berkeliaran di jalan atau melintasi jalan raya hingga menyebabkan pengguna jalan mengalami kecelakan, tidak akan ada yang mengaku itu ternak siapa, sampai ternak tersebut dilelangkan,” katanya. 

Ia mengaku sering menerima pengaduan dari warga Desa Batu Cermin dan Kelurahan Wae Kelambu karena tanaman mereka seperti singkong dan pisang rusak dimakan sapi. 

Bahkan, ada sapi yang dilepasliarkan selama berminggu-minggu “sampai mati kelaparan di lahan orang lain dan tidak dicari oleh pemiliknya.” 

Aloysius berkata, “penertiban ternak memerlukan langkah serius dari pemerintahan daerah dan kesadaran penuh dari pemiliknya.”

Ia juga berharap media berpartisipasi “mengawal percepatan aturan turunan dari Perda yang ada.”

IS, inisial seorang warga Desa Batu Cermin berkata, pemilik ternak seperti sapi harus memiliki kesadaran dan etika dalam memelihara hewan.

“Kalau ada ternak, artinya sudah tahu apa tanggung jawabnya,” katanya kepada Floresa pada 20 September. 

Ia mendukung upaya pemerintah untuk memberi sanksi kepada pemilik ternak yang tidak bertanggung jawab.

Pemerintah desa, kata dia, juga mesti mengimbau “setiap orang yang memelihara ternak agar memiliki kandang atau lahan khusus.” 

“Kami sebagai pekerja yang pergi pagi pulang sore, kadang stres ketika sampai di rumah melihat tanaman sekeliling rumah rusak semua,” katanya. 

“Kadang bosan juga bicara soal ternak liar ini, tidak ada kesadaran dan upaya dari pemilik ternak untuk mengamankan ternaknya,” tambahnya. 

“Kenapa pemerintah desa lemah sekali untuk mengatasi persoalan ini, sementara masyarakat semakin sengsara,” katanya. 

Kepala  Desa Batu Cermin, Marianus Yono Jehanu mengklaim pihaknya  bekerja sama dengan para Ketua RT telah berulang kali melakukan sosialisasi dan mengimbau secara lisan tentang ketertiban ternak peliharaan.

Marianus juga mengaku sejauh ini pihaknya hanya memberikan teguran lisan dan tertulis kepada warga yang sengaja melepaskan ternaknya di lahan orang lain karena “desa belum memiliki aturan sendiri tentang penertiban ternak.” 

“Saya tidak bisa bertindak semena-mena untuk menangkap ternak warga lalu melelangnya,” katanya. 

Jika sudah ada aturan, kata dia, “pihaknya akan menindak tegas dan menghukum pihak yang yang melepasliarkan ternak.”

Aturan Turunan sedang Digodok 

Sementara itu, Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng berkata, “peraturan turunan tentang penertiban ternak sedang digodok atau digarap oleh kepala bagian hukum dan dinas teknis.” 

Pemerintah akan mempercepat penyusunan Peraturan Bupati “mengingat semakin banyak ternak peliharaan yang berkeliaran,” katanya kepada Floresa. 

“Saya akan segera perintahkan Organisasi Perangkat Daerah dan pihak terkait lainnya yang berwenang untuk membahas terkait peraturan itu,” tambahnya.

Sementara itu, Hilarius Madin, Asisten I Bupati Manggarai Barat berkata, pembahasan Peraturan Bupati telah dilakukan dalam rapat bersama kepala bagian hukum, SatPol PP, dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang digelar pada 20 September.

Rapat koordinasi pada 20 September 2024 yang membahas mengenai Peraturan Bupati tentang penertiban ternak. (Dokumentasi Satpol PP)

Materi yang dibahas dalam rapat itu, kata dia, di antaranya perencanaan dan pelaksanaan penertiban ternak, penangkapan dan pengamanan ternak hasil tangkapan serta pengamanan barang bukti dan pengenaan sanksi.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA