Lya Wincecia Nabi: Saat Jauh dari Orang Tua…..

Baca Juga

Kolom ini, disediakan khusus oleh Floresa.co untuk tempat berbagi pengalaman, cerita-cerita bagi anak muda, putera-puteri asal NTT yang berkenan membaginya untuk para pembaca. Isinya tak seserius – kalau boleh dikatakan demikian – dengan tulisan-tulisan lain yang dipublikasi Floresa.co. Di sini, kami membagi tulisan-tulisan santai, dan ringan untuk dicerna. Selamat membaca..:)


 

Lya WincenciaPendidikan di kota besar terutama di Pulau Jawa sudah menjadi lazim bagi kebanyakan orang. Sudah banyak orang muda dari dataran Flores yang mengecap pendidikan pulau dengan jumlah penduduk terbesar ini.

Meskipun demikian, ketakutan untuk meninggalkan tanah kelahiran dan berpisah dari kedua orang tua adalah perasaan yang menghantui setiap generasi dan terutama setiap anak muda.

Pada kesempatan ini, seorang gadis asal Manggarai, Flores bercerita tentang awal pergulatannya di awal kuliahnya di salah satu kampus di tanah Jawa, Universitas Merdeka Malang. Ia mulau mengenyam kuliah di sana pada tahun 2014 lalu.

Nama gadis ini Lya Wincecia Nabi.  Sebelum kuliah mengambil jurusan Administrasi Publik, ia menghabiskan waktu pendidikannya di kota Ruteng. Sekolah Dasarnya ditempuh di SDI Ruteng I. Sedangkan SMP dan SMA ditempuh di SMP Negeri I Ruteng dan SMA Negeri I Ruteng.

Nah, berikut ini adalah tulisan dari gadis lahir pada 28 September 1995 tersebut:

 

“Semoga ini awal yang baik dan awal dari keberhasilan”

Begitu kalimat  yang saya pikirkan saat hendak merantau ke luar kota demi mencapai cita-cita. Hal itu saya mulai pikirkan terus sejak beberapa bulan lalu, tepatnya bulan Agustus 2014.

Mengapa saya memilih untuk bersekolah di tempat jauh?

Jelas itu menjadi pertanyaan orang-orang dekat saya, khususnya kedua orang tua.

Pada awalnya, ayah dan anggota keluarga dari pihak ayah tidak menyetujui jika saya menempuh pendidikan di pulau lain. Alasannya klasik: saya adalah seorang anak perempuan.

Alasan itu (“karena seorang  anak perempuan”)  mengandung banyak arti dan makna. Tapi saya bisa mengerti dan memaklumi alasan yang mereka berikan itu.

Akan tetapi, pada saat itu saya berpikir, saya berhak menentukan pilihan.  Umur saya sudah cukup untuk mengambil keputusan. Tepatnya sudah bisa juga untuk tinggal jauh dari orang tua.

Dan pada suatu hari, kami sekeluarga mengadakan diskusi kecil di rumah. Saya diberitahukan oleh ayah tentang bagaimana resiko hidup di kota besar, suatu keadaan yang jauh dari orang tua.

Lia
Lia dan teman-teman di SMA Negeri I Ruteng

Di situ saya sempat berpikir panjang dan matang. Saya juga merasa terguncang karena rasa takut tetapi rasa itu tidak bisa mengalahkan tekad saya yang besar  ingin bersekolah di luar kota .

Jujur saja karena dari kecil saya tidak pernah berpergian jauh sendiri tanpa orang tua. Mungkin ini juga menjadi salah satu alasan ayah saya tidak ingin saya kuliah di luar kota.

Sebenarnya ada beberapa alasan kenapa saya memilih sekolah di luar kota.

Pertama, jurusan yang saya inginkan tidak ada di tempat saya tinggal, di Ruteng.

Kedua, saya ingin mencari pengalaman baru dengan orang – orang baru .

Ketiga, saya mau belajar mandiri.

Untunglah, pada akhirnya saya di izinkan untuk melanjutkan sekolah di luar kota.

Pada awalnya, hidup sendiri di kos membuat saya jenuh dan bosan karena belum bisa menyesuaikan diri. Rasanya sepi saat jauh dari orang tua dan juga keluarga.

Apalagi saat menelpon kedua orang tua saat sedang rindu-rindunya. Serasa ingin menangis. Ada  rindu ingin pulang dan memeluk mereka, tapi untuk mengucapkannya sangat berat, karena inilah keinginan saya dulu .

Dan dalam kerinduan itu, ada tekad yang kuat, yaitu pulang membawa hasil yang bagus..

Sejauh ini, karena jauh dari orang tua saya justeru semakin bersemangat untuk kuliah dan meraih apa yang saya cita-citakan.

Yang paling saya syukuri, ada banyak hal yang saya pelajari sekarang saat jauh dari orangtua.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini