Floresa.co – AJ menghentikan sepeda motornya tepat di depan sebuah kios di Cowang Dereng, Desa Batu Cermin, Labuan Bajo pada 13 September.
Pria yang bekerja sebagai buruh bangunan itu sedang istirahat makan siang.
“Inang [Tanta], beli rokok Saga,” katanya kepada pemilik kios merujuk ke rokok merek Saga Bold, sambil menyodorkan uang Rp5.000.
“Ambil Saga semua ini, Nana?” timpal si empunya kios.
“Iya, Inang,” jawab AJ.
Setelah mendapatkan lima batang, AJ berbalik badan menuju sepeda motornya yang diparkir beberapa langkah dari kios itu.
Floresa yang mengamati para pembeli di kios itu menghampiri AJ, meminta waktunya mengobrol.
“Sabar ya,” katanya sambil menyalakan rokok.
Pria 28 tahun itu berkata, berdasarkan cerita dari mulut ke mulut yang didengarnya, Saga Bold adalah salah satu jenis rokok ilegal.
Rokok ilegal mengacu pada produk yang tidak membayar cukai ke negara. Pembayaran cukai dibuktikan dengan adanya pita cukai pada kemasan rokok. Namun, ada juga bungkus rokok yang ditempeli pita cukai, tetapi tidak sesuai peruntukan atau bahkan palsu.
AJ tak begitu peduli soal legalitas. Pertimbangannya memilih Saga Bold sederhana, karena harganya murah.
“Rasanya tetap enak, seperti saya menikmati rokok Surya 12,” ujarnya menyebut salah satu merek rokok produksi PT Gudang Garam Tbk.
Dalam sehari AJ menghabiskan satu bungkus Saga Bold yang harganya Rp20.000.
Tatkala isi dompet menipis, ia menyiasatinya dengan membeli secara batangan.
AJ mulai mengonsumsi Saga Bold sejak Desember 2022, setelah sebelumnya memilih Surya 12.
Selain karena murah, Saga Bold, kata dia, mudah didapatkan.
“Kami bisa beli dimana saja.”
MF, pemilik kios, berkata kepada Floresa, Saga Bold salah satu jenis rokok yang laris di kiosnya.
Saban hari, ia menjual antara delapan hingga sembilan bungkus.
“Barang mana yang paling banyak dicari, itu yang kami jual,” kata MF, 65 tahun.
Selain Saga Bold, di kiosnya, ia juga menjual beberapa merek rokok lain, di antaranya Surya 12, Sampoerna dan Chief.
Dua produk dengan harga termurah adalah Chief dan Saga Bold.
Chief dibeli dari toko di Labuan Bajo seharga Rp92.000-93.000 per slop berisi 10 bungkus. Ia jual ke konsumen Rp13.000 per bungkus.
Saga Bold diperoleh dari penjual keliling seharga Rp165.000 per slop, yang isinya 10 bungkus. MF menjualnya Rp20.000 per bungkus.
Harga Saga Bold dan Chief ini terpaut cukup jauh dengan Surya 12 dan Sampoerna.
MF membeli Surya 12 dari toko di Labuan Bajo Rp255.000 per slop yang berisi 10 bungkus. Ia kemudian menjualnya Rp30.000 per bungkus.
Sementara Sampoerna ia beli Rp327.000 per slop dan dijual Rp37.000 per bungkus.
MF mengaku sempat menaruh curiga pada penjual Saga Bold.
Setahun lalu, ia mengaku pernah meminta nomor kontak dan identitas penjual produk tersebut.
“Saya tanya nama dan minta nomor ponsel, biar kalau stok rokok habis saya telepon dia,” katanya.
Namun, permintaannya ditolak. “Tidak ada alasan yang jelas, kenapa kontak dan nama mereka tidak diberitahu.”
Kecurigaan yang sama juga diungkapkan HJ, pemilik kios lainnya di Desa Batu Cermin.
Sama seperti MF, HJ juga pernah meminta nomor ponsel dan alamat penjual sekaligus kurir Saga Bold.
