Saya Mengalami Pelecehan Seksual Saat Masih Kecil. Saya Lalu Berusaha Bangkit dari Trauma

Kini sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, Ni Putu Marcella Wiryastra mengisahkan bagaimana ia berusaha bangkit dari trauma karena pelecehan seksual saat masih di Sekolah Dasar. Kasusnya sempat dilapor ke polisi, tetapi diminta harus bayar untuk bisa ditindaklanjuti.

Oleh: Ni Putu Marcella Wiryastra

Halo para perempuan kuat

Perkenalkan, nama saya Ni Putu Marcella Wiryastra, biasa dipanggil cella. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Usia 18 tahun. Saya anak sulung dan satu-satunya perempuan. Kini kami tinggal di Labuan Bajo.

Saya pernah mendapatkan pelecehan seksual dari seseorang yang dipercaya mama saya untuk menjaga kami.  

Saat peristiwa itu terjadi kami berdomisili di Malang, Jawa Timur. Saya sedang bersekolah di jenjang Sekolah Dasar ketika itu. Mama saya memang biasa berangkat kerja pada subuh dan selalu pulang larut malam.

Saya tidak perlu menjelaskan secara rinci di sini perihal bentuk pelecehan seksual itu. Kasusnya sempat dilaporkan ke salah satu kantor polisi di Malang. Namun mama memilih tidak melanjutkan setelah diminta untuk menyiapkan sejumlah uang. Mama waktu itu tidak punya uan. Jadi, ya sudah kasusnya ditutup sama polii.

Yang jelas bahwa pelecehan itu membuat saya trauma dan mengalami masalah gangguan kesehatan mental. Saya yang yang sebelumnya cukup aktif dan sangat suka bergaul, berubah drastis menjadi pendiam.

Dengan situasi keluarga yang juga tidak baik-baik saja, situasinya makin sulit. Setiap hari, saya selalu melihat orang tua yang berantem.

Saat ini, meski saya sudah berada di bangku Sekolah Menengah Kejuruan dan sudah melewati sejumlah proses untuk penyembuhan luka batin, masih sering muncul perasaan benci jika mengingat lagi kejadian itu. Saya tiba-tiba merasa bahwa saya tidak layak menjadi manusia seutuhnya lagi.

Terlepas dari perasaan seperti itu, dalam beberapa tahun ini saya telah berusaha bangkit dari trauma masa lalu itu.

Apa saja alasan yang membuat saya bangkit? Ada banyak sekali hal-hal yang saya alami dan kemudian mengubah pola pikir atau mindset saya.

Pertama, dari diri kita sendiri. Mengapa saya bisa bilang seperti itu? Karena walaupun banyak orang memberi kita dukungan, tetapi kalau kita sendiri tidak mau untuk bangkit dari keterpurukan, sama saja.

Hasilnya nol karena tidak ada kemauan untuk berubah. Itulah yang membuat kita terus terbenam dalam situasi seperti itu.

Kedua, adanya dukungan orang terdekat. Mungkin mereka yang pernah mengalami peristiwa seperti saya berkata, “Kenapa nggak ada yang peduli sama aku ya?” atau banyak pertanyaan lainnya yang membuat kita merasa berjuang sendiri.

Kenyataannya tidak kok. Masih banyak orang dekat dan di luar sana yang sangat mendukung kita.

Contoh dalam kehidupan saya adalah mama. Beliau adalah perempuan kuat yang jadi panutan, yang membuat saya punya motivasi untuk terus hidup.

Dengan peristiwa yang saya alami dulu, luka yang beliau alami lebih besar dari yang saya alami. Bagaimana hancurnya hati beliau saat tahu anak perempuan satu-satunya mengalami perlakuan seperti itu.

Mama adalah orang yang pertama kali peduli dengan saya. Ia membawa saya untuk melakukan konsultasi dengan psikolog. Konsultasinya sangat menyenangkan, meringankan saya dari beban trauma.

Lingkungan atau komunitas pergaulan yang bersifat mendukung kita juga menjadi kunci. Saya punya orang-orang yang mendukung saya, mulai dari sahabat dan beberapa orang terdekat lainnya yang saya kenal.

Mereka tidak ikut mencela saya karena pengalaman masa lalu. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana saya sekarang dan saya sangat menghargai itu.

Dukungan-dukungan seperti itu membuat saya bisa berada di titik ini sekarang.

Saya mengambil jurusan Tata Busana, meski awalnya saya tidak tertarik dengan dunia tata busana.

Ketertarikan saya justeru muncul saat saya berlatih menjahit, bagian dari semacam terapi untuk menghilangkan stres dan beban masa lalu. Dalam perjalanan waktu, saya menyukai apa yang saya lakukan.

Saya sudah bisa menjahit dress, baju anak, tas, badana, dan yang terakhir saya baru membuat celana.

Bukan hanya itu, saya juga suka sekali menulis dan akhirnya membuat cerita novel dengan judul MOYBYE (Me or Your Korean Boyfriend). Novelnya masih dalam bentuk draft.

Sampul novel yang ditulis Stella, masih dalam bentuk draft.

Saya juga menulis lirik lagu. Ada empat lagu yang sudah saya tulis.

Proses saya untuk sampai di titik ini tidak mudah, penuh dengan air mata dan luka. Tapi kembali lagi, lihatlah bagaimana saya sekarang. Saya menjalani hidup sekarang dengan sangat baik karena semakin banyak orang yang mendukung saya.

Saya mulai bisa membanggakan mama saya dan adik-adik saya lewat apa yang sudah saya capai. Walaupun tidak besar, tapi saya merasa sudah melakukan yang terbaik dan akan terus melakukan yang terbaik.

Ini termasuk bukti nyata bahwa kita sebagai perempuan adalah orang-orang yang sungguh hebat. Tuhan ciptakan kita sebagai perempuan kuat. Tuhan juga terus menaikkan level kekuatan kita.

Saya yang dahulu tidak bisa apa-apa dan selalu merasa rendah di hadapan orang lain bisa melangkah maju berkat doa dan dukungan orang-orang di sekitar.

Karena itu, saya mau memotivasi banyak perempuan di luar sana, terkhususnya yang sering sekali mendapat perlakuan kekerasan dalam bentuk apapun, ayo berani untuk katakan ‘Tidak!’ dan tidak terus-menerus bersedih.

Ayo ambil jalan yang terbaik dan bangkit! Jangan diam saja! Kita punyak hak untuk bicara!

Saya sebagai perempuan selalu memegang prinsip “woman support woman.” Sesama perempuan harus saling mendukung.

Semangat dan terus maju para perempuan kuat!

Catatan: Pencantuman identitas atas persetujuan penulis artikel ini.

Baca tulisan lainnya terkait kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan [16HAKTP] 2023 bertajuk “Perempuan Melawan, Galang Solidaritas Hapus Kekerasan,” dengan klik di sini

Artikel Terkini