Floresa.co – Warga di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai mengeluh karena air macet selama sepekan terakhir, sementara seorang pemilik penginapan mengaku mendapat cacian dari tamu karena hal ini.
Menurut Perusahaan Daerah Air Minum [PDAM] Tirta Komodo, hal ini terjadi karena kemarau panjang yang berdampak pada penurunan debit dan ada pengerjaan saluran air baru.
Keluhan warga Ruteng muncul dalam sejumlah unggahan di media sosial Facebook yang meminta pemerintah segera merespons masalah ini.
OL, seorang warga di Rangkat, Kelurahan Bangka Nekang, Kecamatan Langke Rembong yang meminta namanya tidak ditulis lengkap berkata, air di rumahnya hanya keluar pada malam hari, namun hanya berlangsung beberapa menit.
Air, katanya, muncul pada pukul 20.00, 23.00 dan 24.00 Wita, sehingga harus begadang untuk bisa menampung air di jerigen dan tong.
Setelahnya, kata dia, air kembali macet dan hanya terdengar suara angin dari kran. Ia pun terpaksa irit agar cukup untuk masak, cuci dan kebutuhan di toilet.
Mengantisipasi tagihan air melonjak, OL memilih mematikan meteran air.
“Kalau untuk beberapa bulan terakhir biayanya memang masih normal, yakni Rp.39.000, tetapi karena terus-menerus begini, takutnya tagihan melonjak,” katanya kepada Floresa.
OL mengaku tidak mendapat pemberitahuan dari Perumda Tirta Komodo soal pemicu hal ini.
AJ, pemilik salah satu penginapan di Woang, Kelurahan Pitak mengaku mendapat cacian dari tamu yang menginap karena tidak ada air di kamar mandi.
Ia harus bergegas mengambil air di rumah tetangga demi memenuhi kebutuhan tamu.
Kondisi ini, kata AJ, berdampak besar untuk penginapannya, baik secara moral maupun finansial. Ia khawatir ke depan tamu tak akan mau lagi menginap.
AJ mengaku sudah mengadukan masalah ini ke Direktur Utama Perumda Tirta Komodo, Marsel Sudirman, namun belum ada langkah solutif.
Ia juga menyampaikan hal ini di sebuah grup WhatsApp, di mana salah satu anggotanya termasuk Bupati Manggarai, Heribertus GL Nabit.
“Kalau memang pakai jadwal, tolong sampaikan supaya kita juga tahu,” kata AJ.
Dikonfirmasi Floresa pada 16 Juli, Kepala Bagian Teknik Perumda Tirta Komodo, Willy Jeneo berkata, keluhan warga Ruteng “sudah menjadi makanan sehari-hari” mereka.
Ia berkata, krisis saat ini terjadi karena musim kering yang berdampak menurunnya debit air.
Ia juga berkata, air macet karena karena ada pengerjaan saluran air baru di Kelurahan Pitak, sehingga beberapa jalur pipa terdampak.
Ia berkata, pihaknya memang melakukan penjadwalan, namun belum bisa diberitahu ke pelanggan karena sifatnya masih tentatif.
Ia meminta masyarakat “harap bersabar” di tengah kondisi ini.
Willy mengklaim saat ini pihaknya menggunakan mobil tangki untuk menyediakan air di wilayah-wilayah yang sangat membutuhkan.
“Apalagi kalau ada peristiwa duka, pasti itu yang diprioritaskan,” katanya.
Terkait keluhan AJ, Willy mengaku sudah mendapat pesan langsung dari Bupati Nabit melalui WhatsApp.
Pihaknya juga sudah langsung menemui AJ, memintanya bersabar.
Willy mengklaim AJ sudah seringkali menyampaikan keluhan dan telah berupaya memprioritas pemenuhan kebutuhan penginapan itu.
Sementara terkait tagihan untuk para pelanggan, ia berkata tetap dihitung dari aktivitas meteran sebagai alat ukur volume pemakaian.
Menurut Willy, sesuai peraturan daerah, tetap ada biaya minimum yang mesti dibayar pelanggan senilai Rp27.000 per bulan.
“Jadi, meski tidak keluar, tetap dibayar karena ada aktivitas meteran yang menekan air dan udara,” katanya.
Kelurahan terhadap krisis air di Ruteng sudah berulang kali disuarakan warga, termasuk pada Januari tahun ini.
Hal ini terjadi di tengah ekspansi beberapa perusahaan air minum kemasan, yang memanfaatkan air tanah dan terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir.
Setidaknya ada tiga merek perusahaan air minum kemasan, antara lain Ruteng, Afio dan Hydrofresh, yang produknya dipasarkan di wilayah Manggarai Raya dan wilayah lainnya di Flores.
Pembicaraan tentang krisis air di Ruteng, pasca munculnya perusahaan air kemasan, juga sempat ramai dibicarakan satu dekade lalu.
Kala itu, pada 2014, warga di Ruteng mengeluhkan dampak penurunan debit air di sejumlah kali yang berdekatan dengan lokasi PT Nampar Nos, produsen air kemasan merek Ruteng.
Merespons desakan publik ketika itu, Pemerintah Kabupaten Manggarai berjanji melakukan penelitian yang melihatkan Badan Geologi di Bandung, Jawa Barat tentang ada tidaknya hubungan antara operasi perusahaan air kemasan dengan penurunan debit air di Ruteng.
Namun, tidak ada informasi kemudian apakah penelitian itu jadi dilakukan.
Laporan Berto Davids, kontributor di Ruteng
Editor: Ryan Dagur