Namun, kurir yang datang dengan sepeda motor itu enggan memberitahu nomor ponsel dan alamat mereka di Labuan Bajo.
“Mereka sampaikan, tunggu kami datang di sini,” ujar pria 66 tahun itu.
Hal lain yang membuat HJ curiga adalah harga yang tertera pada kemasan.
Tertulis harga rokok Rp8.700 per 12 batang, sementara sebungkus rokok Saga Bold yang ditawarkan ke kiosnya itu berisi 20 batang.
HJ pernah mengkonfirmasi langsung ke kurir rokok Saga Bold soal kecurigaannya tentang legalitas produk tersebut.
Namun, “mereka sampaikan pada saya, ‘kami hanya pekerja yang ditugaskan untuk antar ke setiap kios.’”
Para kurir itu, kata dia, juga mengaku tidak pernah diberitahu oleh manajer mereka apakah rokok tersebut legal atau ilegal.
Selain Saga Bold, HJ juga menjual beberapa merek rokok lainnya, seperti Surya 12, Sampoerna, Marlboro, Nation Bold, Arion dan Troy.
MF mengaku tak pernah ada petugas Bea dan Cukai yang memeriksa produk rokok yang dijual di kiosnya.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C yang berada di Kampung Ujung, Labuan Bajo, berjarak sekitar lima kilometer dari kiosnya.
Konsumen, menurut MF, juga tak peduli soal legalitas produk yang beredar luas di pasar.
Konsumen akan tetap membeli selama produknya murah.
Apalagi, kata dia, untuk masyarakat kelas pekerja bangunan yang kini menjamur di Labuan Bajo karena banyak proyek pembangunan fisik.
“Pilihan mereka, ya rokok yang murah,” ujar MF.
HJ berkata, mestinya Kantor Bea dan Cukai merilis daftar jenis barang yang ilegal ke masyarakat.
“Biar kami juga tahu mana yang boleh kami jual dan mana yang tidak,” katanya.
Rokok merek Saga Bold, kata HJ, sudah beredar luas di Labuan Bajo dalam tiga tahun terakhir.
Tak hanya di kota wisata Labuan Bajo, penetrasi rokok ilegal ini juga hingga ke kampung-kampung.
AT, seorang warga Desa Golo Lobos, Kecamatan Lamba Leda Selatan di Kabupaten Manggarai Timur mengaku memilih mengonsumsi rokok ilegal karena “harganya murah dan isinya banyak.”
Ia menyebut beberapa jenis rokok yang ia duga ilegal dan beredar luas di kampungnya seperti Saga Bold, Arrow, Trek dan Sniper Bold.
Harga rokok-rokok ini bervariasi mulai dari Rp15 ribu hingga Rp20 ribu dan umumnya berisi 20 batang.
“Kalau rokok legal seperti Surya 12 harganya berkisar Rp28 ribu hingga Rp30 ribu, tetapi isinya hanya 12 batang,” katanya.
AT mengaku para kurir biasanya menaruh rokok ilegal di dalam tas dan mengantar ke kios-kios menggunakan sepeda motor.
Sama seperti pengakuan MF dna HJ, kurir, katanya, juga tidak memberikan nomor telepon ketika diminta oleh pemilik kios.
Seorang pemilik kios di Pasar Pada, Desa Pada, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata juga mengakui peredaran rokok ilegal di wilayah itu sudah lama dibiarkan.
Pemilik kios yang meminta namanya tak ditulis itu mengaku pernah menjual rokok merek Seven. Ia mendapatnya dari seorang kurir menjajakannya ke kios-kios.
Ia ditawarkan dengan alasan “rokok yang diminati warga itu berisi 20 batang dan murah.”
Karena laris, ia lantas membeli satu bal rokok Seven berisi 10 slop, senilai Rp1,3 juta.
Ia kemudian menjual ke pembeli dengan harga Rp15.000 per bungkus.
Pada Juli, ia mengklaim diingatkan salah satu pembelinya bahwa rokok itu ilegal. Ia kemudian memilih tidak melanjutkan menjual produk tersebut karena menyadari konsekuensi hukumnya.
