Floresa.co – Mahkamah Konstitusi (MK) diyakini bakal menolak gugatan Prabowo Subianto atas ketetapan KPU atau hasil Pilpres 2014 yang memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK).
Alasannya, secara hukum sulit membuktikan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dengan selisih mencapai 8.421.389 suara.
“Angka 8 juta itu adalah angka yang cukup besar yang tidak mungkin dapat dikoreksi secara total. Sehingga sudahlah (Prabowo) mengakhiri sampai dengan keputusan KPU itu saja,” kata pakar hukum tata negara Margarito, Kamis, (24/7) sebagaimana dilansir suarapembaruan.com.
Prabowo menuduh KPU tidak berlaku adil dalam pelaksanaan Pilpres 2014, sesaat sebelum KPU mengumumkan presiden terpilih, Selasa (22/7).
Pihaknya mengklaim mengantongi sejumlah fakta yang menunjukkan adanya kecurangan yaitu, tidak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu oleh KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di lebih dari 5.800 TPS.
Kendati Prabowo memiliki hak konstitusional untuk memperkarakan hasil pemilu ke MK namun, Margarito mengimbau yang bersangkutan untuk bersikap realistis.
Sebab, andaikata MK mengabulkan sebagian permohonannya dan menggelar PSU di 5.800 TPS angka suara yang dikantongi tidak bakal menyamai perolehan suara Jokowi.
Sebut saja maksimal 1 TPS bakal dipadati 800 pemilih. Jika seluruh pemilih memilih Prabowo suara yang diraih dari 5.800 TPS tersebut hanya 4.640.000 suara. Itupun jika tingkat partisipasi masyarakat setinggi pada 9 Juli 2014.
“Sekali lagi saya tidak menemukan keadaan-keadaan yang dapat dijadikan alasan hukum yang cukup untuk mengubah keadaan hukum yang telah tercipta saat ini,” ujarnya.
Terpisah, Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan siap untuk memproses perkara hasil Pilpres 2014 yang bakal diajukan oleh pihak pasangan Prabowo-Hatta. Namun, dirinya menolak mengomentari tuduhan yang disampaikan mantan Pangkostrad dan Danjen Kopassus tersebut.
“Nanti kita lihat saja di persidangan. Saya belum bisa memberikan komentar. Apa yang terungkap nanti di persidangan akan dikomentari hakim konstitusi dalam putusan,” kata Hamdan.
Menurutnya, yang paling utama dalam berperkara di MK adalah dalil-dalil pemohon bukan hanya harus sesuai dengan objek perkara yang disengketakan tetapi harus diperkuat dengan bukti-bukti yang diajukan.
Dirinya menegaskan, sebagai jaminan dari sikap independen para hakim konstitusi, perkara yang diadili di MK bakal berlangsung transparan bukan hanya terbuka untuk umum.
“MK transparan, sidang secara terbuka dan rakyat seluruh Indonesia bisa menonton melalui ‘live streaming’.
Kalau tidak sempat nonton melalui ‘live steaming’ silakan menonton di 42 Perguruan Tinggi akan ditayangkan secara langsung melalui ‘video conference’. Jadi terbuka dan sangat terbuka itu jaminan indepensi,” ujarnya.