Pemprov NTT dan Bencana Wisata di Pantai Pede

Pantai Pede

Oleh: FONSI ECONG, Pelaku Wisata Manggarai Barat, tinggal di Labuan Bajo

Laju cepat perkembangan pariwisata di Manggarai Barat telah meninggalkan pula tidak sedikit akibat buruk bagi masyarakat lokal. Bergulirnya polemik panas soal status Pantai Pede di Labuan Bajo saat ini, merupakan salah satu bagian kecil dari gelimang akibat buruk itu. Polemik, yang dipicu kebijakan kontraturistik nonpartisipatif Pemprov NTT ini, mengerucut pada persoalan mendasar: patutkah Pantai Pede yang selama ini sudah terkenal sebagai ruang wisata publik lokal diprivatisasi demi pengembangan usaha makro?

PT Sarana Investama Manggarabar adalah pihak ketiga yang diketahui telah memprivatisasi area ini untuk mendirikan sebuah bangunan hotel kelas bintang. Klaim privatisasi digaungkan secara mantap oleh pihak perusahaan karena ternyata Pemprov NTT telah meneken nota kesepahamanan (MoU) dan mempublikasikan surat izin pengelolaan (penguasaan?) lahan seluas 3,5 hektar tersebut secara diam-diam pada tahun 2013 lalu. Pemprov NTT mengklaim keputusannya ini sebagai bentuk kebijakan manajerial-strategis dalam menyikapi kondisi tidak terawat dan mubazirnya kawasan Pantai Pede.

Caplok Wewenang

Memang benar kata Pemprov NTT bahwa Pantai Pede sekarang sedang dalam kondisi krisis perawatan. Semua pencinta Pantai Pede pun pasti sependapat dengan hal ini. Kesan tidak terawat bahkan makin tegas lagi pasca diambilnya langkah modifikasi yang meluluh lantakkan sejumlah besar pohon di sekujur area ini menjelang perayaan akbar Sail Komodo tahun lalu. Peralihan kondisi yang cukup ekstrim ini bukan mustahil akan membuat Pantai Pede ditinggal pergi dan dibiarkan mubazir. Tentu saja sangat disambut gembira apabila pihak pemerintah memiliki mata peduli yang besar terhadap kondisi buram Pantai Pede sekarang.

Mengacu pada UU Otonomi Daerah No.32 Tahun 2004, Manggarai Barat sebagai sebuah Daerah Otonom memiliki keleluasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya (kabupaten) secara mandiri (self governing) seturut situasi, kondisi dan karakter daerahnya itu berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Prinsip otonomi Daerah menekankan di antaranya prinsip eksternalitas dan akuntabilitas sebagai pokok pertimbangan.

Kriteria eksternalitas berkaitan dengan perlunya pendekatan yang akurat dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak yang bisa timbul dari penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Urusan pemerintahan tersebut menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota apabila dampaknya bersifat lokal dan merupakan wewenang provinsi apabila bersifat regional. Sedangkan dari segi kriteria akuntabilitas, suatu urusan dan kebijakan pemerintahan dipandang tepat jika dijalankan oleh level pemerintahan yang lebih langsung/ dekat dengan dampak dari urusan yang ditangani.

Pengelolaan kawasan Pantai Pede secara eksternal tampak memiliki dampak lokal yang sangat kuat dibandingkan dengan dampak regionalnya. Lihat saja gelombang penolakan massa rakyat lokal Manggarai Barat yang semakin deras! Juga merupakan wewenang Pemkab Manggarai Barat karena, secara akuntabilitas, radius kebijakan Pemkab Mabar lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat Manggarai Barat sebagai sasaran langsung.

Persoalan terjadi ketika Pemprov NTT malah harus menangani pengelolaan Pantai Pede walaupun hal itu sebenarnya bisa dikoordinasikan dengan Pemkab Manggarai Barat. Tidak cukup mudah memahami basis legitim-administratif di balik tampilnya Pemprov NTT ini sebagai pemilik kuasa manajerial atas Pantai Pede. Mengapa wewenang itu bukan menjadi milik Pemkab Manggarai Barat? Apakah memang Pemkab Mabar sedang dalam kondisi gawat darurat, sehingga kebijakan manajemen atas kawasan yang semestinya menjadi hak kelolaannya mesti diintervensi dan bahkan diambil alih oleh Pemprov NTT? Patut disayangkan andaikata ini ternyata sebentuk pencaplokan wewenang secara otoriter.

Bencana Wisata

Langkah manajemen atas Pantai Pede oleh Pemprov NTT lebih jauh tampak sebagai kebijakan yang salah alamat dan pembawa bencana wisata di Pantai Pede.  Bukankah dari dulu Pantai Pede sudah dikenal sebagai maskot wisata publik lokal? Masyarakat global boleh mengenal Labuan Bajo karena destinasi Taman Nasional Komodo-nya, tetapi orang-orang lokal mengenang Labuan Bajo justru dalam ketakterpisahannya dengan kemolekan Pantai Pede. Massa rakyat lokal Manggarai Barat tentu saja sangat menyambut baik agenda dan langkah pemerintah untuk mengelola Pantai Pede agar tetap terawat dan tidak mubazir, tetapi bukan alihguna kawasan seperti yang dilakukan oleh Pemprov NTT.

Penyerahan Pantai Pede kepada pihak ketiga, apalagi secara diam-diam, untuk dikelola sebagai lokasi perhotelan sudah tentu bertentangan dengan kehendak merawat kawasan ini agar semakin bernilai turistik tinggi dan tidak mubazir. Upaya peningkatan nilai turistik untuk kemudian bisa menggenjot selera kunjungan semakin banyak orang tak mungkin terwujud. Langkah pengelolaan dengan mekanisme ‘privatisasi’ adalah upaya struktural untuk menghilangkan status Pantai Pede sebagai ruang wisata publik.

Penulis yakin bahwa kebijakan manajerial Pemprov NTT ini telah melangkahi tahap analisis dampak lingkungan sebagai hal urgen untuk memetakan potensi dampak sosial yang bakal timbul. Ketiadaan analisis ini membuat Pemprov tidak memiliki pengetahuan yang memadai dan akurat perihal status potensial Pantai Pede sebagai lokasi wisata publik lokal. Bisa juga Pemprov NTT memang seperti ‘kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu’.

Mengemukanya polemik Pantai Pede memberi sinyal ‘perselingkuhan’ yang kuat antara penguasa dan pengusaha di wilayah kita. Perselingkuhan terjadi ketika Pemprov NTT dan pengusaha menjalin relasi transaksional secara diam-diam tanpa mau melibatkan hak pertimbangan Pemkab dan massa rakyat lokal Manggarai Barat. Hubungan yang tak direstui inilah yang akhirnya melahirkan ‘anak haram’ bernama Polemik Pantai Pede. Tentu massa rakyat pencinta Pantai Pede menghendaki agar ‘anak haram’ Pemprov NTT ini segera ‘diaborsi’. ‘Kembalikan status Pantai Pede seperti sedia kala adalah harga mati yang mesti diberikan kepada Pemkab dan publik Manggarai Barat.

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA