Floresa.co – Polda NTT akan segera memeriksa anggota Polres Manggarai terkait kasus kekerasan saat aksi protes terhadap proyek geotermal beberapa waktu lalu.
Hal tersebut menyusul penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan [BAP] oleh Herry Kabut, pemimpin redaksi Floresa serta Hilarius Bandi dan Karolus Gampur, dua orang warga Poco Leok di ruangan Divisi Profesi dan Pengamanan [Propam] Polres Manggarai pada 13 Desember.
Sementara itu, Agustinus Tuju, warga lainnya yang menjadi korban penganiayaan dan penangkapan oleh aparat pada 2 Oktober itu akan meneken BAP di Markas Polda NTT karena “sedang dalam perjalanan ke Kupang pada hari yang sama.”
Erik Come, penyelidik dari Divisi Propam Polda NTT berkata, usai penandatanganan BAP itu, Hendrikus Hanu, polisi intel dari Polres Manggarai akan diperiksa di Kupang pada 16 Desember mendatang.
Ia berkata kepada Floresa, pihaknya akan melakukan pemberkasan setelah memeriksa Hendrikus, lalu melaporkan hasilnya kepada Herry dan warga Poco Leok sebagai korban dan saksi.
Dalam pelaporan di Kupang pada 11 Oktober, Herry mengidentifikasi Hendrikus sebagai salah satu aparat yang menangkap dan menganiayanya.
Hal itu juga diperkuat oleh kesaksian Karolus, Agustinus dan Hilarius.
Hendrikus juga merupakan aparat yang merampas dan mengakses paksa ponsel Herry dalam aksi protes yang berlangsung di Lingko Meter, salah satu wilayah ulayat di Poco Leok pada 2 Oktober.
Pantauan Floresa, Herry dan warga Poco Leok yang didampingi pengacara Valens Dulmin tiba di Polres Manggarai pada pukul 10.30 Wita.
Hendrikus Hanu yang sedang melintas di halaman Polres Manggarai sempat menemui dan menyapa Herry dan warga, juga menanyakan tujuan mereka mendatangi kantor tersebut.
Heribertus Edot, Kepala Divisi Propam Polres Manggarai dan dua orang polisi, Safiro Laka dan Melki Laha menerima mereka di ruangan Divisi Propam.
Melki Laha, Kepala Unit Provos berkata, pihaknya hanya terlibat meneruskan berkas BAP yang dikirimkan penyelidik Propam Polda NTT.
“Mereka hanya meminta bantuan kami untuk print dan memberikan kepada para saksi dan korban untuk ditandatangani, setelah itu kami kirim kembali ke Polda,” katanya.
Sementara terkait kejadian pada 2 Oktober, Melki mengaku berada di lokasi dan mengklaim sempat menanyai kartu pers Herry.
“Kraeng [Anda] masih ingat saya? Saya yang waktu itu menanyakan kartu pers,” katanya.
Merespons itu, Herry berkata dirinya tidak mengingat persis keberadaan Melki “karena waktu itu saya dikerumuni banyak aparat dan tidak bisa menoleh lantaran leher saya dikunci [dipiting].”
Selain Melki, Heribertus Edot juga mengklaim berada di lokasi dan “saya melihat tidak ada tindakan kekerasan pada saat itu.”
“Saya hanya melihat saat rekan kita dari media dibawa ke dalam mobil dalmas, artinya secara kasat mata, baik warga maupun jurnalis saya tidak melihat ada kekerasan setelah itu,” kata Edot.
Herry merespons hal itu dengan berkata, bukti penganiayaan telah disampaikan pihaknya ke Polda NTT, termasuk dengan bukti hasil pemeriksaan medis, yang diperkuat dengan visum, ditambah keterangan para saksi.
Ia berkata, langkah membawa kasus ini ke Polda NTT memang tepat, mengingat ada keraguan terhadap profesionalitas Polres Manggarai untuk menanganinya.
Perkembangan Laporan Pidana
Laporan Herry dan warga Poco Leok terkait penangkapan dan penganiayaan itu juga tengah diproses oleh Direktorat Reserse dan Kriminal Umum [Ditreskrimum] Polda NTT.
Pada 4 Desember, Herry menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan [SP2HP] kedua nomor B/852./XI/2024/Ditreskrimum.
Dalam surat yang diterbitkan pada 22 November itu, penyelidik menyatakan sudah melakukan serangkaian penyelidikan di antaranya meminta klarifikasi warga, beberapa polisi dan Terry Janu, wartawan yang ikut menganiaya Herry.
Anggota polisi yang telah dimintai klarifikasi di antaranya Hendrikus Hanu, Virgilius Ricardo Bernard, Priska Eny M. Wea, Maria T. Sidora, Imaculata Dwiani Nurus, dan Hendrik Ilo.
Selain itu, penyelidik juga telah meminta klarifikasi dokter yang memeriksa Herry di sebuah klinik di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.
Penyelidik juga sudah mendapatkan hasil visum et repertum Herry yang dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kupang pada 11 Oktober.
Penyelidik juga telah mendapat foto dan video klarifikasi Herry sesaat setelah kejadian.
Sebagai rencana tindak lanjut, penyelidik berencana melakukan gelar perkara untuk mendapatkan kepastian hukum atas laporan Herry.
Sementara itu, terkait laporan warga Poco Leok, penyelidik juga telah mengirimkan SP2HP kedua nomor B/790/XI/2020/Ditreskrimum tertanggal 25 November.
Dalam surat itu disebutkan bahwa penyelidik telah melakukan serangkaian penyelidikan termasuk meminta klarifikasi Osta Melanno, Manajer PT PLN UPP Nusra II yang berbasis di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Pihak lain yang sudah dimintai klarifikasi adalah Sekretaris Daerah, Fansy Aldus Jahang dan Asisten II Bupati Manggarai Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Marianus Yosep Jelamu.
Sementara dari Polres Manggarai, kata penyelidik, yang diperiksa adalah Priska Eny Mbunga Wea dan Hendrikus Hanu.
Penyelidik juga mengaku telah meminta klarifikasi kepada dokter di RSUD Komodo yang memeriksa Karolus Gampur.
Sementara hasil visum et repertum Karolus dan Agustinus Tuju yang dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kupang pada 14 Oktober juga telah diperoleh. Penyelidik juga telah mendapatkan foto dan video Karolus sesaat setelah kejadian penganiayaan dan penangkapan.
Sebagai rencana tindak lanjut, penyelidik akan melakukan gelar perkara untuk kepastian hukum laporan Karolus.
Ferdinansa Jufanlo Buba, salah satu kuasa hukum Herry dan warga Poco Leok berkata, “kami terus berkomunikasi dengan auditor untuk mengawal setiap pemeriksaan dokumen, foto, video dan hasil visum, baik terkait laporan etik maupun pidana.”
Hingga kini, kata dia, pihak-pihak yang terkait peristiwa pada 2 Oktober telah dipanggil dan dimintai keterangan oleh penyelidik Propam maupun Ditreskrimum Polda NTT.
“Kami berharap proses audit ini lebih investigatif dengan mengacu pada kode etik profesi Polri dan standar profesi auditor Propam karena semua unsur pelanggaran telah terpenuhi.”
“Sampai sekarang, kami masih menunggu Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Profesi [SP2HP2] untuk mengetahui tahapan lebih lanjut dari proses audit Propam Polda NTT,” katanya pada 14 Desember.
Editor: Ryan Dagur