Virus yang Menyerang Babi Mulai Meresahkan, Peternak Minta Pemkab Perketat Jalur Distribusi di Perbatasan Sikka-Flores Timur

Pengunjung kandang harus dibatasi. Babi yang mati mesti lekas dikubur, jangan bagikan dagingnya

Baca Juga

Floresa.co – Kabar tentang virus yang menyerang babi melanda Kabupaten Sikka membuat Karel Peter Wain cemas.

Warga yang tinggal di Desa Dulipali, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur sekitar 13 kilometer dari perbatasan dengan Kabupaten Sikka itu memelihara 31 ekor babi.

Kini, Karel kian hati-hati menjaga babinya. Ia trauma dengan kejadian pada tahun-tahun silam ketika babi-babi di wilayahnya mati mendadak akibat virus itu.

Dulu, katanya kepada Floresa pada 3 Januari, “banyak peternak babi di sini.”

“Kini tinggal saya dan seorang lagi,” kata Karel, 51 tahun.

Ia melarang Floresa mendekati kandang babi di belakang rumahnya “karena mereka sedang saya isolasi.”

Beberapa jam sebelumnya Karel “sempat membaca surat imbauan dari Pemerintah Kabupaten [Pemkab] Flores Timur.”

Surat imbauan yang terkirim ke grup WhatsApp sesama peternak setempat itu intinya memberitahukan virus demam babi Afrika [African swine fever] atau ASF sudah menyebar di Sikka. 

“Kami juga diminta mengantisipasi jika virus itu menyebar hingga Flores Timur,” kata Karel.

Meski tak menular ke manusia, ASF turut berdampak pada perekonomian warga. ASF memicu tingkat kematian yang tinggi pada ternak, apalagi hingga sekarang belum ada vaksin maupun obatnya.

Trauma 

Selain mulai dihinggapi keresahan, Karel mengaku “trauma” akibat kematian sejumlah babinya pada 2015. 

Sembilan tahun silam “ternak saya terkena demam babi klasik [hog cholera] yang membuat mereka mati.”

Butuh waktu berbulan-bulan bagi Karel ketika ia memutuskan kembali beternak babi.

Pada 2020, ASF menyerang 143 ekor babi rawatan Karel, yang lagi-lagi meluruhkan semangatnya.

Karel merugi ratusan juta rupiah, menurut pengakuannya, “dan bikin saya sempat tak ingin lagi memelihara babi.”

ASF pada empat tahun silam pula yang membuat jumlah peternak di desanya menurun hingga hanya dua orang, termasuk dirinya.

Menurut Karel, “harga pasaran babi masih tinggi,” hal yang membuatnya secara kontinu beternak babi meski dibayang-bayangi penyebaran sejumlah virus. 

Seekor babi dijual dengan harga bervariasi, “sesuai biaya perawatan dan belanja pakannya.” Ia membanderol seekor babi antara Rp1 juta-Rp10 juta.

Karel tak ingin mengulang kerugian serupa. Tinggal hanya belasan kilometer dari perbatasan, ia berharap pemerintah “dapat memperketat penjagaan di jalur distribusi babi.”

Selain itu, “Pemkab harus lekas melakukan isolasi ternak babi skala daerah.”

Ubah Pola Pakan

Di sisi perbatasan yang lain, Atong Gomes mengaku sudah menjual 32 dari 34 ekor ternak babinya.

“Saya memilih untuk menjual karena berisiko terkena virus,” katanya.

Peternak asal Desa Talibura, Kecamatan Talibura, Sikka itu mengetahui penularan ASF sejak sebelum mendapati surat imbauan dari Pemkab Sikka.

“Tukang potong daging di pasar yang beri tahu,” katanya mengacu pada Pasar Alok di Kabupaten Maumere.

Seperti Karel, peternak 42 tahun itu juga mengisolasi dua ekor babinya. “Tidak boleh ada manusia selain saya yang masuk-keluar kandang,” katanya.

Ia pun turut mengubah pola pemberian pakan, berharap kedua ternaknya “lebih sehat.”

Dulu ia lebih dulu memfermentasi bahan dasar pakan babinya. Kini Atong merebus bahan pakan yang diramu dari percampuran daun kelor, dedak dan ampas tahu.

Atong berharap penyebaran ASF dapat segera terputus lantaran “banyak warga memenuhi kebutuhan hidup dari hasil menjual babi.”

Bila peternak mendapati babi mereka mati, kata Atong, mereka “diberi tahu petugas, jangan malah dikonsumsi atau dibagikan ke kerabat.”

Seekor babi yang mati di Desa Kringa, Kecamatan Talibura, Kabupatem Sikka pada November 2023, diduga terserang virus ASF. (Maria Margaretha Holo/Floresa.co)

Biosekuriti Sederhana

Dinas Pertanian Kabupaten Sikka melaporkan 74 babi terserang ASF sejak  Januari 2024. 

Puluhan babi itu dinyatakan positif terkena ASF setelah dilakukan uji spesimen di Laboratorium Veteriner Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kabupaten Sikka.

Kepada Floresa pada 3 Februari, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, Yohanes Emil Satriawan menyatakan ASF tersebar di empat kecamatan, masing-masing Nita [64 ekor], Alok Barat [5], Alok Timur [2] dan Nelle [1].

Menurut Emil, “beberapa kejadian kematian dipicu peredaran daging dari ternak babi yang sakit ke zona hijau ASF.” Ia tak memerinci “beberapa” yang disebutkannya.

Ia mengimbau peternak membatasi pengunjung masuk-keluar kandang babi untuk “mengurangi potensi penyebarannya melalui manusia atau peralatan kandang.”

Bila ternak babi mati, katanya, “segera kuburkan sedalam minimal 1,5 meter, tidak boleh dipotong dan diedarkan ke orang lain.

“Itulah biosekuriti yang saat ini dapat kita lakukan karena belum ada vaksin pencegahan demam babi Afrika,” katanya.

Biosekuriti merupakan upaya mencegah, mengendalikan dan mengurangi risiko penularan penyakit pada makhluk hidup.

Merespons penyebaran virus ini, Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi mengimbau masyarakat “turut mengawasi lalu lintas ternak babi dan produk olahan babi antarkabupaten.”

“Setiap ternak babi atau produk asal babi yang didatangkan dari luar wilayah Flores Timur wajib mendapatkan rekomendasi dari dinas teknis setempat,” kata Doris seperti disitir dari Antara.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini