Krisis Air di Ruteng: Warga Mengeluh, PDAM Klaim Debit Berkurang, Ada Hubungannya dengan Perusahaan Air Kemasan?

PDAM Tirta Komodo menduga penurunan debit air selain dipicu fenomena alam El Nino, juga dengan bertambahnya perusahaan air kemasan - meski butuh penelitian lebih lanjut.

Baca Juga

Floresa.co – Selagi hujan turun nyaris setiap hari di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai yang berada di kaki gunung, warga mengeluh karena kesulitan memperoleh air bersih. 

Perusahaan Daerah Air Minum [PDAM] Tirta Komodo, satu-satunya penyuplai air bersih di kota di bawah kaki Gunung Ranaka itu, mengklaim masalah itu dipicu “debit air yang berkurang.”

Kepada Floresa pada 19 Januari, Marselinus Pangkur, seorang warga Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong mengaku “air hanya mengalir pada malam hari.” 

Kendala itu ia rasakan sejak Desember 2023.

Ia mengatakan sulitnya air bersih selama sebulan terakhir adalah “yang terparah yang pernah saya alami.”

Katarina, warga di kelurahan yang sama menyampaikan kendala serupa. 

Dua bulan belakangan di wilayah tempat tinggalnya “pakai sistem bergilir” demi memperoleh air bersih. 

Itupun air baru mengalir pada malam hari.

“Biasanya sekitar pukul 23.00 Wita air baru jalan,” katanya.

Lantaran hari sudah larut, “saya jadi menunda cuci pakaian dan perabot dapur” yang membuat ia jadi kesiangan memasak untuk keluarganya.

Guna mengakali stok air, ia menampung air hujan “tetapi hanya untuk mencuci pakaian.”

Apa Pemicunya?

Kepala Satuan Pengawasan Internal PDAM Tirta Komodo, Florianus Abi mengakui krisis air tersebut.

Ia berkata pemicunya adalah debit air sedang menurun di tengah-tengah “pertambahan pelanggan.”

Ditemui Flores di kantornya pada 19 Januari, Florianus menyatakan PDAM Tirta Komodo saat ini memiliki 16 ribu pelanggan yang tersebar di 20 kelurahan di Ruteng.

PDAM Tirta Komodo menyuplai air bersih dari 14 mata air yang, menurut Florianus, “belum bisa mencukupi kebutuhan” semua pelanggan tersebut.

Ditambah lagi, “sumber air Ruteng merupakan air permukaan, bukan air tanah.”

Air permukaan “bergantung pada musim,” katanya.

Ia menyatakan debit air akan menurun selama musim kemarau yang diperparah “dampak El Nino.”

Ia mengklaim El Nino turut memicu pengurangan debit air di Ruteng. 

El Nino merujuk pada fenomena peningkatan suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur yang menjadi lebih hangat dari biasanya dan berdampak signifikan pada iklim di berbagai wilayah di dunia, termasuk di Indonesia. Bentuk dampaknya antara lain berupa kekeringan ekstrim.

“Memang El Nino itu fenomena global, tetapi dampaknya kan sampai juga ke Ruteng,” kata Florianus.

Sementara itu, Divisi Teknis PDAM Tirta Komodo, Alexander A. Rafael menyatakan “kondisi ini hanya sementara. Berikutnya kami akan antisipasi.”

Terkait penggiliran air, ia beralasan “pada waktu bersamaan kami mengalirkan air ke beberapa tempat.”

Jadi, seharusnya “tak ada wilayah yang tak terlayani air bersih” setiap hari.

Ia “mengimbau warga menampung air ketika mengalir untuk berjaga-jaga memenuhi kebutuhan akan saat tiba waktunya air tidak jalan.”

Alexander mengaku kantornya akan menambah 2-3 pompa “guna menjawab kebutuhan air bersih di Ruteng.”

Saat ini PDAM Tirta Komodo “hanya punya satu pompa.”

Selain itu, kantornya berencana “menambah bak tampung skala besar” yang saat ini juga hanya tersedia satu.

Dua pegawai dari PDAM Tirta Komodo, masing-masing Kepala Satuan Pengawasan Internal, Florianus Abi dan dari Divisi Teknis, Alexander A. Rafael. (Fransiskus Pahing/Floresa.co)

Perusahan Air Kemasan yang Terus Bertambah

Sementara PDAM memanfaatkan mata air, saat ini di Ruteng terdapat beberapa perusahaan air minum kemasan, yang memanfaatkan air tanah.

Setidaknya ada tiga merek perusahaan air minum kemasan, antara lain Ruteng, Afio dan Hydrofresh, yang produknya dipasarkan di wilayah Manggarai Raya dan wilayah lainnya di Flores. 

Florianus Abi mengatakan “kami juga menduga bahwa salah satu penyebab turunnya debit air ini karena perusahan air minum yang semakin bertambah di Manggarai ini.”

“Hanya, saat ini pihak kami belum melakukan kajian terkait itu. Memang kami sempat mendiskusikan soal keberadaan perusahaan air minum ini selama ini,” katanya.

Berdasarkan dokumentasi Floresa, pembicaraan tentang krisis air di Ruteng, pasca munculnya perusahaan air kemasan, sempat ramai dibicarakan satu dekade lalu.

Kala itu, pada 2014, warga di Ruteng mengeluhkan dampak penurunan debit air di sejumlah kali yang berdekatan dengan lokasi PT Nampar Nos, produsen air kemasan merek Ruteng.

Lembaga Gereja Katolik JPIC-OFM Indonesia pernah merekam cerita-cerita warga dalam sebuah riset singkat, yang mengaku terjadi penurunan debit air.

Merespons desakan publik ketika itu, Pemerintah Kabupaten Manggarai merespons dengan berjanji melakukan penelitian yang melihatkan Badan Geologi di Bandung, Jawa Barat tentang ada tidaknya hubungan antara operasi perusahaan air kemasan dengan penurunan debit air di Ruteng.

Namun, tidak ada informasi kemudian apakah penelitian itu jadi dilakukan.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini