Sawah Mengering, Petani di Manggarai Timur Gotong Royong Perbaiki Saluran Irigasi yang Tak Terurus

Kepala desa setempat mengaku akan melakukan kajian dan mencari terobosan memperbaiki irigasi

Baca Juga

Floresa.co – Petani suatu desa di Manggarai Timur bergotong royong memperbaiki saluran irigasi supaya sawah tetap teraliri.

Berada di persawahan Sewong Sik, Dusun Kanun, Desa Golo Lebo, Kecamatan Elar, saluran irigasi itu rusak.

Jika tak lekas diperbaiki, lama-lama kehabisan manfaat bagi petani sekitarnya.

Rikardus Gomin, seorang warga yang berbicara kepada Floresa pada 17 Januari mengatakan saluran irigasi itu dibangun pada 2016 saat Basri Damu menjabat sebagai kepala desa.

Pengerjaannya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah [APBD] Manggarai Timur sebesar Rp50 juta, dengan volume pengerjaan sepanjang 30 meter.

Salurannya berhulu di mata air Wae Ngempok yang melewati Kali Weto, sebuah sungai mati.

Warga menduga terdapat rongga pada permukaan Kali Weto, yang membuat air langsung meresap ke dalam tanah sebelum sempat teralirkan ke persawahan.

Sumber air dan persawahan itu sebetulnya hanya berjarak sekitar 700 meter. Namun, karena saluran irigasinya rusak, petani hanya mampu sekali dalam setahun membajak sawah. Itupun harus menunggu musim hujan tiba.

Kondisi irigasi di persawahan Sewong Sik yang rusak parah dan mubazir. (Dokumentasi Rikardus Gomin)

Sawah, Satu-Satunya Sumber Pendapatan

Merasa terlalu lama menanti bantuan pemerintah, Rikardus lalu mengajak tiga petani lain memperbaiki saluran irigasi. Ketiganya langsung setuju.

Sementara beberapa petani lain yang sempat diberi tahu “sedang berhalangan” kala mereka memutuskan memperbaiki saluran irigasi.

Rikardus mengeluarkan dana pribadi untuk membeli dua sak semen yang masing-masing seharga Rp75.000. Sementara batu dan pasir, mereka ambil dari kali.

Keempat petani merasa perlu memperbaiki saluran irigasi itu segera karena “hanya sawah itulah sumber kami menghasilkan padi.”

Ditambah harga beras terus naik, “kami harus cepat-cepat memperbaikinya.”

Seandainya saluran irigasi itu berfungsi maksimal, “kami dapat dua kali panen padi dalam setahun.”

Ia sempat mengirimkan lima buah foto dan sebuah video kepada Floresa yang menampilkan kondisi terkini saluran irigasi dan lahan persawahan itu.

Foto dan video itu menampilkan kondisi saluran irigasi yang rusak parah serta aktivitas mereka saat memperbaikinya.

Salah satu foto menampilkan lahan persawahan yang kering kerontang akibat kemarau berkepanjangan.

Lahan persawahan Sewong Sik yang belum mulai diolah karena ketiadaan air. (Dokumentasi Rikardus Gomin)

Pipa, Alih-Alih Saluran Irigasi

Kali Weto bukanlah sungai dengan kontur datar, tetapi berbukit-bukit. Batu-batu besar dan sejumlah batang pohon tampak merintangi alirannya.

Sebenarnya, kata Rikardus, petani “tak memerlukan saluran irigasi.” Mereka lebih membutuhkan “bantuan pipa besar dari mata air yang mampu mengalirkan air ke persawahan.”

Pengadaan pipa besar, kata Rikardus, “bisa menghemat anggaran.”

Secara khusus ia berharap pemerintah dapat menyuplai pipa berukuran 4 dim yang membentang hingga 700 meter, jarak antara mata air dan persawahan.

Pipa 4 dim dibutuhkan karena lahan petani “cukup besar.”

Pemilik lahan persawahan Sewong Sik berjumlah 20 orang yang berasal dari dua kampung, Kanun dan Kajuata. 

Ukuran lahan masing-masing pemilik lahan antara 1.500-2.000 meter persegi.

Bila pemerintah menyediakan pipa, maka “kami tidak hanya tunggu hujan” untuk mulai membajak sawah.

Dalam situasi normal, petani biasanya mulai menanam padi pada akhir Januari sampai awal Februari untuk dipanen pada akhir Mei.

Hasil panen antara 7-14 karung per petani. Tujuh karung padi bergabah bisa menghasilkan 350 kilogram beras. Sedangkan 14 karung dapat menghasilkan 700 kilogram beras.

“Cari Terobosan”

Baltasar Abraham, Kepala Desa Golo Lebo mengonfirmasi persawahan Sewong Sik pernah mendapat bantuan irigasi dari pemerintah daerah pada 2016.

Namun, “sumber airnya tidak mencukupi karena hanya mengalir saat musim hujan,” katanya kepada Floresa pada 17 Januari. Oleh karenanya, petani hanya bisa tanam sekali dalam setahun.

Terkait saluran irigasi yang rusak parah dan mubazir, “pemerintah desa akan melakukan kajian untuk mencari terobosan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.” 

“Yang namanya membangun, tidak semudah diucapkan,” katanya, “butuh perencanaan dan dana yang disepakati lewat musyawarah tahunan.”

Ia menyatakan terdapat 17 lokasi pengairan di desanya yang “membutuhkan bantuan dan perhatian dari pemerintah desa.”

Pembangunan irigasinya akan “dilakukan secara bertahap sesuai perencanaan desa dan kemampuan keuangan desa demi pemerataan dan keadilan.”

Keresahan yang Sama

Keresahan minimnya pengairan persawahan turut diutarakan petani lainnya di Manggarai Timur. 

Patris Aburman, warga Dusun Pelus, Desa Golo Lobos, Kecamatan Lamba Leda Selatan mengaku aliran air ke sawahnya tak lagi lancar karena “saluran irigasi tertimbun tanah longsor yang berasal dari perkebunan kopi warga.”

Kejadian semacam itu, kata dia, sudah berulang kali terjadi.

Ia mengatakan lahan sawah warga di kampungnya terletak di wilayah bernama Ajang, bagian dari wilayah administratif Desa Bangka Kuleng.

“Airnya mulai keluar setelah beberapa warga dari kampung memperbaiki irigasi. Tapi mereka hanya perbaiki seadanya,” katanya kepada Floresa.

Kondisi persawahan Ajang, Desa Bangka Kuleng, Kecamatan Lamba Leda Selatan yang belum diolah karena ketiadaan air. Sebagian besar petani di Dusun Pelus, Desa Golo Lobos mempunyai lahan di persawahan Ajang. (Dokumentasi Patris Aburman)

Ia mengatakan air yang dialirkan ke sawah itu bersumber dari Kali Tiwu Lewe yang terletak di Kelurahan Nggalak Leleng.

Ketika air macet, mereka berswadaya memperbaiki karena “tidak ada petugas khusus yang mengecek kondisi irigasi.”

“Hasil panen kali lalu tidak banyak karena air tidak terlalu sering keluar,” katanya.

Lumrahnya ia dua kali memanen padi dalam setahun, masing-masing pada Juni dan Desember. 

Bila pengairan lancar, bisa dapat tujuh karung. “Tetapi panen lalu hanya dapat empat karung,” katanya.

Empat karung padi bergabah menghasilkan 100-150 kilogram beras. Tujuh karung menghasilkan sekitar 200-200 kilogram beras.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini