Floresa.co – Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) kembali menangkap pemasok rokok ilegal di Pelabuhan Pelindo Multipurpose Wae Kelambu, Labuan Bajo pada 15 Juli.
Dalam keterangan tertulis, Danlanal Labuan Bajo, Letkol Laut (P) Ardian Widjanarko Djajasaputra mengklaim penangkapan tersebut berawal dari informasi soal truk ekspedisi “yang bermuatan rokok ilegal dari Surabaya menuju Labuan Bajo menggunakan KM. Dharma Rucitra VII.”
“Setelah dilaksanakan pemeriksaan dan pengecekan isi muatan, ditemukan 160.000 bungkus rokok ilegal dalam 10 kardus dengan merek rokok Omni,” katanya dalam pernyataan yang diterima Floresa pada 16 Juli.
Muatan 10 kardus itu, kata dia, tidak masuk dalam manifes.
Lanal pun mengamankan sopir YDT, 46 tahun dan kernet PW, 23 tahun.
“Penindakan ini adalah langkah penting dalam melindungi masyarakat dan mengamankan keuangan negara sebagaimana program Asta Cita Presiden Republik Indonesia,” katanya.

Berbicara kepada Floresa pada 16 Juli, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyelundupan Bea Cukai Labuan Bajo, Ahmad Faisol berkata “sedang kita tindak lanjuti giat penelitiannya.”
Timnya akan “menentukan jenis pelanggarannya, apakah pelanggaran administrasi atau pidana.”
Ia berkata, pelanggaran cukai dapat dikenai sanksi pidana hingga delapan tahun penjara sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Selain itu, pelaku juga dihadapkan pada kewajiban membayar denda yang besarnya mencapai sepuluh hingga dua puluh kali lipat dari nilai cukai yang dihindari.
Rokok ilegal mengacu pada produk yang tidak membayar cukai ke negara. Pembayaran cukai dibuktikan dengan adanya pita cukai pada kemasan rokok.
Namun, ada juga bungkus rokok ilegal yang ditempeli pita cukai, tetapi tidak sesuai peruntukan atau bahkan palsu.
Penangkapan ini terjadi lebih dari sebulan setelah Lanal menggagalkan penyelundupan rokok Ilegal pada 27 Mei.
Kala itu, 80 ribu batang rokok ilegal dari berbagai merek diamankan dari truk yang masuk ke Labuan Bajo dengan KM Niki dari Surabaya.

Menyusul penangkapan itu, pada 4 Juni Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat membentuk Satuan Tugas (Satgas) Peredaran Rokok Ilegal.
Anggota Satgas merupakan gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Polres Manggarai Barat, Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, Bea Cukai dan TNI.
Pembentukannya merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 Tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
Tim yang mendapat suntikan dana Rp 900-an juta dari Kementerian Keuangan ini akan beroperasi di dua belas kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat.
Kasat Pol PP Manggarai Barat, Yeremias Ontong berkata, tugas dan fungsi Satgas mencakup sosialisasi aturan cukai, khususnya terkait rokok ilegal dan penyebaran informasi mengenai bahayanya.
Selain itu, Satgas juga melakukan advokasi untuk mengkampanyekan upaya mengurangi dan memberantas rokok ilegal.
“Satgas juga melakukan pengawasan dengan tindakan preventif dan represif demi mencegah peredaran rokok ilegal, melindungi industri rokok legal dan menjaga penerimaan negara,” katanya.
Penegakan hukum di bidang cukai, kata Yeremias, juga menjadi peran Satgas dengan tujuan melindungi penerimaan negara dan mencegah tindak pidana cukai.

Peredaran Rokok Ilegal Masih Terus Terjadi
Kendati upaya penangkapan telah terjadi berulang dan Satgas telah terbentuk, peredaran rokok ilegal masih berlanjut di Manggarai Barat.
Pantauan Floresa, di sejumlah kios di Labuan Bajo, rokok-rokok itu masih dijual, kendati sejumlah pemilik kios di pinggir jalan raya yang kerap jadi sasaran razia menyembunyikannya. Mereka baru mengambilnya saat ada yang hendak membeli.
Hal ini mengindikasikan derasnya pasokan rokok ilegal, dibanding yang berhasil digagalkan oleh Lanal.
Yeremias mengakui kesulitan untuk memberantasnya, kendati bersama Bea Cukai sudah melakukan razia sejak 2024.
Mereka telah menemukan berbagai merk rokok ilegal, seperti Saga, Humer, Arow dan Capucino. Namun, sekarang muncul lagi rokok-rokok merek lain.
“Dari catatan kami, sekitar belasan jenis rokok ilegal,” katanya kepada Floresa.
Ia menjelaskan, biasanya pengedar “membawa rokok ilegal menggunakan motor, di belakangnya ada tas obrok.”
Namun setelah ada operasi, jelasnya, ada perubahan pola.
“Mereka menggunakan tas ransel biasa sehingga susah diidentifikasi. Informasi ini juga kami dapat dari para pemilik kios,” tambahnya.
Di sisi lain, para pemilik kios mengaku “tidak mengenal penjual dan mereka tidak menitipkan nomor ponsel.”
Sementara Ahmad Faisol dari Bea Cukai menyatakan para pengedar “tidak punya pola.”
“Misalnya pertama kali datang (ke kios) pagi hari, esoknya malam. Pokoknya selalu berbeda,” ujarnya.
“Kondisi inilah yang menjadi tantangan kami.”

Ia menambahkan, keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran juga menjadi tantangan lain, sehingga tidak bisa melakukan kontrol di kios seluruh wilayah.
“Kita omong lingkup Manggarai Barat, ada berapa kecamatan, mungkin ada ratusan bahkan ribuan kios?” katanya.
“Masih banyak wilayah belum tersentuh. Kalau kita ke sana (kecamatan lain), di sini (Labuan Bajo) ada lagi,” katanya.
Masih banyaknya peredaran rokok ilegal, kata dia, juga karena permintaan tinggi.
“Sepanjang masyarakatnya banyak permintaan, suplainya juga begitu,” kata Faisol.
“Jadi, tidak serta merta kalau ada Satgas berarti semuanya akan beres. Oh, tidak!”
Laporan ini dikerjakan oleh Doroteus Hartono dan Venansius Darung.
Editor: Ryan Dagur