NTT, terutama Flores, menjadi pasar untuk sejumlah rokok ilegal, sebagaimana terungkap dalam sebuah laporan investigasi Kompas awal bulan ini.
Provinsi ini, menurut data Badan Pusat Statistik pada 2023, memiliki 26,64 persen perokok, untuk penduduk usia 15 tahun ke atas.
Sebagian rokok ilegal ini dikirim ke Flores dari Jawa Timur melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Rokok-rokok ilegal terindikasi berasal dari pabrik berizin resmi. Salah satu yang diungkap Kompas adalah PR Zabur Rizqie, produsen rokok dengan merek Saga Bold.
Menurut laporan Kompas, Saga Bold beredar dalam berbagai versi di pasaran. Selain pita cukainya ditempel sesuai ketentuan Peraturan Bea dan Cukai Nomor-Per 20/BC/2023 tentang Bentuk Fisik, Spesifikasi, dan Desain Pita Cukai 2024, ada juga yang menggunaka pita cukai palsu dan pita cukai yang salah peruntukan.
Perusahaan ekspedisi yang berperan mendistribusikan Saga Bold ke wilayah Flores adalah PT Mitra Jaya Flores, yang melayani jasa paket kilat dari Surabaya dengan tujuan ke sejumlah daerah di NTT, seperti Labuan Bajo, Ruteng, Bajawa, Maumere, Ende, Larantuka, hingga Kupang.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang mengawasi barang kena cukai, baik rokok maupun minuman keras, sebenarnya sudah hadir di Flores dan Lembata.
Lembaga ini memiliki kantor di Labuan Bajo sejak 2021, pintu gerbang masuk ke Flores dari arah barat.
Sebelumnya, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Labuan Bajo berkantor di Maumere, dengan wilayah kerjanya mencakup sembilan kabupaten di Flores dan Lembata.
Ahmad Faisol, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Kantor Bea Cukai Labuan Bajo berkata kepada Floresa, pada Januari hingga Agustus 2024, pihaknya mengamankan 500.000 batang rokok ilegal di wilayah kerjanya.
“Total kerugian negara dari peredaran rokok ilegal tersebut mencapai Rp500 juta,” katanya pada 13 September.
Tahun 2023, kata Faisol, Bea dan Cukai Labuan Bajo juga mengamankan 700.000 batang rokok ilegal dengan kerugian negara sekitar Rp700 juta.
Tak hanya Bea dan Cukai, pemerintah daerah juga turun tangan.
Satuan Polisi Pamong Praja [Satpol PP] Manggarai Barat pernah ikut melakukan operasi rokok ilegal.
Muhamad Gius, Kepala Bidang Penegakan Perundang-Undangan Daerah Satpol PP berkata kepada Floresa, pada Maret 2024 pihaknya melakukan operasi penindakan di beberapa tempat di Kecamatan Sano Nggoang, seperti Pasar Werang, Desa Golo Mbu dan Desa Golo Ndaring.
Dalam operasi yang didampingi Bea dan Cukai Labuan Bajo itu, Satpol PP mengamankan 46 bungkus atau 920 batang rokok ilegal, yang ditemukan dari kios dan toko.
Gius berkata, beragam merek rokok ilegal itu adalah Saga, Gotham, Thanos dan Arrow.
“Rokok-rokok ilegal yang beredar di masyarakat pada umumnya adalah rokok-rokok yang tidak dilekati pita cukai, menggunakan pita cukai palsu atau pita cukainya salah peruntukannya,” katanya.
Di Pasar Werang, misalnya, dalam operasi itu ditemukan 22 bungkus rokok merek Saga Bold, tujuh bungkus rokok merek Gotham dan lima bungkus merek Thanos Bold, yang masing-masing sudah dilekati pita cukai, tetapi ‘salah peruntukan’.
Saga Bold, Gotham dan Thanos Bold, terang Gius, adalah Sigaret Kretek Mesin [SKM], namun pita cukai yang digunakan adalah Sigaret Kretek Tangan [SKT].
