Datangi Kejagung dan MA, Pemuda NTT Tuntut Pecat Jaksa dan Hakim yang Tangani Kasus Terminal Kembur

Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur [SP-NTT] menilai terjadi praktik mafia dalam penanganan  kasus terminal yang telah menjebloskan Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa ke balik jeruji besi. 

Baca Juga

Floresa.co – Aktivis pemuda asal NTT mendatangi sejumlah instansi di Jakarta pada Rabu, 5 Juli 2023, di mana mereka menuntut pemecatan jaksa dan hakim yang menangani kasus korupsi terkait Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur.

Saat menyampaikan aduan ke Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur [SP-NTT] Jakarta menyebut proses hukum kasus itu janggal dan  diwarnai praktik mafia yang mengorbankan orang kecil.

“Kita semua tentu menginginkan bahwa dalam kasus Terminal Kembur, praktik-praktik kotor, praktik mafia hukum, jual beli kasus di kejaksaan dan pengadilan tidak terjadi  sehingga prinsip independensi peradilan dan ketidakberpihakan peradilan dapat diimplementasikan,” kata mereka dalam pernyataan yang dikirim kepada Floresa.

Namun, menurut mereka, dalam kasus tersebut, diduga kuat telah terjadi  “praktik mafia peradilan.”

“Akibat langsung dari praktik mafia peradilan adalah diskriminasi perlakuan terhadap pencari keadilan berdasarkan pertimbangan rasionalitas-pragmatisme, bertumpu pada kekuatan ‘uang dan kekuasaan,’ dan mengabaikan prinsip penegakan hukum yang adil,” kata mereka.

SPP-NTT mempertanyakan langkah penegak hukum yang memenjarakan warga pemilik lahan terminal itu, Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa, staf bawahan di dinas terkait pembangunan terminal, sementara pimpinan dinas dibiarkan bebas.

Sesuai putusan banding di Pengadilan Tinggi NTT, Gregorius divonis 4,6 tahun dan diwajibkan membayar denda Rp200 juta serta membayar ganti kerugian negara Rp402 juta sesuai harga tanahnya yang dijual kepada pemerintah untuk pembangunan terminal. Sementara Aristo divonis 1,6 tahun penjara dan membayar denda Rp100 juta rupiah.

Gregorius divonis bersalah karena menjual tanah yang belum bersertifikat, hanya menggunakan Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan sebagai alas hak. Sementara Aristo yang berperan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dinyatakan bersalah karena tidak meneliti status hukum tanah itu.

Dalam putusan banding untuk Aristo, Anshori – salah satu dari tiga hakim di Pengadilan Tinggi Kupang memiliki pendapat berbeda, di mana ia menyatakan bahwa seharusnya tidak ada masalah dengan tanah terminal itu, karena terbukti sah sebagai milik Gregorius.

Saat ini, Gregorius dan Aristo sedang berjuang lewat kasasi ke Mahkamah Agung.

SPP-NTT menyatakan, seharusnya bukan Gregorius dan Aristo yang menjadi sasaran dalam kasus ini, mengingat sejak awal hal yang menjadi fokus penegak hukum adalah terkait pembangunan terminal yang kemudian mubazir dengan dana Rp3,6 miliar.  

Mereka menyatakan, pemenjaraan Gregorius dan Aristo adalah untuk “menyelamatkan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian negara dalam pembangunan fisik terminal.”

SP-NTT mengingatkan bahwa tanah terminal itu tidak l bermasalah, karena tidak ada yang mempersoalkan kepemilikannya oleh Gregorius.

Apalagi, kata mereka, pada 2019 telah terbit Sertifikat Hak Pakai kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur atas tanah itu.

Karena sejumlah alasan tersebut, dalam aksi ini mereka menuntut Kejaksaan Agung melalui Komisi Kejaksaan memeriksa dan mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai Bayu Sugiri dan para penyidik karena “melakukan rekayasa kasus, kriminalisasi atau peradilan sesat” terhadap Gregorius dan Aristo.

SP-NTT juga meminta Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi Kupang, serta membebaskan Gregorius dan Aristo.

Mahkamah Agung, melalui Komisi Yudisial, juga diminta mencopot Hakim Pengadilan Tipikor Kupang dan Hakim Pengadilan Tinggi Kupang “karena diduga kuat terlibat dalam mafia hukum yang menjerat rakyat kecil tidak bersalah.”

SP-NTT juga menyampaikan permintaaan kepada Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan [Kemenkopolhukam].

Mereka menayatakan, Menteri Mahfud MD perlu “turun dan melakukan inspeksi terhadap kasus mafia peradilan ini yang menyengsarakan rakyat kecil tak bersalah dan menindak, menangkap serta memecat para pelaku makelar kasus.”

Kasus Terminal Kembur mulai diselidiki Kejaksaan Negeri Manggarai pada awal 2021, setelah ramainya pemberitaan media massa terkait kondisi bangunan yang rusak dan tidak difungsikan.

Dalam penyelidikan itu, jaksa memeriksa 25 orang saksi, termasuk Fansi Jahang dan Gaspar Nanggar, dua orang yang menjabat sebagai Kepala Dinas dan Kepala Bidang Angkutan Darat pada Dinas Perhubungan dan Informatika Manggarai Timur saat pembangunan terminal tersebut.

Selain itu, mantan Bupati Yoseph Tote serta kontraktor yang mengerjakan terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E Go.

Jaksa kemudian hanya mengusut terkait pengadaan lahan, sementara terkait pembangunan fisik terminal belum tersentuh sampai saat ini.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini