Tuntutan Berat untuk Warga Italia dalam Kasus Kerangan, Makelar dengan Kedok Investor

Floresa.co – Dua warga kelahiran Italia yang menjadi terdakwa kasus penggelapan aset lahan pemerintah seluas 30 hektar di Kerangan/Toro Lema Batu Kallo, Kabupaten Manggarai Barat mendapat tuntutan belasan tahun penjara.

Keduanya, Massimiliano De Reviziis  – sudah menjadi warga Indonesia – dan Nizardo Fabio, adalah makelar atau calo namun berkedok investor serta terlibat dalam praktek pinjam nama (nominee agreement) yang dilarang oleh hukum Indonesia.

Tuntutan untuk keduanya dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang, Selasa petang, 15 Juni.

Sidang ini dipimpin hakim ketua Fransiska Paula Nino, didampingi anggota Nggilu Liwar Awang dan Gustaf Marpaung. Sementara tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) diketuai Herry C. Franklin.

Dalam tuntutannya, JPU menegaskan bahwa kedua terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan cara melawan hukum untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dengan merugikan keuangan negara.

Untuk itu, terdakwa Massimiliano dituntut penjara selama 14 tahun, denda 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang penganti sebesar 7,014 miliar, subsider 7 tahun penjara.

JPU juga menuntut agar rumah Massimiliano di Dusun Kaper, Labuan Bajo dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian negara.

Sementara terdakwa Fabio dituntut 13 tahun penjara dan diwajibkan untuk membayar denda sebesar 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti 5,529 miliar, subsider 6,6 tahun penjara.

Selanjutnya tanah, rumah dan mobilnya dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.

JPU memberi penekanan bahwa kedua terdakwa terlibat dalam nominee agreement. Mereka juga disebut sejak awal berpura-pura menjadi pembeli, tetapi kemudian membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan mencari pembeli baru dengan tujuan menghindari pajak.

“Kedua terdakwa dinilai JPU telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Pindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” demikian kata JPU Herry Franklin saat membacakan amar tuntutan.

Bagaimana Peran Massimiliano dan Fabio?

Dalam dakwaan, disebutkan bahwa awalnya Massimiliano dan Fabio mencari tanah yang berlokasi di pinggir pantai Labuan Bajo untuk membuka usaha resort dengan menggunakan nama grup investor PT Navuto Indonesia yang sebenarnya belum ada di Indonesia.

Namun, disebutkan juga bahwa ternyata mereka adalah makelar tanah yang kemudian bekerja sama dengan terdakwa lain dalam kasus ini, Veronika Syukur, pengusaha di Labuan Bajo.

Massimiliano dan Fabiro lalu bertindak seolah-olah mau membeli tanah dari tiga orang warga yang mengklaim sebagian dari lahan 30 hektar milik pemerintah itu, yakni Supardi Tahiya, Suaib Tahiya dan Haji Sukri, yang juga sudah menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Tanah itu, yang dibeli Massimiliano, Fabio dan Veronika dengan harga rendah, kemudian dijual kembali, dengan melibatkan makelar lain atas nama Burhanuddin, kepada Rudiyanto Suliawan, pemilik Hotel Ayana Labuan Bajo dengan harga 25 miliar.

Dalam proses pengurusan berbagai dokumen, Veronika yang beperan, sehingga dianggap sebagai nominee agreement.

Di sini Veronika menjadi nominee, sementara Massimilano dan Fabio sebagai beneficiary. Dalam term hukum, nominee tercatat secara hukum atau sebagai pemilik sah yang hanya dapat bertindak terbatas sesuai dengan perjanjian atau perintah dari beneficiary, sementara beneficiery menjadi pihak yang tak tercatat secara hukum sebagai pemilik tanah namun menikmati setiap keuntungan dan manfaat dari tindakan yang dilakukan nominee.

Uang hasil penjualan itu kemudian dibagi-bagi dengan sejumlah orang yang juga sudah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Massimilino disebut mendapat 7.014 miliar dan Fabio 5,729 miliar.

Burhanuddin, Masimiliano dan Fabio kemudian menyimpan uang hasil transaksi tanah ini di Bank Permata Bali

FLORESA

spot_img

Artikel Terkini