Tarif cukai kedua jenis rokok ini berbeda, SKM lebih mahal dibandingkan SKT.
Sebagai gambaran, pada tahun ini, tarif cukai SKM Golongan I dan II masing-masing Rp1.231 per batang dan Rp746 per batang. Dengan tarif cukai tersebut, batas harga jual eceran per batang untuk SKM Golongan I paling rendah Rp2.260 dan golongan II paling rendah Rp1.380.
Sementara, tarif cukai untuk SKT jauh lebih kecil. SKT Golongan I terdiri atas dua jenis tarif – Rp483 per batang dan Rp378 per batang. Sementara l untuk SKT Golongan II dan III masing-masing sebesar Rp223 dan Rp122 per batang.
Modus cukai salah peruntukan juga ditemukan pada rokok ilegal yang ditemukan di Desa Golo Ndaring.
Satpol PP menemukan dua bungkus rokok merek Saga, dua bungkus merek Arrow -juga SKM – dan tiga bungkus Gotham dengan pita cukai salah peruntukan, yaitu menggunakan pita cukai SKT.
Di Kabupaten Sikka, lebih dari 400 kilometer ke arah timur dari Labuan Bajo, rokok ilegal juga dijual di berbagai kios dan toko.
Inspeksi yang dilakukan Kantor Bea Cukai Labuan Bajo selama tiga hari di Pasar Alok, Maumere, pada akhir Mei menyita 6.040 batang rokok ilegal berbagai merek.
“Nilai barang sebesar Rp8.335.200 dan kerugian negara Rp 5.781.609,” ujar Ahmad Faisol, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Kantor Bea Cukai Labuan Bajo dikutip dari Florespedia.
Dari 11 merek yang disita, beragam pelanggaran yang dilakukan sehingga rokok tersebut dicap ilegal, seperti salah personalisasi [SM Grape, Moccacino Filter], tanpa pita cukai atau polos [Dalil, GA Bold, JD Mild, Stigma, Flash], pita cukai palsu [Arrow, Bongkar 86, Rastel Bold] dan salah peruntukan [Trans].
Meski sudah dilakukan penindakan, beberapa merek yang pernah disita karena ilegal ini masih dijual di beberapa kios di Maumere. Beberapa di antaranya adalah rokok merek Rastel Bold, Arrow, Thanos Bold, Seven, Cahayaku dan Cappucino Stick Twenty.
Penelusuran Floresa pada 11 September di kota Maumere dan sekitarnya, rokok-rokok ilegal ini dijual dengan kisaran harga Rp16.000-18.000 per bungkus. Sedangkan di luar kota Maumere, rokok-rokok ini dijual dengan harga Rp20.000 per bungkus.
“Rokok Thanos Bold kami beli dari distributornya satu slop dengan harga Rp130.000, sedangkan Rastel Rp140.000,” kata Muhammad Ilham, 37 tahun, salah satu pemilik kios di Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka.
“Satu bungkus rokok isinya 20 batang, kami jual per batang Rp1000. Karena harganya relatif murah, banyak pembeli,” tambahnya.
Ilham mengaku, operasi yang dilakukan Kantor Bea dan Cukai di Maumere membuatnya mengetahui beberapa jenis rokok ilegal.
Karena itu, saat ini ia mengaku tak lagi menjual beberapa merek tersebut.
“Kalau disidak kita juga rugi sebenarnya. Jadi, sejak mendengar dan membaca berita di media online di Maumere bahwa ada yang turun sidak, ya sampai sekarang tidak berani lagi,” ujarnya.
Namun, ada juga pedagang yang mengaku tetap menjual, meski dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.
“Kami jual, tetapi kami tidak pajang,” kata LS, pemilik kios di Desa Geliting, Kecamatan Kewapante.
Anjany Podangsa, Herry Kabut, Maria Margaretha Holo dan Adrian Naur berkolaborasi mengerjakan laporan ini.
Editor: Petrus Dabu